logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part 5. Karena keadaan yang telah mendesak akhirnya Anin dan Reivan menikah kontrak. Nenek Zyl datang secara mendadak ...

Lunar pun membuka pintu kamar dan melempar senyum kepada Anin.
"Selamat malam Non Anin," sapa Lunar.
"Malam Bu Lunar," sahut Anin membalas senyum.
"Nyonya dan yang lainnya, sedang makan malam. Nyonya menyuruh saya untuk menjemput Non Anin," jelas Lunar mengajak.
Mendengarnya, Anin nampak tersipu malu. "Bu Lunar, apa Tuan Reivan juga ikut makan malam?" sembari menunduk.
Lunar tertawa kecil mendengar pertanyaan Anin. Ia menatap Anin begitu lekat. Entah kenapa setiap kali memandang wajah Anin. Ia teringat dengan sosok buah hatinya dulu. Andai saja, Lunar masih bersama gadis itu, mungkin ia sudah seusia dengan Anin. Masa lalunya yang kelam, membuatnya terpaksa meninggalkan putri dan suaminya. Karena fitnah keji dari seseorang. Dan ia di usir oleh mertuanya sendiri.
"Tuan Reivan, juga ada Non," sahut Lunar terkekeh.
Anin menjadi semakin malu. Pipinya merah bersemu.
"Ya sudah, ayo kita keluar! Nanti Nyonya marah karena terlalu lama menunggu," ucap Lunar lagi seraya menggandeng tangan Anin.
Anin pun menurut, dan ia ikut berjalan menuju ruang makan bersama dengan Lunar.
Di ruang makan.
Anin nampak canggung dan kikuk. Karena semua yang ada di depan meja makan kini tengah memandang ke arahnya. Sepertinya mereka telah lama menunggu. Dan Lunar, ia kembali pamit ke dapur. Untuk mengerjakan tugas rumah yang belum selesai.
"Maaf telah membuat kalian menunggu," ungkap Anin tak nyaman.
"Tidak apa - apa sayang, mari duduk lah! Ikut makan bersama kami," ajak Nyonya ramah.
Anin mengangguk. Ia menarik kursi yang ada di depan meja makan dan mendudukinya. Dan, makan malam pun di mulai. Semuanya dengan tenang, menyantap hidangan masing - masing. Usai makan malam, seperti biasa Reivan dan Tuan besar akan kembali ke kamar untuk istirahat. Namun saat itu Nyonya mencegatnya. Wajahnya terlihat sangat serius. Seperti ada hal penting yang ingin ia sampaikan.
"Ada apa Mah?" tanya Reivan nampak keberatan.
Sementara Tuan besar hanya diam. Ia nampak tenang dan patuh. Ia paham betul dengan sifat istrinya itu.
"Ada hal penting yang ingin Mamah bicarakan," sahut Nyonya sungguh - sungguh.
Nyonya menghela nafasnya dan menghembuskannya perlahan.
"Dua minggu lagi. Nenek akan berkunjung ke sini. Karena pengobatannya tengah hampir selesai. Jadi, Mamah ingin mempercepat pernikahan kontrak Anin dan Reivan. Bagaimana? Apa ada yang keberatan …" ungkap Nyonya dengan sorot matanya yang tajam.
"Semuanya terserah pada Mamah. Papah yakin, Mamah selalu melakukan hal yang terbaik," sahut Tuan besar menerima.
Bagaimana dengan kamu Reivan, dan kamu Anin?" tanya Nyonya pada keduanya.
Reivan mengangkat kedua pundaknya dan mengangkat alisnya. terserah Mah," sahutnya pasrah.
Anin hanya diam, tak bergeming.
"Baiklah, Mamah rasa tidak ada yang keberatan. Kalau kalian semua sudah setuju. Mamah dan Lunar akan persiapkan semuanya. Esok lusa kalian akan menikah," tegas Nyonya menatap Anin dan Reivan.
Reivan beranjak dari kursi, ekspresi wajahnya nampak hambar. Ia meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju kamarnya. Tuan besar pun ikut menyusulnya, untuk segera beristirahat. Karena esok hari mereka akan bekerja.
Hanya ada Anin dan Nyonya yang tersisa.
Nyonya meraih tangan Anin, yang sedari tadi duduk di sampingnya. Ia menggenggamnya lembut. Anin yang menunduk, kini menatap Nyonya dengan senyum kilas yang diberikannya.
"Bagaimana perasaan Kamu?" kulik Nyonya.
"Sa_ya, saya biasa saja Nyonya, eh Mah," sahut Anin terbata.
Nyonya tertawa kecil melihat tingkah Anin. Lalu menatap Anin iba. "sekali lagi maaf atas perlakuan Reivan tadi siang terhadap kamu."
"Tak apa Mah, Anin mengerti," balas Anin maklum.
Nyonya benar - benar merasa bersalah dengan Anin. Terlebih lagi sikap yang di tunjukkan Reivan padanya. Reivan terlihat sangat acuh. Ia seperti tak memedulikan keberadaan Anin. Bahkan untuk mengenal Anin lebih jauh.
"Anin," ucap Nyonya lembut. Ia menatap Anin dengan penuh harap.
"Iya Mah," sahut Anin cemas melihat ekspresi wajah Nyonya.
"Pernikahan Kamu dan Reivan, akan segera dilangsungkan. Dan Nenek akan segera datang." Nyonya menghela nafasnya. "Ibu Saya sangat menyukai gadis yang santun dan mandiri. Dan Mamah yakin, kamu mempunyai kualitas itu. Tunjukkan semua itu nanti saat ia datang. Layani dia dengan baik!" tukas Nyonya penuh hayat.
Anin mengangguk, "Iya Mah, Anin mengerti."
Setelah pembicaraan itu. Anin dan Nyonya kembali ke kamar masing - masing, untuk segera beristirahat.
Dalam kamarnya. Reivan nampak gelisah. Berulang kali ia mencoba memejamkan matanya. Namun sia - sia. Malam itu ia tak dapat tertidur pulas.
Bolak - balik, ia merubah posisi tidurnya. Hingga akhirnya ia kesal dan melemparkan bantal ke arah dinding kamarnya.
"Huh! Kenapa harus seperti ini!?" teriak Reivan gusar.
Ia beranjak dari kasur. Dan duduk di tepian ranjang, serta mengacak - ngacak rambutnya.
"Andai saja Nenek tidak sakit, dan tidak meminta ku untuk segera menikah," gerutu Reivan kesal.
"Aku tak sanggup menghadapi semua ini. Kehadiran gadis itu benar - benar mengganggu hidupku," batinya emosi.
Tanpa terasa lusa tiba …
Dilangsungkan lah, pernikahan Anin dan Reivan. Pernikahan itu dilakukan seperti pernikahan siri. Hanya ada sebagian orang yang datang. Tanpa keramaian dan tanpa kemegahan. Setelah Anin dan Reivan menikah, mereka berdua menanda tangani surat kontrak. Yang isinya, setelah Nenek meninggal. Maka kontrak akan selesai. Dan kedua belah pihak bisa menjalankan hidup mereka masing - masing.
Selagi Nenek belum tiba. Kehidupan rumah tangga, Anin dan Reivan berjalan secara tidak normal. Mereka tetap tidur terpisah. Dan, hubungan mereka pun terlihat seperti tidak adanya ikatan.
Ada jarak yang begitu terjal di antara mereka berdua. Berulang kali, Anin mencoba untuk mengenal sosok Reivan lebih jauh dan berusaha mendekatinya. Namun percuma. Reivan tetap menjaga jarak darinya.
Siang itu, Nyonya terlihat gelagapan. Ia panik dan cemas. Bagaimana tidak, mendadak Nenek Zyl memberi kabar. Kalau dirinya kini tengah berada di bandara. Dan ingin segera di jemput oleh anak dan cucunya.
Di bandara …
"Ibu, mengapa tidak memberi kabar kalau mau ke sini? Ini mendadak sekali," ucap Nyonya pada Nenek Zyl.
Reivan, dan Nyonya kini telah berada di bandara untuk menjemput Nenek Zyl. Mereka berdua terlihat sangat khawatir. Terutama sang Nyonya. Karena Nenek baru saja melakukan perjalanan yang cukup jauh. Beruntung ia tidak sendiri, ada seorang pihak rumah sakit yang mengantarnya hingga tiba.
Dengan suara parau nya Nenek Zyl berkata, "Aku ingin memberi kejutan pada kalian. Aku sudah tidak sabar ingin bertemu dengan istri Reivan."
Mendengarnya, Nyonya menjadi terharu. Ia sempat menitikkan air mata. Semangat hidup Ibunya terlihat tumbuh kembali, setelah mengetahui Reivan sudah menikah. Namun jauh dalam lubuk hatinya ada rasa bersalah yang besar. Karena ia telah berbohong.
Setelah cengkrama pendek. Nyonya memutuskan untuk segera membawa Ibunya pulang ke rumah, ia sangat khawatir dengan kesehatan Nenek Zyl.
"Ya sudah mari kita segera pulang kerja rumah," tegas Nyonya sembari mengajak Nenek dan Reivan untuk segera masuk ke dalam mobil.

Book Comment (138)

  • avatar
    LimHyeRie

    akhirnya happy ending setelah menanti kelanjutan ceritanya

    09/04/2022

      0
  • avatar
    AbidinZainal

    gratis

    18d

      0
  • avatar
    Grace Onthoni

    mantap

    22/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters