logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

CHAPTER 5 - MADAM

Aku dan Rey terdiam melihat email terakhir dari Khandra. Dia menyuruh kami pergi dari.. sini? Bagaimana dia bisa tahu kami ada di mana? Di mana Khandra sekarang? Apa jangan-jangan kita juga diikuti oleh orang lain? Aku keluar dari mobil dan mencoba melihat ke segala penjuru dengan mataku sendiri maupun dengan teropong. Hasilnya, nihil. Tidak ada satu pun orang atau mobil yang ada dan melewati kami, bahkan sedari tadi. Mobil Bartender itu pun sekarang sudah hilang dari lokasi TKP begitu aku mencoba melihat kembali. Rey hanya meneriaki ku untuk cepat masuk ke dalam mobil sejak aku dengan spontan keluar dari sana. Aku akhirnya mengikuti kemauan Rey dan segera masuk ke dalam mobil dengan hati gusar.
Kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke studio setelah tidak mendapati lokasi Khandra di mana-mana. Di perjalanan kembali ke studio, aku membaca chat Tia dari handphone Rey yang masuk bersamaan dengan email dari Khandra tadi. Dia memberikan catatan hasil forensik yang disampaikan oleh polisi tadi pagi. Isi dari hasil forensiknya adalah tidak ditemukan perlawanan dari korban, masih terdapat bau obat bius di daerah wajah. Diduga, korban menghirup obat bius dosis tinggi hingga tidak berdaya. Luka pada leher, memiliki luka tembus yang dalam dengan ukuran tebasan sepanjang 10 cm dari kiri ke kanan, dan menggunakan senjata tajam yang kemungkinan berupa pisau belati. Juga poin penting lain adalah terdapat retak tulang pada tempat ditemukannya kartu kanji.
Aku bergidik ngeri. Tidak pernah aku menyangka korban akan dibunuh dengan cara yang keji seperti itu. Di semua kartu yang polisi temukan itu pun, tidak terdapat sidik jari dari korban sama sekali, hanya ada bekas bercak darah dari korban. Tiba-tiba aku teringat sesuatu yang seharusnya aku tanya sejak awal.
“Rey, identitasnya apakah sudah diketahui?” tanyaku dengan mata masih melekat pada catatan forensik dari Tia, mencoba mencari apakah terdapat data mengenai identitas dari korban.
“Aku tidak tahu, bisa jadi sudah diketahui. Tidak mungkin keluarga korban tidak mencarinya, kan?”
“Bagaimana jika tidak?” tanyaku lagi, kini menatap Rey yang sudah terfokus pada jalan raya, setelah gagal mendapatkan info yang kuinginkan dari catatan Tia. Rey menghela napas, kesekian kalinya untuk hari ini.
“Rin, nanti sesampai di studio kita dengarkan lagi rekaman yang tadi aku bilang ke kamu bersama yang lain, bagaimana? Aku tahu kita harus mencari petunjuk dan juga mencari tahu apakah mereka saling terkait satu sama lain,” kata Rey tampak lelah dengan semua pertanyaanku, “Aku juga sudah meminta yang lain untuk membaca email terakhir dari Khandra.”
“Lalu apa kata yang lain?”
“Belum tahu, tapi aku bilang nanti akan kita bahas semua setelah kita berdua sampai di studio.”
Perjalanan pulang kami ini, menempuh waktu lebih lama karena ternyata saat kami memasuki jalan kota, waktu sudah memasuki jam pulang kantor. Kami menghabiskan waktu sekitar 3 jam hanya untuk sampai di studio kami. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam saat kami sampai di parkir gedung apartemen kami. Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, karena ternyata 9 jam telah berlalu sejak aku dan Rey pergi dari studio. Kami dengan segera naik menuju lantai studio kami dan mengadakan meeting dadakan begitu tiba di sana.
“Sebelum aku memulai rekamannya, aku harap kalian bisa fokus dengan suara dari rekaman ini. Karena suara narasumber itu agak kecil, walaupun aku telah mencoba menghilangkan suara gemerisik dari rekamannya.. Tapi seharusnya bisa terdengar kok.”
Yang lain tidak menjawab, tapi wajah mereka menunjukkan bahwa mereka telah siap mendengarkan suara rekaman itu. Rey menunjukkan layar laptopnya kepada kami yang sudah duduk rapi di kursi kami masing-masing di meja bundar ruang meeting. Rekaman itu mulai diputar.. terdengar suaraku yang sangat jelas, sedangkan suara Khandra...
-
“Banyak bzzt….krrzz..zzt yang meminta kejelasan dari kasus ini dan tidak sedikit yang meminta kasus ini dibuka lagi. Jika kamu zzzttt…bzztzskrrrr, sebenarnya kasus ini sering dibuka dan ditutup lagi bzzt….krrzz..zzt polisi seiring dengan banyak korban yang bermunculan. bzzt….krrzz..zzt orang berpikir pembunuh itu sudah tidak beraksi lagi, zzzttt…bzztzskrrrr setelahnya korban dengan kartu Kanji Jepang itu bermunculan kembali. Bahkan terkadang mayat bzzt….krrzz..zzt ditemukan setelah korban tewas beberapa hari, minggu, ataupun beberapa bul ssszzsttttt,”
“Apa keluarga korban tidak menaruh curiga pada polisi? Bisa jadi para polisi itu menutupi kebenarannya, Kak?”
“Aku tidak tahu. bzzt….krrzz..zzt polisi merasa kesal, marah karena bertemu dengan kasus yang sama. ssszzsttttt menemukan satu atau dua bukti yang itu pun tidak bisa menunjukkan bzzt….krrzz..zzt pelaku sebenarnya.”
“Hmm... selain kartu itu, apakah sama sekali tidak ada hal yang bisa menunjukkan bahwa memang pembunuh itu yang sengaja membunuh korbannya? Atau mungkin persamaan cara membunuhnya, gitu?”
“bzzt….krrzz..zzt tidak. Dia membunuh dengan banyak sekali cara. Pernah ditemukan bukti peluru yang menunjukkan dia memakai sena zzzttt…bzztzskrrrrga dia menggunakan seutas tali walau zzzttt…bzztzskrrrr dak pernah ditemukan, senjata tajam juga dan bahan kimia ssszzsttttt,”
“Kakak, apakah pernah mendengar di mana sekarang pembunuh itu berada?”
“Banyak sekali rumor yang simpang siur, zzzttt…bzztzskrrrr. Pernah aku mendengar dia bzzt….krrzz..zzt masih mencari korban lagi, bzzt….krrzz..zzt bilang dia sudah berhenti. Ada juga rumor ssszzsttttt dia sudah mati.”
“Jadi ada kemungkinan bahwa dia sudah mati?”
“zzzttt…bzztzskrrrr tidak yakin. Jika me bzzt….krrzz..zzt dia sudah mati, seharusnya...”
“Seharusnya?”
“Lupakan sabzzt….krrzz..zzt,”
-
Semuanya hanya bisa diam mendengarkan rekaman itu, termasuk aku dan Rey yang menatap ketiga rekan kami bergantian. Kami semua berada dalam pikiran kami masing-masing, karena semakin dalam kasus SS ini ditelusuri, semakin banyak hal yang tidak masuk akal namun sialnya semua itu benar-benar terjadi.
“Jadi.. Jika korban di bawah jembatan itu memang bukan SS, tapi dia adalah pembunuh dari tahun 1998 seperti yang Khandra katakan di email tadi.. Apakah itu berarti SS tidak hanya satu orang?” tanya Banyu memecah keheningan kami.
“Itu masih misteri.. tapi sebenarnya aku tadi juga berpikir demikian,” semua kini mengangguk setuju dengan perkataanku, termasuk Rey yang tadi hanya menganggapku melantur dengan kesimpulanku.
“Lalu, menurutmu apa yang bartender lakukan di TKP itu, Rin?” tanya Tia yang sudah terlihat menggigit jarinya, aku tahu dia takut, tapi dia juga cukup berani untuk mengikuti kami sejauh ini.
“Bartender itu sepertinya sedang mencari sesuatu, atau sedang melakukan sesuatu.. aku tidak tahu pasti, kami tidak dapat melihat dengan jelas, lokasinya banyak tertutup dengan pepohonan dan semak-semak.”
“Dia sendirian?” tanya Kayla melanjutkan rentetan pertanyaan mengenai apa yang kami lakukan selama 9 jam diluar sana.
“Iya, sejak dari bar lalu gedung perusahaan itu, hingga di TKP, tidak ada yang menemaninya.”
“Lalu, dari mana Khandra bisa tahu kalian ada di dekat TKP?” tanya Banyu. Aku dan Rey bertatapan dan menggeleng penuh kekalahan.
“Aku pikir dia ada di daerah itu juga, tapi aku tidak melihat ada mobil atau kendaraan lain yang mengikuti kami.. bahkan dengan bantuan teropongku pun aku juga tidak melihat ada tanda kehidupan lain.”
“Rin... Rey, bagaimana jika kita lapor polisi saja?” saran Kayla dengan suara yang sangat pelan, seperti berbisik. Kayla berbicara seolah dia takut aku akan marah dan menolak saran yang ia berikan itu, namun saran itu membuatku berpikir sejenak saat mendengarnya, “Aku merasa kasus yang kita tangani ini tidak beres, ini bukan lagi ranah kita untuk ikut campur.. kita hanya Vlogger, Rin.”
“Kita harus bertemu dengan Khandra sekali lagi sebelum berpikir ke sana, Kay. Dan lagi.... Dengan semua bukti-bukti yang entah dari mana bisa terkumpul sedetail ini, bagaimana jika polisi berpikir kita satu komplotan dengan mereka?” aku bersandar pada kursi ku dan memutarnya pelan, sedikit gelisah dengan arah pikiranku sendiri.
“Mereka siapa maksudmu?” Tia angkat bicara disela percakapanku dan Kayla yang semakin memanas.
“Para pembunuh itu.”
“Para?” tanya Kayla menekankan suaranya, “Tapi ini sudah di luar kemampuan kita, Rin! Sekarang saja sudah ada korban lagi, kamu lihat sendiri di berita, bahkan tanpa sengaja mengikuti entah siapa dia ke TKP! Bagaimana jika nantinya kita yang menjadi korban selanjutnya?”
Aku tahu itu, Kayla yang terlihat marah padaku saat ini pun tidak dapat aku salahkan.. Bisa jadi suatu saat nanti kami menjadi korbannya. Tapi berhenti sekarang bukanlah sebuah jawaban. Aku hanya bisa diam, sebisa mungkin mencoba untuk tetap tenang agar bisa memilih keputusan yang tepat, bagiku dan juga teman-temanku. Dari sudut mataku, gelagat Banyu yang berubah ketika dia terfokus pada tabletnya membuatku penasaran. Tiba-tiba saja dia berdiri dari kursinya dan keluar dari ruangan, Kayla dan Tia saling bertukar pandang, kurasa mereka pikir Banyu pergi karena tidak ingin mendengar keluhan-keluhan mereka lagi, tapi kini kami mendengar suara televisi menyala.
“Guys, coba lihat kemari...” kami berempat keluar dari ruangan meeting, terlihat Banyu yang hanya berdiri bersedekap di depan televisi yang menyala, “Rin, itu bukannya salah satu perusahaan yang tadi kamu minta informasinya?”
‘Perusahaan Pertambangan PT. AKUMA Akan Melakukan Perluasan Usaha Mulai Awal Tahun Depan’
“Sepertinya iya..” aku mengingat-ingat lagi perusahaan yang ada di gedung mewah tadi siang. Lalu mengecek handphone untuk memastikan apakah ada nama perusahaan itu di foto yang aku ambil. “Iya benar, itu salah satu perusahaan tadi siang.”
“Kay, apa kalian sudah menemukan informasi tentang ketiga perusahaan yang aku minta tadi?” tanya Rey pada Kayla. Kayla dan Tia mengambil laptop mereka dari ruang meeting dan menunjukkannya pada kami di ruang tv.
“Coba bacakan yang PT. AKUMA dulu,” pintaku pada Tia.
“PT. AKUMA itu perusahaan pertambangan yang bisa dibilang paling terkenal di kota ini. Anak perusahaannya ada banyak, dan banyak orang yang ingin bekerja di sana. Sejak menjadi perusahaan terbuka, PT. AKUMA ini semakin melejit perkembangannya, dan menjadi salah satu perusahaan terkuat dan menjadi icon di kota ini.”
“Ada info alamatnya?” tanyaku pada Tia.
“Ada, di gedung perkantoran Suri Business Center Lantai 20-30.”
“Berarti benar apa yang aku lihat tadi.”
“Apakah.. mereka ada hubungannya dengan kejadian ini?” tanya Tia.
“Aku belum tahu, Tia. Itu kan masih satu dari tiga perusahaan di gedung itu. Bisa jadi ada hubungannya, bisa jadi tidak. Jadi info tentang mereka ini bisa disimpan jika nanti bisa berguna untuk kita,” yang lain mengangguk mendengar penjelasanku.
“Tapi Rin, coba lihat deh!” Kayla menunjukkan layar laptopnya padaku, “Sepertinya kedua perusahaan yang lain itu juga ada hubungannya dengan PT. AKUMA.”
“Kedua perusahaan yang lainnya adalah anak perusahaan PT. AKUMA, tertera di keterangan perusahaan..” kata Banyu melihat profil kedua perusahaan yang lain di laptop Tia.
“Bagaimana bisa…?” gumamku.
“Rin, bagaimana jika malam ini kita berlima ke Ghost Bar malam ini?” saran Banyu memecah pikiranku, “Supaya kita bisa membuat keputusan lebih cepat.”
Aku menoleh ke arah Rey, Rey dengan cepat mengangguk setuju, “Oke... Kayla dan Tia mau, kan?” mereka saling bertukar pandang untuk beberapa saat, dan akhirnya ikut menyetujuinya.
-o-
Kami berada di seberang bar, aku dan Rey terdiam masih tak percaya dengan apa yang kita lihat. Bar ini sangat berbeda ketika malam hari. Tempat ini seperti di sihir, saat malam hari bar ini tampak “hidup” dan dapat dikunjungi, sedangkan di siang hari.. tidak lebih dari rumah kosong yang tak berpenghuni selama bertahun-tahun. Terlihat tidak banyak pengunjung yang datang ke bar malam ini. Hanya beberapa orang yang melewati mobil kami, lalu masuk melalui pintu depan bar. Kami masih di dalam mobil, tidak berbicara apa-apa, seperti takut hanya untuk memulai percakapan.
“Kita turun semua, kan?” tanya Banyu yang akhirnya angkat bicara.
“Lebih baik semua turun saja, kan kalian bertiga juga belum pernah bertemu dengan Khandra sama sekali, mungkin ada pertanyaan-pertanyaan yang kalian bisa tanyakan langsung ke dia,” tawarku.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, akhirnya kami pun memutuskan untuk turun berlima, karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 11 malam. Saat Rey hendak membuka pintu masuk bar, ada suara keras yang menyuruh kami untuk berhenti. Kami spontan menoleh ke arah suara tersebut dan mendapati wanita dengan pakaian gypsy yang sedang menatap tajam pada kami. Wanita itu berjalan cepat mendekati kami, Kayla yang tadinya berada di sebelahku pun mundur, berdiri di belakangku, tidak nyaman dengan tatapan wanita itu.
“Mau ke mana kalian berlima?” tanya wanita itu ketus.
“Kami mau masuk ke dalam bar,” jawab Banyu tidak kalah ketus.
“Tidak boleh! Kalian tidak boleh masuk ke dalam tempat ini! Malapetaka!”
Kami mundur dari pintu masuk, karena beberapa orang mencoba melewati kami, walaupun mereka tampak tidak peduli dengan keberadaan kami serta wanita itu. Banyu, Kayla dan Rey merasa tidak nyaman dengannya, mereka terlihat sangat defensif dengan kehadiran wanita tersebut, sedangkan Tia, tangannya sudah dingin dan semakin menggenggam tanganku erat.
“Anda sebenarnya siapa? Mengapa anda selalu melarang kami untuk masuk ke bar ini?” aku maju mendekatinya, mencoba mengintimidasinya, namun wanita itu hanya tertawa, tawanya sangat mengusik telingaku.
“Tempat ini terkutuk. Kalian harus pergi sebelum semuanya terlambat!” raut wajah wanita itu berubah, dia terlihat lebih menakutkan dari sebelumnya. Tia melepas genggamannya dan langsung menutup telinganya takut, tidak ingin mendengar dan melihat wanita itu. Dia mundur dan berlindung pada Kayla yang berada di belakangku.
“Jika anda memberitahu siapa anda, kami akan mengikuti ucapan anda,” aku memberikan senyum sinisku dan menyedekapkan tanganku. Aku merasa keempat temanku bingung atas ucapanku barusan, terutama Tia, dia menarik bajuku, memintaku untuk berhenti melakukan apa yang kulakukan sedari tadi, menantang wanita itu. Lalu, wanita itu berjalan maju mendekati kami, melihat wajah kami satu persatu dengan senyuman sinisnya.
“Hah! Ikut aku! Aku akan memberitahu kalian siapa aku.”
Wanita itu berjalan keluar pagar. Aku langsung mengikuti wanita itu tanpa ragu, sedangkan keempat rekanku yang lain mau tidak mau hanya bisa mengikutiku dari belakang masih dengan perasaan bingung.

“Rin, kita kan mau bertemu dengan Khandra. Mengapa kita malah mengikuti wanita itu?” tanya Kayla berbisik.
Aku tidak menjawabnya, dan tetap berjalan mengikuti wanita itu. Tidak lama, kami sudah berada di depan sebuah lorong kecil, wanita itu masuk ke sebuah pintu yang menghubungkan pada anak tangga besi, sepertinya pintu itu adalah emergency exit gedung rumah susun di depan kami ini. Tempatnya tidak terlalu menakutkan seperti asumsiku, memang bukan termasuk gedung yang mewah, tapi tidak juga bisa dibilang gedung yang kumuh. Sangat.. normal. Kami menaiki anak tangga ini mengikuti wanita itu hingga dia berbelok dan berhenti di depan pintu kayu dengan cat hijau zamrud yang sudah mulai mengelupas. Terdapat satu ornamen yang menggantung di pintu tersebut, sebuah Dreamcatcher hitam dengan corak bulu berwarna oranye. Melihat ornamen itu, aku yakin ini adalah rumah dari wanita berpakaian gypsy itu.
“Welcome to my abode,” kata wanita itu membuka pintu rumahnya, mempersilahkan kami masuk. Kami masuk dengan penuh keraguan. Aku akhirnya masuk terlebih dulu, diikuti Rey, Banyu, Kayla, dan Tia secara berurutan. Wanita itu menyalakan lampu rumahnya, memperlihatkan keantikan isi rumahnya tersebut.
Aku mengamati dengan cepat isi rumah wanita ini, terdapat satu ruang tengah besar yang menghubungkan ke semua pintu ruang yang terlihat oleh mataku. Di mana, di setiap pintu tertutup oleh tirai pernik dan ornamen gantung yang berbeda-beda. Rumah ini tidak besar tapi juga tidak kecil. Namun, untuk ditinggali hanya oleh satu orang kurasa sudah cukup besar, dan sepertinya wanita ini memang sangat menyukai hal-hal berbau gypsy. Banyak pernak-pernik dekorasi yang sangat khas oleh kaum gypsy seperti yang pernah aku cari tahu di internet dulu.
Ruang tengah tempat wanita itu berdiri sekarang, memiliki meja bundar rendah di tengah ruangan dengan satu bantalan kursi besar berwarna hijau zamrud. Di sisi kiri meja tersebut, terdapat bola kristal dan tumpukan kartu di atas taplak meja berwarna merah gelap itu. Lampu gantung di atas meja tersebut menggantung rendah dengan cahaya remang. Aku mengikuti gerak wanita itu yang membuatku semakin melihat detail-detail kecil yang membuat bulu leherku berdiri. Patung-patung berbentuk aneh, tengkorak-tengkorak dengan hiasan-hiasannya, lilin-lilin di dalam kotak kaca, dan botol-botol dengan cairan berwarna-warni. Aku semakin berpikir bahwa mungkin wanita ini adalah seseorang yang berhubungan dengan hal-hal mistis.
Aku mencoba kembali fokus pada wanita tersebut, dan sudah terlihat bantalan-bantalan kursi kecil yang memiliki warna yang berbeda-beda kini sudah mengelilingi meja tersebut, jumlahnya tepat lima buah. Indra penciumanku menangkap wewangian aromaterapi. Alunan musik juga terdengar di telingaku, wanita itu memutar lagu yang tidak aku kenali, namun lagu itu seperti mengelilingiku dan juga bau aroma dupa ini terasa menggenggamku erat.
“Duduklah anak-anak muda!” kata wanita itu yang kini sudah duduk terlebih dahulu di bantalan kursi besar miliknya yang berwarna hijau zamrud itu. Kami akhirnya duduk di bantalan kursi kecil yang telah ia siapkan, melingkar mengelilingi meja yang berada di tengah ruangan. Aku berada di tengah tepat berhadapan dengan wanita itu, Kayla dan Tia di sebelah kiriku, Rey dan Banyu di sebelah kananku. Dia juga sudah menyiapkan minuman untuk kami di tengah meja tersebut, dengan gelas dan cangkir yang berbeda-beda bentuknya. “Silahkan diminum, aku tahu kalian pasti lelah berjalan mengikutiku.”
“Tidak, terima–”
“Wah! Aku juga punya cangkir ini dirumah!” suara ceria milik Tia tiba-tiba memotong ucapanku, membuat seisi ruangan menoleh ke arahnya.
“Tia, sst” Kayla yang melihatku mengernyitkan dahi langsung menyenggol Tia yang duduk di antara kami berdua, menyuruhnya untuk segera diam.
“Tidak, terima kasih.” ucapku kembali.
“Tenang saja, itu hanya air biasa. Aku tahu kalian lelah, karena itu aku menyuguhkan kalian air, itu saja.”
Dia tersenyum, namun senyumnya berbeda dari apa yang kami lihat sebelumnya, hanya senyuman biasa tanpa tekanan dan ancaman. Aku menoleh ke arah temanku yang lain dan mereka hanya mengangguk. Mereka memang terlihat lelah, karena kami tidak menyangka akan berjalan sejauh itu. Akhirnya, aku mengangguk menyetujui mereka dan ikut meneguk air dalam cangkir tersebut, dan ini.. memang hanya air biasa. Mungkin aku terlalu paranoid akan hal seperti ini.
Aku melihat ke arah wanita di depanku ini yang hanya memandangiku tanpa berkedip sekalipun di setiap tegukan air. Merasa tidak nyaman dengan tatapannya, segera ku habiskan minumanku dengan cepat.
“Aku bisa melihat bagaimana kalian telah terperangkap di dalam jaring mereka,” ucapnya begitu aku menaruh cangkirku di meja.
“Sebenarnya anda siapa? Mengapa anda melarang kami untuk datang ke bar itu?” tanyaku masih agak kesal karena wanita ini tiba-tiba saja ikut campur dengan urusan kami, namun masih berusaha tetap bersikap tenang.
“‘Madam’.. panggil saja aku ‘Madam’,” wanita itu melipat tangannya di meja dan duduk tegap membenarkan posturnya, Apa kalian tahu tempat apa sebenarnya bar yang sering kalian kunjungi itu? Aku sering melihat kalian datang ke sana.. Tapi apakah kalian juga pernah punya pikiran mengapa banyak sekali orang di dalam sana, tetapi jalanan di depannya tidak terasa ramai sama sekali?”
Tia yang berada di sampingku menggenggam erat bajuku. Rasa takutnya pasti sudah kembali lagi.
“Kalian tidak akan bisa membedakan dengan mata kalian sendiri. Kehidupan dan kematian itu sangat tipis perbedaannya. Dan bar itu... adalah bar terkutuk di kota ini.”
“Apa maksud madam? Bar yang terkutuk? Kami tidak akan bisa membedakan apa katamu?” tanya Banyu meninggikan nada suaranya, “Anda ingin kami memercayai kata-kata itu begitu saja? Jangan melantur,” Wanita itu hanya membalasnya dengan tertawa sangat keras.
“Haah.. Kalian boleh tidak percaya pada semua yang aku katakan, tapi kalian harus berhenti, sekarang juga,” wanita itu menggebrak meja di depannya setengah berdiri, mengejutkan kami semua dengan apa yang dilakukan oleh wanita itu. “—kalian dalam bahaya.”
“Apa yang madam tahu tentang mereka semua?” tanyaku dengan tenang, mencoba memancing informasi lebih dari wanita itu. Madam menatapku dengan tatapan yang aneh. Dia kembali duduk tenang di posisi sebelumnya dan aku bisa melihatnya menyeringai walau hanya sekejap ia tunjukkan.
“Kalian bukan tandingan mereka, itu saja yang perlu kalian tahu,” kata Madam santai, tiba-tiba dia berdiri dan berjalan ke arah pintu masuk, membuka pintu itu lebar, “Lebih baik kalian segera keluar dari sini dan kembali pulang. Jangan pergi ke tempat itu lagi, dan kalian.. harus menuruti ucapanku kali ini.”
Kami pun akhirnya keluar dari rumah Madam. Aku menarik napas panjang, dan menghembuskannya pelan, menenangkan diri. Bukan tandingan mereka? Tahu apa dia tentang kemampuan kami? Aku menjadi ragu dengan ucapan madam yang menyuruh kami untuk berhenti melakukan semua ini, dan aku semakin penasaran apa yang Madam ketahui tentang Ghost Bar. Aku sangat yakin dia tahu sesuatu tentang Ghost Bar itu.
“Benar kan, Rey. Kita memang harus lapor polisi segera!” kata Kayla agak berbisik pada Rey. Namun, aku dapat mendengarnya dengan jelas, “—ini sangat berbahaya untuk kita semua.”
Aku berhenti dari langkahku dan berbalik menatap teman-temanku yang berjalan di belakangku, Rey hanya menatapku sekali dan kemudian melemparkan tatapannya pada yang lain. Aku berpikir, jika kami berlima tidak bertemu dengan Khandra setidaknya sekali lagi saja, kami tidak akan menemukan jawaban yang kita harapkan.
“Baiklah, jika kita tidak dapat bertemu dengan Khandra besok atau lusa, aku setuju untuk melaporkan ini semua pada pihak yang berwajib,” ucapku pada mereka, aku yakin mereka tidak melihatku mengepalkan tanganku, karena aku sangat berat hati mengucapkan hal ini.
“Benar, Rin? Yakin?” tanya Kayla, tergambar sedikit senyuman berkembang di wajahnya.
“Iya, aku yakin. Sekarang yang terpenting adalah kita kembali pulang,” ucapku kembali berjalan menuju lokasi mobil kami berada, Aku yang akan menghubungi Khandra.”
-o-
Haruskah aku mengirim email pada Khandra malam ini, atau besok pagi saja di studio? Itu yang aku pikirkan sejak aku sampai di rumah. Aku merasa bimbang, aku ingin bertanya tentang apa sebenarnya bar tempat kami bertemu itu, dan mengapa ada orang seperti Madam yang dengan vokalnya melarang kami untuk ke pergi ke bar itu. Lalu, mengapa bartender itu berada di TKP siang ini, dan apa yang sebenarnya dia cari di sana? Apakah ketiga perusahaan di gedung itu memiliki hubungan dengan kejadian pagi ini? Banyak sekali pertanyaan yang muncul di otakku hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengirim email kepada Khandra malam ini juga.
REPLY TO : N1
SUBJECT : SS
Kami ingin bertemu, bisakah kita bertemu dengan kakak secepatnya? Kami memiliki banyak sekali pertanyaan tentang kejadian hari ini. Kapan kakak bisa kami temui?
Sambil menunggu jawaban dari Khandra, aku membaca berita-berita yang berhubungan dengan PT. AKUMA. Perusahaan ini memang sangat terkenal di kota ini, dan aku juga tahu jika banyak sekali orang yang ingin bekerja di sana. Aku mencoba mencari berita buruk dan negatif yang berhubungan dengan perusahaan ini. Namun, tidak ada satu pun berita buruk dari mereka. Perusahaan yang bersih dan sukses. Mungkin ada beberapa rumor tapi bahkan buruh-buruh mereka sendiri yang menepis semua rumor saat ada wartawan yang meminta mereka untuk interview. Perusahaan yang bersih dan tidak ada hal buruk sekalipun? Mana mungkin.
“Tapi.. Bisa saja mereka memang tidak ada hubungannya dengan kejadian tadi pagi..” ucapku pelan pada diriku sendiri. Tapi menurutku, semakin bersih berita di luar, berarti ada yang tidak beres dengan perusahaan itu. Aku akan tetap memasukkan perusahaan ini dalam daftar mencurigakan dan perlu diselidiki. Aku mencoba mengecek email ku lagi, mungkin saja sudah ada balasan dari Khandra. Di saat aku pikir pesan masukku kosong, tiba-tiba ada sebuah email masuk.
REPLY TO: ARINDA NAVY
SUBJECT: SS
Besok, di jam yang sama, di tempat yang sama.

Book Comment (46)

  • avatar
    AuliaSela

    ceritanya bagus bangetttt tapi kenapa gak pernah up lagi

    20/07

      0
  • avatar
    aryaalif

    Sigit rendang

    12/06

      0
  • avatar
    Jack Andrew

    iloveyou

    24/12

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters