logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Mengenang masa lalu Neneng

Bab 6 Neneng
Pov Adi
Kenapa Neneng belum menghubungiku? Apa dia lupa? Atau Neneng kehilangan kertas yang aku selipkan tadi. Aiishh, bodohnya diriku. Kenapa tidak aku catat saja nomernya dia. Masak iya aku harus minta pada Ridho? Tidak!! Harga diriku terlukai nanti. Habis nanti aku diolok-oloknya.
"Adi ambilin Ibu minum."
"Iya Bu."
"Adi ... Ibu gak suka kamu deket-deket sama Neneng." Ibu menuturkan keluh kesahya.
"Kenapa sih Bu?"
"Kenapa-kenapa! Dia miskin! Gak level sama kita. Paham kamu!" Ibu membentak denagan tekanan. Aku benar-benar terkejut.
"Kenapa harta yang jadi tolok ukur? Neneng baik, sopan dan pekerja keras. Adi yakin siapapun yang menikahinya akan senang dan bahagia." Entah mengapa aku malah membela Neneng.
"Dia jelek, hitam pula. IBU GAK SUKA!" Ibu menghina Neneng di depanku dengan suara tinggi. Tidak biasanya begini.
"Ah terserah Ibu saja."
Aku meninggalkan ibu sendiri dengan sinetronnya. Aku tidur di kamar, jam menujukan pukul 8 malam. Hpku berbunyi dan ada sms masuk, ternyata dari Neneng.
[Mas Adi, ini Neneng.]
[Dari mana aja Neng? Mas kira hilang nomernya Mas.]
[Abis diajakin mas Ridho ke salon, Neneng divermak kalo kata mas Ridho. Udah kayak celana jeans aja ya Neneng pake di vermak segala.]
Rasa hati memanas, Ridho selalu saja menjadi yang pertama bagi Neneng.
[Neneng udah makan?]
[udah Mas, Neneng buat kue nagasari. Kalo ada mas Adi pasti Neneng kasih.]
Aku tertegun dan terhenyak. Neneng masih saja memikirkanku, aku sungguh senang dengan pernyataannya itu.
[Ridho gak aneh-aneh kan Neng?]
[Enggak, tapi dia godain Neneng mulu hihihi.]
[Hah?]
[Dia Selalu bilang kalo mendingan Neneng jadi istrinya aja. Udah ketiga kalinya dia ngomong begitu, tadi disalon juga.]
[Jangan dengerin Neng yah. Dia resek anaknya.]
[Yaudah Mas yah, mas Ridho pengen dibikinin susu coklat.]
[Iya neng.]
Dasar Ridho, dia selalu saja godain orang. Memang sudah sifatnya. Aku tidak heran, jika dia begitu pada Neneng. Wajah tersipunya mungkin menjadi candu untuk Ridho. Aku menyukai Neneng, aku akan mengejarnya. Tidak kubiarkan Ridho berjalan mulus. Aku kirim sms ke Neneng, besok aku menjemputnya sekolah.
Dan dia mau, ahh Neneng masih memendam perasaanya. Dia mencintai dalam diam namun aku sudah mengetahuinya. Sebagai lelaki dewasa aku bisa merasakannya.
***
Cantika resign dari bank, dia serius meninggalkanku. Aku tidak ambil pusing memikirkannya, jika dia memang jodohku pasti akan kembali, jika bukan ya sudahlah. Sebagai seorang laki-laki aku hanya butuh kepastian dan rasionalitas.
"Di ... kau suka ya sama Neneng?" tanya Ridho.
"Enggaklah," bohongku.
"Baguslah kalo begitu, aku menyukainya."
"kenapa harus Neneng?" tanyaku.
"Dia sederhana dan aku mencintainya. Untuk laki-laki seperti diriku, aku hanya menginginkan hubungan yang harmonis," tegas Ridho.
"Huh alasan basi." Aku memilih untuk diam setelah percakapan yang membuatku kesal.
Aku akan menjemput Neneng pulang sekolah sekitar jam 5 sore karna dia ikut eskul PMR. Aku menunggunya, aku terpaku melihat perubahan yang dilakukan Ridho. Neneng nampak lebih bersih dan putih, ternyata kemarin ke salon dia make over Neneng. Bagiku sama saja, sama-sama manis.
"Mas Adi." Neneng melambai padaku, hatiku serasa menghangat dan senyum ini mengembang sebagaimana mestinya. Tetapi disana ada Ridho dan Neneng ditariknya.
"Loh Di ngapain kamu disini?" tanya Ridho.
"Ya aku jemput Neneng," jawabku.
Dahinya mengernyit tanda kecemburuan. "Kenapa? Aku yang menjemputnya!"
"Aku ingin mengajaknya makan, setelah itu aku antar dia ke tempatmu. Itu Nabila menunggumu, sambut saja kandungmu itu. Biar Neneng jadi urusanku."
"KAU!!!" Ridho marah.
"Mas Ridho boleh gak? Neneng ikut Mas Adi sebentar. Eh Nabila, aku keluar sebentar ya."
"Enggak boleh! Kamu itu pacar Mas Ridho! Ayo pulang sama Mas!" bentak Ridho dengan berteriak.
Semua tertegun atas ucapan Ridho, terlebih Nabila dia nampak shok dan langsung masuk mobil. Neneng kulihat dia biasa saja malah tertawa. Syukurlah dia mendengarkanku kemarin malam.
"Duh Mas Ridho nih hihihi, Neneng sebentar aja."
"Kalo aku telpon langsung pulang." Benar-benar Ridho ini, dia sangat protektif sekali dengan pelayannya.
Aku tidak tahu mengapa dia melakukan itu, mungkinkah dia serius dengan perkataanya tadi pagi?
Aku ajak Neneng main game di sebuah mall terkenal di kota kami. Dia nampak senang, melihatnya selalu tersenyum dan netranya berbinar-binar. Membuatku kian ingin menggapainya.
Dia bilang sangat suka di mall, walaupun hanya sekedar jalan-jalan.
Sejak kecil dia hidup susah dan sulit. Bahkan aku masih mengingatnya tatkala dia meringkuk menahan lapar. Ibuku membawanya ke rumahku, dia diberi makan. Entah apa yang diperbuat Neneng sampai-sampai ia tidak diberi makan. Bocah kecil kelas empat SD sudah membantu perekonomian keluarga. Tahu ibuku memberi makan Neneng, emaknya Neneng malah beradu mulut dengan ibukku. Diseretnya Neneng namun oleh ibukku diraihnya Neneng.
"Ya Allah Par itu anak kecil sabaran dikit napa sih! Jahat banget lu!" teriak ibukku.
"Ngasih makan anak orang, biar apa? Biar orang tau kalo lu bae!? Ha? Terus biar orang-orang ngira gua emak yang pecus urus anak!"
"Si Neneng masih kelas 4 SD lu suruh kerja, rapi kagak dikasih makan! Lu kalo kaga sanggup ngurusin anak, kasih ke gua aja sini!" bentak ibukku dengan tangan di pinggang.
"Maksud lu apaan ha? Gua gak sanggup? Mentang-mentang orang maya seenaknya aja lu ngomong!"
"Terserah lu dah. Minggir lu dari rumah gua. Neng emak lu stres."
"Kalo elu kagak bisa urus anak, Neneng sampe lu telantarin, gua laporin polisi lu. Biar mampus lu di penjara! Lepasin Neneng biar dia jalan sendiri bangsat!"
Emaknya Neneng pergi tanpa berkata apapun. Mengingat kejadian demi kejadian dimasa lalu dan melihat Neneng bisa senang dan senyum hanya karna hal sepele membuatku tersadar bahwa kita harus mensyukuri nikmat apapun yang telah diberikan-NYA.
Belajar dari Neneng, meski dia berasal dari kelurga broken home tapi dia tidak pernah menjadi manusia yang rusak.
Tidak seperti trend yang mabuk-mabukkan, narkoba, free sex dan lainnya. Menjadikan alasan broken home untuk menggilai dunia yang tak semestinya dijajak.
Stigma tentang anak broken home yang amburadul sungguh melekat di masyarakat. Itupun juga melekat di diri Neneng. Doktrin yang kuat sangat menjelaskan memang banyak anak di bawah umur, dewasa sebelum waktunya hanya karna embel-embel broken home. Lalu frustasi,depresi, kesepian, dan melakukan hal yang tidak pantas. Mereka itulah mental-mental lemah, sampah masyarakat.
Menyikapi secara dewasa hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tingkat intelektual yang tinggi.
"Neng, kamu beneran pacarnya Ridho?"
"Bukan, Neneng bukan pacarnya."
"Kok dia bilang begitu sih?"
"Ah iseng aja mungkin dia Mas, kenapa Mas?"
"Enggak apa, ayo kita pulang Neng."
Tak lupa kubelikan makanan ringan untuknya, dan kubelikan dia sepatu untuk sekolah. Dia menyukainya dan besok dia akan mengenakannya dengan senyum yang polos dia berkata seperti itu.
Aku mengantarnya sampai gerbang, namun Ridho sudah menunggunya dengan wajah yang bisa dibilang cemburu. Neneng say good bye padaku, aku pun menyapa Ridho. Tapi, Ridho menarik Neneng masuk kedalam. Aihh seperti anak kecil saja, nyatanya aku memang merebut kesukaannya.
Jangan khawatir tentang hidup yang gulita, masih ada juwantara yang menemani disetiap hembusan. Bagiku, engkau layaknya sabitah yang selalu jadi acuan dan tujuan. Asaku terhadapmu akan tetap.
***
*POV NABILA*
Memandang selesa swastamita, aku keluar sebentar. Apakah yang dikatakan kak Ridho untuk menegaskan bahwa aku tidak boleh lagi mencintainya?
Apakah Neneng hanya dijadikan kambing hitam? Apakah Kak Ridho memang benar serius?
Pilu, sepilu-pilunya.
Iris hazel miliknya mengeluarkan pesona nayanika. Bagi siapa saja akan tertarik padanya, entah dengan Neneng? Aku benci menjadi adiknya, apa bisa aku memutar takdir? Hanya Tuhan saja yang bisa menentukan semua yang ada di dunia ini.
Aku tidak akan mengganggunya lagi, aku akan bersikap layaknya seperti adik. Mungkin karsa ini akan bisa mengembalikan hubunganku yang rusak.
*
"Dari mana aja Nabila? Ayo makan dulu."
"Eh Neneng, aku abis main kerumah PACAR."
Sengaja aku tinggikan suaraku saat menyebut kata pacar, sebab kak Ridho ada di meja makan. Dia mendengarnya, aku tidak ingin makan berasamanya.
"Neng, bawain makanan ke kamar yah. Nanti kita cerita-cerita," bisikku pada Neneng dan kita tertawa geli.
Tidak mengecewakan makanan yang dibuat Neneng, dia memang pintar.
Aku menceritakan bahwa aku sekarang mempunyai pacar. Berharap agar dia menceritakan ini juga pada Kak Ridho.
Walaupun aku masih belum tahu siapa yang mau jadi pacarku. Dengan sifat yang tempramen sepertiku ini dan kelewat manja, apa ada yang bisa mencintaiku seperti Kak Ridho.
Aku bertanya pada Neneng, apakah dia suka sama kak Ridho. Dia bilang tidak, dia sudah ada orang yang dia sukai. Tapi, dia tidak mau memberitahuku. Aku asal tebak saja, mungkin kak Adi yang tadi jemput di sekolah.
"Pasti kak Adi ya? Ayo ngaku aja. Hahahha." Dia nampak tersipu malu, ah tebakanku benar.
"Sssttt, ya ampun Nabila mulut kamu itu, dia sudah memiliki tunangan." Neneng lesu.
" ... oh harapanmu tipis."
"Biarlah, aku mencintainya dalam diam seperti Zahra pada Ali," tutur Neneng dengan seulas senyum yang amat selesa bagai hatinya.
Mencintai dalam diam? Bukankah itu mesin pembunuh jiwa?
Apakah aku juga harus, mencintai dalam diam pada kakakku?

Book Comment (87)

  • avatar
    Renalda Uspessy

    luar biasa akhir cerita cinta yg penuh dgn suka duka tetapi d akhiri dengan suka cita.cerita nya keren nggak keliatan amatir . suka deh ✌️🌷

    29/12/2021

      0
  • avatar
    Nadratul Nadra

    bagus

    08/07

      0
  • avatar
    FatianahSiti

    sangat bagus

    05/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters