logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bertemu Jordan

Bab 22 Bertemu Jordan
Mobil Michael berhenti tepat di depan masjid. Pria itu menoleh pada Fahima yang masih menunggu dan duduk diam.
“Apa kamu tidak mau turun?” tanya Michael.
“Apa kamu tidak berniat mengembalikan tasku?” Fahima balas bertanya.
“Ah.” Michael segera memberikan ransel pada Fahima.
“Tunggu.” Fahima ingin membuka patung jodoh yang tergantung di tasnya.
“Apa yang kamu lakukan?” Michael menggenggam tangan kecil Fahima dan dengan cepat wanita itu tarik.
“Bukankah kamu meminta patung ini?” Fahima menggeserkan duduknya. Beberapa temannya mengintip dari pintu gerbang kosan.
“Kamu harus menyimpan patung itu dengan baik,” tegas Michael.
“Untuk apa?” tanya Fahima heran.
“Jangan sampai hilang!” Michael menatap Fahima.
“Apa?” Fahima memalingkan wajahnya.
“Apa kamu tidak mau turun?” tanya Michael melihat pintu pagar yang sedikit terbuka.
“Jangan datang lagi!” Fahima membuka pintu dan berjalan cepat masuk ke dalam kosan.
“Aku akan lihat kesialan selanjutnya.” Michael mengendarai mobilnya menuju hotel yang berada tidak jauh dari kosan Fahima.
“Fahima!” teriak Vina dan Lina menyambut kedatangan wanita berhijab itu.
“Hey, kenapa wajah kamu cemberut?” tanya Vina.
“Tidak apa.” Fahima tersenyum.
“Siapa pria tampan tadi?” tanya Lina penuh semangat.
“Aku merasa pernah melihat wajahnya, tapi dimana ya?” Lina terlihat berpikir.
“Di papan pengumuman,” ucap Fahima asalan dan berjalan masuk ke dalam kamar.
“Benar!” teriak Lina mengejutkan Vina dan Fahima.
“Michael Hardianto. Pengusaha muda dan paling kaya di Indonesia bahkan masuk jajaran dunia,” jelas Lina semakin semangat.
“Aku dengar orang tuanya asli Bangka. Jadi wajar saja Fahima dan dia saling kenal, tetapi bagaimana kalian bisa begitu dekat?” Lina menatap penuh selidik pada Fahima.
“Apa kalian masih saudara? Tetapi tidak mirip.” Lina menyentuh dagu lancip Fahima.
“Kamu kesambet ya?” Fahima tersenyum aneh memperhatikan gelagat Lina.
“Serius, suami aku pemborong loh. Dia pernah kerja sama dengan Michael,” jelas Lina.
“Iya, tapi aku tidak ada hubungan apa pun dengan pria itu.” Fahima merebahkan tubuhnya di atas kasur diikuti Lina dan Vina.
“Lalu kenapa dia mencari kamu dan kalian pergi berdua?” tanya Lina lagi.
“Aku pernah menjadi pelayannya di hotel dan aku tidak tahu kenapa dia mencariku?” jelas Fahima.
“Hey, Michael itu tidak pernah dekat-dekat sama cewek loh.” Lina mencubit pipi Fahima.
“Lalu?” Fahima mengusap pipinya.
“Kamu pasti sangat beruntung bisa pacaran sama Michael,” ucap Vina.
“Tidak mungkin. Aku tidak mau dengan pria keturuna Chines,” tegas Fahima.
“Hey, tidak boleh gitu. Takabur baru tahu rasa.” Lina tertawa.
“Tidak mungkin.” Fahima membuka hijabnya.
“Ah, aku harus bersiap.” Lina beranjak dari kasur.
“Mau kemana?” tanya Fahima.
“Aku mau pulang. Sebentar lagi suamiku jembut.” Lina melambaikan tangannya dan keluar dari kamar Fahima.
“Aku juga mau pulang. Ini kan malam minggu.” Vina tersenuyum.
“Mamah, Bu Sri dan Bu Cucuh kemana?” tanya Fahima.
“Mereka sudah pulang duluan selama kamu pergi dengan pria tampan tadi,” jawab Vina.
“Ah, aku sendirian.” Fahima menatap Vina dan Lina.
“Apa kamu mau ikut aku?” tanya Lina.
“Atau ikut aku?” Vina tersenyum.
“Tak lah. Aku di kosan aja.” Fahima tersenyum.
“Hati-hati ya. Jangan sampai anak gadis diculik cowok tampan lagi.” Vina melambaikan tangannya kembali ke kamar mereka.
“Hm.” Fahima kembali merebahkan tubuhnya dengan pintu kamar terbuka.
Sore hari setelah asar, Lina dan Vina sudah pulang bersama suami mereka. Fahima sendirian di kosan. Dia memesan mobil grab dan bersiap jalan-jalan di supermarket. Wanita berhijab dengan gamis jeans navi itu berdiri di depan masjid. Dia memakai tas punggung berwarna hitam. Sebuah mobil berhenti tepat di depannya.
“Apa ini Michael?” Fahima memperhatikan mobil hitam dengan merek mahal itu.
“Dengan Fahima.” Pria tampan yang menjadi sopir turun dari mobil.
“Apa?” Fahima terkejut karena wajah pria itu sangat mirip dengan Michael.
“Halo, Nona.” Sopir dengan tinggi bak model dan kulit putih itu melambaikan tangannya di depan wajah cantik Fahima.
“Astafirullah ya Allah. Kenapa wajah pria itu selalu muncul?” Fahima menunduk.
“Apa kita jadi berangkat?” tanya sopir muda dan tersenyum.
“Ya.” Fahima membuka pintu dan duduk di belakang sopir.
“Masjid Agung Benten,” ucap sopir.
“Ya.” Fahima tersenyum.
“Kenapa kamu pergi sendirian? Apa tidak takut diculik?” tanya sopir ramah.
“Apa ada penculikan di sini?” Fahima balik bertanya.
“Tidak,” jawab pria itu tersenyum tampan.
“Aku akan memberitahu kamu. Akan sulit mendapatkan kendaraan di sana,” ucap sopir.
“Apa akan sangat mahal jika kamu menungguku?” tanya Fahima.
“Tidak.” Sopir tersenyum. Pria tampan itu mengendarai mobil menuju masjid yang ada di Banten. Sebuah taman yang dibuat mirip dengan kota Mekkah dengan payung-payung indah. Halaman di lapisi keramik, lampu warna-warni dan air mancur. Wisata religi yang cukup terkenal dan ramai dikunjungi orang.
“Kita sampai.” Sopir menghentikan mobil di tempat parkir.
“Apa kamu beneran sopir grap?” tanya Fahima turun dari mobil.
“Aku hanya mengisi waktu luang yang membosankan saja,” jawab pria itu.
“Benar, beberapa sopir yang aku temui ada yang masih anak sekolahan.” Fahima tersenyum.
“Apa kita boleh kenalan?” Pria itu mengulurkan tangannya.
“Tentu saja, Fahima,” ucap Fahima bersalaman dengan pria tampan dan tinggi di depannya.
“Jordan.” Pria itu membuka kaca mata hitam yang melekat pada wajahnya dan tersenyum.
“Apa kamu mahasiswa?” tanya Fahima.
“Tidak. Aku adalah pengusaha,” jawab Jordan.
“Hm, kamu mirip seseorang.” Fahima melangkahkan kaki masuk ke dalam kawasan masjid. Dia membuka sepatu. Jordan mengikuti wanita itu.
“Apa kamu pendatang?” tanya Jordan.
“Ya, aku dari Bangka dan mengikuti pendidikan profesi guru di kampus Untirta,” jawab Fahima memperhatikan sekeliling.
“Kamu dari Bangka.” Jordan memperhatikan Fahima. Dia sangat terpesona pada kecantikan dan keramahan wanita itu.
Dua insan yang baru berkenalan itu menghabiskan waktu hingga selesai salat isya dan kembali ke Serang. Jordan sangat menyukai sikap ramah Fahima, belum lagi wajah cantik dan senyuman yang sangat menawan sehingga sangat sulit untuk dilupakan. Selama di taman, Jordan bisa melihat kebaikan di hati wanita berijab itu. Dia selalu membantu dan menolong orang yang ditemuinya dan berbicara dengan ramah, tidak peduli siapa pun. Menyapa tukang parkir, petugas kebersihan hingga pengemis.
“Ya.” Fahima menoleh dan tersenyum. Wanita itu duduk di pinggir kolam dengan air terjun buatan.
“Orang tuaku juga dari Bangka dan menetap di Jakarta.” Jordan duduk di samping Fahima.
“Oh, banyak keturunan Chines dari Bangka yang menjadi sukses di Jakarta,” ucap Fahima menyantuh air di kolam.
“Orang Bangka sangat ramah dan peduli sesama. Tidak pernah membeda-bedakan suku dan ras.” Jordan terus memperhatikan Fahima.
“Sudah Magrib. Aku salat dulu ya.” Fahima berjalan menuju masjid yang berdekatan dengan makam para sunan. Jordan melihat tubuh mungil yang semakin menjauh meninggalkan dirinya.
“Dia terlihat santai dan tidak khawatir sedikit pun.” Jordan tersenyum. Langit semakin gelap. Lampu-lampu taman mulai menyala memberikan warna biru yang indah. Semakin banyak para pengunjung yang datang untuk berfoto dan duduk santai di sana menghabiskan malam minggu bersama pasangan dan keluarga.
Ponsel Jordan berdering membuyarkan lamunan pria itu. Dia mengambil gawai yang tersimpan di saku celana dan melihat sebuah nama muncul di layar. Michael Hardianto, saudar yang angkuh dan sangat suka memerinta semua orang tanpa bantahan.
“Apa dia sudah kembali dari Bangka?” Jordan tersenyum dan menerima panggilan.
“Kamu dimana?” tanya Michael langsung.
“Banten, ada apa?” Jordan balik bertanya.
“Aku di Serang. Kemarilah!” perintah Michael.
“Tidak bisa. Aku sedang menemani bidadari cantik,” ucap Jordan.
“Apa kamu sedang pacaran? Tinggalkan saja wanita itu di sana. Dia bisa pulang dengan taksi,” tegas Michael.
“El, ini berbeda. Aku baru saja bertemu dengannya. Jadi, untuk hari ini berikan aku waktu.” Jordan tersenyum melihat Fahima yang berjalan ke arahnya.
“Terserah.” Michael memutuskan panggilan.
“Apa sudah selesai?” tanya Jordan.
“Ya.” Fahima tersenyum.
“Apa kamu sudah mau kembali ke Serang?” Fahima duduk di samping Jordan.
“Tidak perlu tergesa-gesa. Aku sudah mematikan aplikasiku.” Jordan tersenyum.
“Terima kasih.” Fahima menoleh pada Jordan.
“Tidak apa. Sesama orang Bangka.” Jordan memperhatikan patung jodoh dan gantungan kunci daun semanggi.
“Di mana kamu dapatkan boneka kayu ini?” tanya Jordan menyentuh patung lelaki di tas Fahima.
“Aku menemukannya dan entah mengapa selalu ku bawa walaupun berganti tas.” Fahima tersenyum.
“Dimana pasangannya?” tanya Jordan lagi.
“Aku tidak tahu,” jawab Fahima.
“Aneh.” Jordan memperhatikan patung jodoh di gantuangan tas Fahima.
“Permisi, apa mau foto pasangan? Satu kali langsung jadi dengan harga lima ribu rupiah,” ucap seorang pemuda.
“Tidak. Terima kasih,” tolak Fahima.
“Apa kamu mau berfoto dengan ponsel? Aku akan membantu?” tanya Jordan.
“Tidak.” Fahima tersenyum.
“Aku mau jalan-jalan.” Fahima beranjak dan berkeliling. Jordan mengambil foto wanita itu dengan ponselnya secara diam-diam.
“Apa kamu masih lama berada di Serang?” tanya Jordan mengikuti Fahima.
“Lumayan. Kurang lebih dua bulan,” jawab Fahima.
“Jika masih butuh sopir kamu bisa menghubungi nomorku,” ucap Jordan dan tersenyum.
“Apa boleh seperti itu?” Fahima tersenyum lucu. Senyuman manis yang menampilkan gigi tersusun rapi. Pesona luar biasa dari seorang wanita yang membuat jantung kaum adam berdetak cepat.
“Manis,” gumam Jordan pelan.

Book Comment (125)

  • avatar
    Aniie Purwanty

    kapan lanjutannya ya ka? udh nungguin lama ini 🥺🥺

    02/04/2022

      0
  • avatar
    AmzarAdam

    good

    11d

      0
  • avatar
    Oeng Skymo

    Seru bangat

    12d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters