logo
logo-text

Download this book within the app

Berpisah

Bab 5
*POV Neneng*
Aku datang ke rumah mas Adi, niat hati mau berpamitan. Karna, mungkin aku tidak ke sini lagi. Dan yah dia langsung keluar dengan pesona di kanan kirinya yang menyelimuti, membuatku kian terpesona saja.
"Apa lagi!? Dasar! Dibilangin enggak ngerti-ngerti!" hardik Ibu mas Adi padaku.
"Cuman mau kasih pisang goreng aja Bu, buat mas Adi."
"Apa-apaan sih Bu." Mas Adi keluar. "Kamu jadi ke rumah Ridho?" tanyanya padaku.
"Iya Neneng mau berangkat, nih Mas pisang."
Aku memberikannya dan tanganku dipegangnya lalu diselipkan kertas, aku menggenggamnya dalam diam.
"SYUKUR DEH KAMU MAU KELUAR DARI SINI, JAUH-JAUH DEH KAMU. AMIT-AMIT KETEMU KAMU LAGI. HUH." Lagi-lagi menghardik.
"Saya pamit Bu, Mas."
"Hati-hati ya Neng"
Setapak demi setapak aku meninggalkan rumah mas Adi.
'Jangan, nengok Neng, jangan nengok,' ucapku dalam hati
Diriku tidak bisa menahan gejolak dalam rongga hampa di dalam ini. Aku memaksa tubuh ini untuk tidak menoleh.
Dan ....
Mas adi memanggilku dan meraih tanganku.
"Neng ... jangan lupakan Mas ya. Ehh maksud Mas jangan lupa sama kampung ini."
"Gak akan," ucapku sambil tersenyum.
Sementara mas Ridho sudah sibuk membereskan barangku untuk dimasukkan ke mobil. Jadi yang dia bilang orang itu, dia sendiri yang jemput aku. Aih dasar mas Ridho. Aku bersyukur sekali bisa bekerja di rumah mas Ridho. Aku gak akan capek lagi dan bisa fokus belajar. Pekerjaanya hanya membuat makanan untuk mas Ridho dan Nabila.
Sebelumnya aku pun sudah pamit pada emak dan bapak.
Sesampainya di rumah mas Ridho, aku pun terkagum-kagum dengan rumahnya. Wah benar-benar kaum genset. Memiliki kolam renang pribadi dan taman yang luas. Bak pangeran melihat mas Ridho dengan pesona rumahnya.
"Wah Mas rumahnya gede banget ya." Aku berdecak kagum.
"Ya makannya kamu nikah sama Mas, tar bisa jadi nyonya di rumah ini," ucap mas Ridho enteng.
Gak ada habis-habisnya dia godain aku.
"Ah Mas Ridho mah begitu mulu."
Dia hanya tertawa kecil dan menggiringku masuk ke rumahnya.
Nabila tinggal di rumah sebesar ini, dan dia tetap saja nampak low profile.
"Nah ini kamar kamu, hari ini kamu mulai kerja. Cepet bikinin Mas Ridho kue basah yang sering kamu kasih ke Nabila. Nanti taruh di dalam kamar Mas ya, itu kamar Mas. Oke?"
"Iya Mas."
Aku bertanya-tanya di manakah saudara Nabila yang sering ia ceritakan. Rumah nampak sepi dan hanya beberapa pelayan dan tukang kebun. Nabila, apa dia masih tidur, karna ini hari minggu.
Aku sedang mengaduk adonan tiba-tiba ada yang memelukku dari belakang.
"Neneng ah kamu datang juga," ucap Nabila sambil memelukku.
"Iya ... kamu baru bangun? Eh saudara yang kamu ceritain ada dimana? Aku penasaran loh."
"Loh bukannya tadi kamu ke sini sama kakakku?"
"Kakakmu? Mas Ridho?"
"Iya."
"Hehe maksud aku yang sering kamu ceritain itu loh."
"Aduh nyebelin deh kamu Neng, yaa itu kak Ridho. Aku cuma punya kakak satu yaitu kak Ridho."
Aku terpaku dan hanya senyum lebar pada Nabila. Aku tidak tahu harus bicara apa lagi tentang hal ini. Aku suruh Nabila mengantar kue nagasari ini ke kamar mas Ridho. Aku kembali ke kamar untuk menata bajuku kedalam lemari.
TOK.
TOK.
TOK.
Aku membuka pintu, dan ternyata Nabila dengan bibir yang mengerucut dan dia langsung tiduran di ranjangku yang masih penuh dengan barang-barangku.
Aku bertanya padanya kenapa dia bawa balik kuenya. Dia terlihat kesal dan jelas saja kakaknya tidak mau Nabila yang mengantar. Harusnya aku yang mengantar jelasnya. Alasannya karna aku yang kerja di sini bukan Nabila. Huh aku menepuk jidatku sendiri. Aku biarkan Nabila tidur di tempatku.
"Mas ... Mas Ridho?"
Tok.
Tok.
"Masuklah Neng."
"Eehhh ...."
"kenapa tadi Nabila ...."
"Biarkan saja dia, sini Neng aku kasih tau kamu. Nanti kita ke sini." Menunjukan di layar laptopnya.
"Itu 'kan salon mas, mau ngapain? Hihihi, Mas 'kan cowok."
"Yeee ... ini buat kamu, ayo cepetan mandi. Pake baju yang Mas beliin kemaren. Setengah jam lagi Mas tunggu dibawah."
"Nabila gak diajak Mas?".
"Gak usah."
"Lah kenapa?"
"Yaudah ajak dia."
Hubungan yang tidak bisa kupahami di antara mereka. Yang terjadi sungguhlah rumit, tidak bisa dijelaskan hanya dengan logika ataupun rasional manusia biasa. Aku paham dan aku mengerti apa yang terjadi.
Kehangatan dan kedinginan lalu kedinginan dan kehangatan. Tidak akan pernah ada titik temunya. Semua akan tersakiti seiring berjalannya waktu.
***
*Pov Nabila*
Aku bersiap-siap ketika Neneng berkata kak Ridho akan mengajak kami ke salon. Senangnya hatiku, setelah sekian lama kak Ridho mau keluar sama aku. Aku memoles make up semaksimal mungkin, agar kak Ridho suka.
Aku melihat Neneng dia sangat sederhana sekali, mungkin dia tidak pakai bedak seperti biasanya. Ah aku sangat mengaguminya, Neneng yang lugu dan dewasa.
Aku bergelayut di lengan kak Ridho. "Kak, ayo kita berangkat. Tuh Neneng juga sudah siap."
"Hish Nabila!! Apaan sih kaya begini?" Kak Ridho menangkap wajahku dan dihapusnya Make upku dengan sapu tangannya.
"Aaaaa Kakaaakkk ... kenapa sih?"
"Jelek!! Cuci muka sana! Cepet." perintah kak Ridho.
Aku menangis dan masuk ke dalam kamar, bahkan kakak acuh sekali.
***
*Pov orang ketiga*
"Heh Mas kenapa sih? Tuh lihat? Nabila menangis!" Neneng mengomel.
"Kamu di sini saja, Mas ke Nabila dulu."
Nabila meneggelamkan wajahnya ke bantal, dia sangat sedih sekali. Lelah hatinya, Nabila berpikir kakaknya nampak tidak senang didekati dirinya. Kakaknya berubah
.
Kak Ridho memasuki kamar Nabila, mungkin dia akan merayu Nabila adiknya.
"Nabila jadi gak ini? Jangan dikit-dikit ngambek dong. Keburu siang ini, kalo gak jadi ikut, kakak tinggal."
Nabila masih dalam posisi tengkurap, mendengar kakaknya Ridho berbicara seperti itu membuatnya tercekat dan tidak bisa bicara lagi. Tidak disangka, dingin sekali sikap Ridho ke adiknya.
"Nabila yaudahlah Kakak tinggal."
Kakaknya menutup pintu secara kasar, Nabila menangis sejadi-jadinya. Nabila tidak pernah mendapat perlakuan seperti ini dari kakaknya. Sebenarnya ada apa dengan kakaknya?
'Apa ini karna Neneng? Ah rasanya tidak mungkin! Neneng tidak akan mampu menggerakkan hati Kak Ridho. Demi apapun aku sungguh sakit hati layaknya seorang kekasih yang sedang bertengkar dengan pujaan hatinya,' batin Nabila.
Nabila keluar dan menatap mereka jalan tanpa dirinya.
'Aku tidak cemburu?Aku tidak cemburu?Aku tidak cemburu?' batin Nabila.
"Aaaahhh aku cemburu, aku sungguh mencintai Kak Ridho." Nabila berteriak.
"Apa dia jadi seperti ini karena malam itu aku mengungkapkan perasaanku?" Nabila bicara sendiri.
'Apa ini karena aku mengungkapkan perasaanku?' batin Nabila bergejolak.
Malam itu Nabila memberanikan diri bicara pada kakaknya Ridho tentang apa yang selama ini membuatnya gelisah juga resah. Nabila ingin tahu respon kakaknya Ridho seperti apa.
Nabila melihatnya di tepi kolam renang sambil menyeruput susu coklat kesukaannya. Nabila mendekatinya perlahan, dan kakaknya tahu kedatangan Nabila.
"Kenapa belum tidur? Sini." Kak Ridho meraih tangan Nabila dan menyuruh Nabila duduk disampingnya.
'Suasananya sungguh tepat jika akumengungkapkannya,' pikir Nabila.
'Jangan salahkan aku kak, jika aku mencintaimu,' batin Nabila.
"Kak? Misal Nabila bukan adik Kakak, apa Kakak akan naksir sama Nabila?"
"Emm gimana yah? Naksir? Kamu lagi suka sama cowok? Wah adik Kakak sudah besar ya?"
"Jawab dong kak"
"Iya iya Kakak akan naksir kamu. Kamu 'kan cantik, baik juga pinter."
Nabila terdiam sesaat.
"Kak?"
"Emmm."
"Aku cinta sama Kakak."
"Sama, Kakak juga cinta sama kamu."
"Maksud aku adalah cinta yang lain, bukan cinta adik kakak. Nabila menyukai Kak Ridho."
Ridho beringsut mundur dan pergi meninggalkan Nabila seorang diri. Dia tidak berkata apa-apa lagi. Nabila menyesal telah mengatakan itu semua. Tapi jika tidak, Nabila tidak akan tahan. Semenjak itu kak Ridho menjaga jarak dengan adiknya.
"Bagaimana ini? Aku tidak tahan harus merasakan sikap dingin kakak padaku! Aku harus apa?" gumam Nabila sendiri.
"Aku harus memperbaiki hubunganku dengan kakakku. Tapi, rasanya tidak mungkin akan seperti semula. Maafkan aku kak yang menodai hubungan keluarga ini." Nabila bicara sendiri dengan menatap cermin.
'Maafkan aku yang selalu mengagumimu, maafkan aku yang selalu menghayal tentangmu disetiap malam, maafkan aku yang bercumbu dalam lamunanku dan maafkan aku diam-diam mengintipmu tidur,' batin Nabila.
"Aku hanya bicara, kenapa engkau mengabaikanku.Aku hanya ingin kau tahu, tanpa ingin kau membalas. Tentu, itu benar ... bahwa. Hatiku mencintaimu. Netraku nanar memandang masa depan." Nabila sangat pilu.

Book Comment (87)

  • avatar
    Renalda Uspessy

    luar biasa akhir cerita cinta yg penuh dgn suka duka tetapi d akhiri dengan suka cita.cerita nya keren nggak keliatan amatir . suka deh ✌️🌷

    29/12/2021

      0
  • avatar
    Nadratul Nadra

    bagus

    08/07

      0
  • avatar
    FatianahSiti

    sangat bagus

    05/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters