logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Part 4. Amarah Reivan yang meluap serta usaha Nyonya yang berhasil meluruskan kesalahpahaman putranya.

Dengan langkah sedikit berlari, Reivan begitu bersemangat menuruni anak tangga. Ia ingin cepat - cepat sampai di halaman kebun bunga tersebut. Untuk segera menemui gadis yang dilihatnya. Raut wajah Reivan terlihat begitu kesal. "Keterlaluan! Apa yang dilakukan Pak Satpam di luar. Sehingga gadis itu bisa masuk, aku harus menangkap basah gadis itu!" ucap Reivan geram. Reivan lupa kalau gadis yang sekarang ia susul itu adalah, Anin calon istri kontraknya. Semuanya terlalu mendadak. Hingga ia tak ingat, kalau Ibunya sudah memberitahunya tentang Anin.
Reivan kini sudah berada di taman. Ia menatap Anin dengan sorot matanya yang tajam. "Hei! Kau sedang apa di situ …" teriak Reivan keras.
Suara tersebut mengejutkan Anin yang tengah ingin memetik satu tangkai bunga. Anin menoleh ke arah sumber suara tersebut. Betapa terperanjatnya ia, saat ini ada seorang pria tampan. Mengenakan tanktop berwarna cream dan celana training hitam. Sedang memandangnya dengan penuh amarah. Anin pun mengurungkan niatnya untuk memetik bunga tersebut. 
Reivan yang sedari tadi terlihat sangat marah. Berjalan menghampiri Anin. Ia berdiri di hadapan Anin, dan bersiap menghakimi gadis polos tersebut. 
"Apa yang Kamu lakukan? Siapa Kau? Beraninya masuk, dan memetik bunga tanpa izin! Kau mau mencuri …" ungkap Reivan beruntun dengan emosi yang begitu meluap.
Anin yang merasa di hakimi, sangat ketakutan. Dirinya mematung membisu. Tangan dan tubuhnya pun gemetar. Ia tertunduk lesu. Dan, tak berani balas menatap Reivan.
Melihat Anin yang begitu gugup, membuat Reivan mengira kalau Anin saat ini benar-benar tengah ingin mencuri. 
"Kenapa diam? Apa kamu merasa terciduk, hah!?" teriak Reivan kasar.
Dituduh mencuri, membuat Anin tak bisa tinggal diam. Ia tahu kalau pria yang tengah memarahinya kini telah salah paham. Anin pun berusaha untuk menjelaskan. "tidak Tuan. Saya tidak mau mencuri saya hanya_," ungkap Anin terhenti.
Belum selesai Anin berbicara, Reivan mencelanya kembali. "Lantas, kalau tak mencuri apa yang kamu lakukan di kebun bunga milik kami …" cerca Reivan dengan nada tinggi.
Karena terus-menerus di tuduh mencuri. Anin yang sedari tadi ketakutan, akhirnya meneteskan air mata. Ia menangis.
"Tidak Tuan, Saya bukan pencuri. Tuan salah paham …" ucap Anin tersedu - sedu.
"Alasan. Sudah jangan menangis! Sebaiknya cepat keluar dari sini ..." ucap Reivan tak percaya seraya meraih tangan Anin dan menyeretnya menuju ke arah pintu gerbang pagar.
Tangis Anin semakin menjadi. Ia berpikir, ia akan di usir dua kali. Ia pun berusaha memelas dan memohon. Sementara sang Nyonya yang sedari tadi beristirahat di ruang kamarnya. Menjadi terbangun, karena mendengar keributan dari arah luar. Karena rasa penasaran, ia pun segera keluar dari kamarnya. Tanpa memanggil Lunar terlebih dahulu. Ia merasa tak enak.
"Ada apa ini?" benaknya dalam hati seraya melangkah cepat.
Sesampainya di depan pintu rumah, betapa terkejutnya sang Nyonya. Yang menyaksikan putranya sendiri menyeret seorang Anin gadis sederhana nan lugu itu. 
Hatinya begitu tersayat, melihat Reivan yang memperlakukan Anin dengan sangat kasar. Melihat pemandangan yang kurang menyenangkan tersebut, membuat sang Nyonya menjadi geram dan bertindak cepat. Ia pun berteriak memanggil sang anak, "REIVAN!" panggil Nyonya memekikan gendang telinga.
Reivan dan Anin begitu kaget. Mereka berdua menoleh ke arah sang Nyonya, yang kini tengah berjalan menghampiri mereka. Karena Ibunya yang kini ada di tengah - tengah mereka berdua. Reivan pun segera melepas tangan Anin, sementara Anin masih terus saja menangis.
"Apa - apaan kamu Reivan, apa yang ingin kamu lakukan dengan gadis ini!?" teriak Nyonya begitu marah.
Reivan mengalihkan pandangannya, ia menggigit bibir bawahnya dan memasang tampang kecut. "Dia pencuri Mah!" ungkap Reivan yang kembali menuduh Anin.
"Tidak! Saya tidak mencuri Nyonya, Tuan salah paham," hela Anin dengan tangis yang kembali pecah seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Melihat Anin yang semakin bercucuran air mata. Menjadikan hati sang Nyonya begitu iba. Ia tak tega melihat Anin yang nampak sedih dan ketakutan. Meskipun terbesit dalam benaknya, apakah benar Anin ingin mencuri. Untuk memastikan hal tersebut, ia pun mengajak Anin dan Reivan untuk segera masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu, ketiganya kini terlihat berkumpul. Dengan suasana yang masih penuh ketegangan. Saat ini Nyonya tengah merasa malu dan cemas, atas perlakuan Reivan terhadap Anin. Ia takut Anin akan membatalkan semua rencananya.
Nampak jelas dari raut wajah gadis itu masih begitu sedih dan ketakutan. Anin sepertinya trauma. "Awal yang buruk," gerutu Nyonya dalam hati. Ia pun berusaha menghadapi masalah ini dengan sebijak mungkin.
Ia pun berusaha membujuk dan menenangkan hati Anin untuk mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, sehingga Reivan menuduhnya sebagai pencuri. "Anindya …" panggil Nyonya lembut. coba kamu jelaskan apa yang ingin kamu lakukan di taman?"
Reivan sedikit terkejut, Ibunya memanggil nama gadis itu. "Mamah tahu nama gadis itu, apa Mamah kenal?" batinnya bertanya.
"Saya hanya ingin melihat - lihat taman itu Nyonya," ungkap Anin sesegukan. Ia memang masih menangis.
"Bohong!" cela Reivan yang masih tak percaya dan tidak terima dengan pernyataan Anin.
"Tidak Nyonya! Saya berkata benar. Memang saya ingin memetik beberapa tangkai bunga dari taman tersebut. Saya ingin memetiknya karena saya ingin menaruhnya di kamar …" jelas Anin membela diri dan terus berusaha meyakinkan.
Nyonya yang sudah tak tahan dengan cercaan Reivan kepada Anin, akhirnya memberi tahu Reivan siapa Anin sebenarnya.
"Cukup Reivan, sudah cukup! Hentikan kemarahanmu. Tadinya Mamah berpikir untuk mempertemukan kalian saat makan malam. Tapi karena kesalah pahamanmu Mamah mengurungkan rencana itu," ungkap Nyonya dengan muka kesal.
Reivan mengerutkan keningnya. "Apa maksud Mamah?"
"Dia Anindya Putri. Gadis yang kamu tuduh sebagai pencuri ini, adalah calon istri kontrak kamu …" ungkap Nyonya bergejolak.
"Apa?!" sahut Reivan terperanjat.
"Ya, itu benar. Bukankah Mamah sudah memberitahukan mu kalau gadis itu sudah ada di rumah ini," sambung Nyonya kembali mengingatkan.
Reivan yang sedari tadi memasang tampang kecut, raut wajahnya kini berubah setelah mendengar pernyataan Ibunya. Ia nampak sangat malu. Ia menyadari kesalahannya, ia hanya bisa menggerutu, mengapa ia bisa begitu teledor. Sehingga ia lupa akan perkataan Ibunya. "Maafkan Reivan Mah …" mohon Reivan bersungut.
"Jangan meminta maaf pada Mamah. Minta maaflah pada calon istri kamu!" sambung Mamah dengan nada masih kesal.
Reivan menurut ia membujuk Anin agar mau memaafkannya. "Nona, maafkan Saya. Saya benar-benar tidak tahu kalau kamu ternyata calon istri kontrak saya," ungkap Reivan dengan wajah memelas seraya mengatupkan kedua tangannya di hadapan Anin.
Merasa suasana sudah mereda. Anin berhenti menangis, ia mengusap air yang ada di pipinya. Yang jatuh dari pelupuk matanya. Anin mengangguk - anggukan kepalanya, "Iya Tuan."
Reivan tersenyum begitu pun Ibunya, karena kesalah pahaman telah selesai. Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kamar masing-masing.
Di dalam kamarnya, Reivan begitu menyesali perbuatannya. Ia sangat malu dengan dirinya sendiri. "Seharusnya aku tidak bersikap kasar pada gadis itu," gerutu Reivan memaki diri.
"Aku harap dia benar - benar mau menjalankan rencana Mamah, kalau tidak aku akan merasa sangat bersalah", tukasnya lagi.
Selesai mandi, seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk. Anin mematut dirinya di depan cermin. Entah kenapa setelah pertengkaran hebat yang tadi terjadi, hatinya kini seolah berbunga. Anin merasa begitu bahagia. Tanpa ia sadari, senyum manis merekah di bibir tipisnya. Ia terngiang - ngiang sosok Reivan. Dirinya merasa begitu beruntung karena bisa dekat dan mengenal Reivan. Ada sesuatu yang bergetar di hatinya, kala ia mengingat calon suami kontraknya itu.
"Apa yang terjadi padaku? Mengapa perasaanku jadi seperti ini ..." gumam Anin dalam hati.
"Ah! Mungkin aku hanya terlalu senang," ungkap Anin menepis semua rasa yang ada di hatinya. Betapa lugunya ia, hingga tidak mengerti ada getaran cinta yang Anin rasakan.
Di saat Anin tengah terhanyut dengan bayang-bayang sosok Reivan. Tiba - tiba, terdengar suara ketukan pintu dari luar kamar.
"Non, boleh saya masuk?" tanya Lunar meminta izin.
Seketika khayalan Anin, pun menjadi buyar.
"Iya Bu, silahkan ..." sahut Anin dari dalam.

Book Comment (138)

  • avatar
    LimHyeRie

    akhirnya happy ending setelah menanti kelanjutan ceritanya

    09/04/2022

      0
  • avatar
    AbidinZainal

    gratis

    18d

      0
  • avatar
    Grace Onthoni

    mantap

    22/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters