logo
logo-text

Download this book within the app

Bab Tiga

Sekarang bukan hanya kepalaku yang sangat pusing, perutku tiba-tiba mulas karena merasa cemas. Apakah semua masalah yang Kak Deli timbulkan akan berdampak juga padaku?.
°°°KhaRa_Asha°°°
"Loh … ke sini aja, Rima! Bawa produknya ke rumah, Tante udah janji sama ibu-ibu tetangga yang ada di komplek sini. Apa dong alasan Tante nanti sama mereka, kalau tiba-tiba saja acaranya dibatalkan. Siapa tahu nanti ada yang tertarik juga beli produk jualan kamu," bujukku penuh harap.
"Waduh … gimana, ya? Rima takut, Tante! Mama bisa marah besar nanti, kalau tahu Rima tetap pergi ke rumah Tante!" tolak Rima tapi terdengar ragu-ragu.
Otakku berpikir keras, gimana caranya aku tetap bisa membantu Rima memajukan usaha onlinenya dengan promosi ke tetangga di komplek tempat tinggalku ini. Dua bulan lalu, Rima menjadi salah satu yang harus terkena dampak pengurangan karyawan di Perusahaan tempatnya bekerja.
Atas usulku, Rima mau memulai usaha berjualan online produk kecantikan dan kesehatan. Bahkan kali ini aku sengaja membuat acara rujakan biar tetangga mau datang, sangat tidak mungkin juga kalau dibatalkan tiba-tiba karena semuanya sudah ku siapkan sesuai rencana.
"Nanti biar Tante yang jelaskan lewat telepon ke Mama kamu, ya! Rima berangkat ke sini sekarang, tapi berhentinya jarak dua rumah dari rumah Tante. Yang warna orange cat rumahnya, oke?" Aku berharap Rima mau menuruti saranku, dan semoga Amel si Tuan Rumah bercat orange bersedia menolongku.
"Oke, Tante Dena. Bener, ya, nanti jelasin sama Mama! Semoga saja ibu-ibu tetangga Tante ada yang berminat dan mau membeli produk jualan Rima, Aamiin ….."
"Aamiin … Tante tunggu, ya! Hati-hati di jalan!" tegasku. Dalam hati berucap semoga niat baik ini dilancarkan dan dimudahkan, aamiin.
"Iya, Assalamu'alaikum!" Rima mengakhiri panggilan teleponnya.
"Wa'alaikumsalam …." Terdengar nada panggilan yang diakhiri. Aku memutuskan untuk langsung ke rumah Amel saja, bergegas mengganti daster dengan gamis biru tua kesukaanku tak lupa hijab instant warna senada.
Saat baru saja keluar dari kamar, ku lihat di ruang keluarga tak ada Nisa. Melangkahkan kaki sedikit ke depan kamar Nisa, kemudian membuka sedikit pintu kamarnya yang ternyata tidak dikunci. Hanya ada Kak Deli di dalam kamar, di mana sih Nisa?.
"Assalamu'alaikum …." Ku kenali itu suara Nisa yang sedang dicari sedari tadi.
Suara Nisa mengucap salam terdengar dari arah teras rumah, pergi kemana dia siang-siang begini. Bahkan tidak ijin dulu seperti biasa kalau dia mau keluar rumah. Ku susul Nisa yang masih berada di teras rumah, dia duduk di kursi dan sepertinya sedang melamun. Satu tangannya menopang dagu, pandangannya seperti kosong menatap ke arah jalan di depan rumah. Tak biasanya Nisa seperti ini, sehari-harinya dia selalu riang ceria dan gembira.
"Wa'alaikumsalam! Dari mana, Nisa? Mamak cari kamu dari tadi, mana nggak bilang kalau mau pergi keluar rumah!" cecarku dengan tatapan heran.
"Nisa ijin kok sama Bapak. Waktu Nisa mau pergi keluar, kan, ada Bapak sama Bapaknya Imran di sini. Nisa tadi pergi ke rumah Lusi sebentar, ternyata Lusinya lagi pergi sama Papanya," celoteh Nisa dengan wajah masam.
"Oh, iya, ya? Tapi Tante Amelnya ada, kan? Kebetulan Mama mau ke sana nih, acara rujakan kita jadinya di rumah Tante Amel saja. Sekarang Nisa makan bareng Bapak, ya! Zio sudah duluan makan. Sekalian tolong bilang ke Bapak, Mamak pergi ke rumah Tante Amel sebentar," jelasku memberi pengertian pada Nisa.
"Iya ... nanti Amel boleh nyusul ke sana, kan? Menyebalkan nggak bisa masuk ke kamar Nisa sendiri!" gerutu Nisa. Aku jadi merasa bersalah, Kak Deli tak memperbolehkannya masuk ke kamar miliknya sendiri.
"Loh … kan besok Tante Deli sudah pindah ke kamar tamu, sabar, ya! Kalau sudah selesai makan, tolong langsung dicuci peralatan makannya. Jangan lupa sholat. Kalau mau nyusul Mamak, tolong sekalian bawakan 5 toples nastar sama 3 botol sirup yang di lemari dapur." Nisa berlalu tanpa menjawab, hanya anggukan kepala dan senyum tipis di wajahnya. Membuatku terdiam sesaat, rasa bersalah pada Nisa memecah konsentrasiku.
Astagfirullah … aku berusaha menguasai pikiran dan hati. Sekarang aku harus fokus tentang Rima terlebih dahulu, insya'Allah nanti malam akan ku ajak bicara lagi Nisa.
Ku percepat langkah menuju rumah Amel, begitu sampai di depan pagar, mobil yang biasa digunakan Rima berhenti tepat dihadapanku. Terdengar suara pintu rumah Amel dibuka, di depan pintu Amel memandang heran padaku dan juga mobil yang baru saja terparkir di depan rumahnya.
"Assalamualaikum … Amel," sapaku ramah.
"Wa'alaikumsalam … Dena mau ambil pesanan rujaknya, ya? Kebetulan udah selesai disiapkan, ayo masuk," ajak Amel padaku yang masih berdiri di depan pagar rumahnya. Sebenarnya aku sedang menunggu Rima yang masih berada dalam mobilnya.
Saat Rima keluar dari mobilnya, ku susul dia yang sedang melangkah menuju bagasi untuk mengambil barang bawaannya.
"Tunggu sebentar, Amel! Aku mau bantu Rima dulu mengambil barangnya. Nanti ada yang mau aku bicarakan sama kamu, Mel," terangku.
"Kalau begitu, sini aku bantu juga!" Amel mendatangi kami yang kerepotan membawa banyak barang, dia mengambil dua kotak barang dan membawa ke dalam rumahnya.
Aku dan Rima sudah di dalam ruang tamu Amel, barang-barang Rima pun sudah tersusun rapi di sudut ruangan. Ku lihat Amel hendak beranjak pergi dari ruang tamu.
"Mel … bisa bicara sebentar. Kamu kayaknya sudah paham, ya, jadi tanpa bertanya padaku langsung membantu kami membawa barang-barang ini masuk ke rumahmu?"
Amel tersenyum manis. "Kata Nisa kamu lagi ada tamu di rumah, jadi begitu melihat Rima keponakanmu bawa barang-barang ke sini aku langsung paham. Aku nggak keberatan kok kalau acara rujakannya pindah ke rumahku, kan masih ada waktu satu jam lagi buat siapin semuanya. Ayo ikut ke dapur, bantu aku, ya, Dena," ungkap Amel.
Aku mengikuti Amel ke dapurnya, kami mulai menyiapkan segala yang diperlukan. Sesekali kami saling mengobrol dan bercanda, sejenak terlupakan masalah yang sedang ku hadapi saat ini.
Aku dan Amel berteman akrab, usia kami hanya terpaut satu tahun. Kami mempunyai hobi yang sama, memasak dan makan. Anak-anak kami pun juga bisa saling akrab sama seperti kami. Terdengar deru mesin mobil berhenti di halaman rumah Amel, sepertinya Bang Lucky suami Amel yang datang.
Amel bergegas ke luar rumah, tak lama dia sudah kembali ke dapur membawa beberapa kantong belanja. Aku hampir lupa belum mengabari tetangga yang lain, kalau acara rujakannya pindah ke rumah Amel. Ku ketik pesan di grup aplikasi hijau di ponsel, masih ada waktu setengah jam lagi.
[Assalamu'alaikum, sebelumnya saya mau.minta maaf dan memberitahukan bahwa acara rujakan hari ini pindah ke rumah Amel. Terimakasih atas perhatiannya]
Tak lama ponsel ku berdenting terus tanda balasan dari grup apilkasi hijau. Ku baca satu per satu pesan balasan dari anggota grup komplek. Amel yang sedang berada di dekatku juga ikut membalas pesan yang ku kirim tadi, dengan senyum jahil ku senggol lengannya. Alhamdulillah, mereka tidak mempermasalahkan hal itu. Semoga niat baikku diberi kemudahan dan kelancaran, Aamiin.
Lusi datang dari arah pintu garasi, ditangannya memegang tas berisi botol sirup. Ternyata di belakang Lusi ada Nisa yang tangannya tampak kepayahan membawa 5 toples nastar di dalam kardus agak besar.
"Kamu langsung bawa semua tadi, ya, Nisa? Kasihan pasti kerepotan, maaf, ya! Harusnya kamu minta bantu Zio atau Bapak." Aku menggeleng-gelengkan kepala, nggak bisa ku bayangkan kalau botol sirup dan nastar itu berjatuhan di jalan saat Nisa memaksa langsung membawa semuanya.
"Repotlah Mak kalau Nisa harus balik rumah lagi, kan bisa langsung dibawa semua begini! Nisa mau ikut Lusi ke kamarnya, ya? Kalau Mamak nanti butuh bantuan, panggil aja Nisa, oke!" Nisa memamerkan deretan giginya yang putih, menggandeng tangan Lusi dan melangkah bersama Lusi keluar dari dapur.
"Oke, terimakasih sudah dibantu bawakan sirup sama nastarnya." Aku mulai mengeluarkan nastar dan sirup, hendak menata nastar dalam toples lebih kecil yang sudah Amel sediakan. Baru selesai satu toples yang ku isi nastar dan ingin menutupnya, Nisa datang dan tiba-tiba memelukku dari belakang.
Alhamdulillah toples kaca kecil itu terjatuh di pangkuanku yang sedang duduk di kursi plastik, aku mengurut dada karena sangat kaget dan takut memecahkan barang kepunyaan Amel.
"Sama-sama Mamak, boleh dong satu toples nastarnya buat Nisa sama Lusi," tanya Nisa tanpa rasa bersalah.
"Astaghfirullah … Nisa, kebiasaan banget suka kagetin Mamak begini. Iya, nih bawa aja. Bisa jantunganlah Mamakmu dikagetin terus" gerutuku dengan wajah masam.
"Hehehe … maaf, tapi Nisa tahu tadi Mamak lagi melamun, kan?" Nisa mengambil toples dari genggamanku, mencium pipiku dan berlalu menuju kamar Lusi.
Tahu saja Nisa apa yang Mamaknya rasakan, nanti malam aku harus menceritakan semuanya pada Bang Hasyim. Aku butuh pendapat dari suamiku, bagaimanapun ini adalah masalah besar. Harus dipikirkan dan dicarikan solusi yang terbaik, semoga Allah berikan jalan dan kemudahan untukku.
Bahu kiriku ditepuk pelan Amel, ternyata aku melamun lagi. Nggak bakalan selesai nih menata nastar dalam toples, Amel saja sudah siap menyajikan sirup lemon dan stroberi di atas meja.
"Melamunkan apa, sih? Kayaknya banyak banget yang dipikirkan, tinggal setengah jam lagi acaranya mulai, loh," seloroh Amel.
"Maaf, ya, Amel! Nanti kalau sudah waktunya pasti aku ceritakan, terimakasih sudah sangat perhatian dan selalu membantuku!" Amel mengusap bahuku pelan menenangkan, tangannya cekatan membantuku agar cepat selesai.
Ku letakkan toples-toples nastar di ruang keluarga Amel, karpet-karpet tebal dibentangkan. Satu meja panjang besar diletakkan di ujung ruangan, di atasnya sudah tertata rapi rujak beserta sambal, minuman dan camilan lain yang dibeli Amel tanpa memberitahuku. Aku sangat bersyukur bisa mempunyai tetangga sekaligus teman yang sangat baik dan berhati mulia seperti Amel.
Terasa getar ponsel di saku gamisku, Kak Deli mengirimkan pesan. Aku membacanya seraya menepuk dahiku, bergegas menuju rumah sampai lupa berpamitan pada Amel.

Book Comment (27)

  • avatar
    sri lestarinuning

    menarik...

    28/05/2022

      0
  • avatar
    adam albasoryFuzi

    bagus

    23/02/2022

      0
  • avatar
    NBella Puspita

    Semoga Bermanfaat jangan lupa baca buku ku juga ya nanti lagi otw

    03/02/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters