logo
logo-text

Download this book within the app

Bab Dua

Dering ponsel masih terdengar, kupercepat langkah menuju kamarku. Jemariku menggeser tombol hijau di layar ponsel, setelah sebelumnya pintu kamar ku pastikan tertutup rapat dan terkunci.
°°°KhaRa_Asha°°°
"Assalamu'alaikum …," Suara serak khas Bang Anto terdengar diseberang telepon.
"Wa'alaikumsalam …," sahutku sembari duduk di sofa dalam kamar.
"Sudah dibaca belum pesanku di aplikasi hijau, Dena? Harusnya Deli sudah ada di rumahmu, kan, sekarang?" Bang Anto seperti sedang mengintrogasiku.
"Baru saja selesai baca, Bang Anto sudah telepon. Alhamdulillah, Kak Deli sudah ada di rumah Dena sekarang," jawabku setenang mungkin.
"Kenapa kamu nggak menolak kedatangan Deli?" Nada suara Bang Anto terdengar seperti sedang kesal. Apa dia sedang kesal padaku?
Pertanyaan Bang anto terdengar sangat tidak masuk akal menurutku. Bagaimana bisa menolak Kak Deli yang ingin datang ke rumahku. Kak Deli hanya memberitahukan bahwa dia sedang dalam perjalanan, tak sedikitpun terlintas pikiran buruk atas kedatangannya yang begitu tiba-tiba.
Awalnya kupikir, mungkin dia akan datang bersama Bang Anto, atau anak dan menantunya. Ternyata dugaanku salah, Kak Deli hanya datang sendirian.
"Aku sudah hubungi Bapak tadi malam, setelah tahu Deli berangkat tanpa izin dariku. Bapak sangat kaget, ada pesan dari beliau yang harus aku sampaikan!" ungkap Bang Anto, suaranya terdengar emosi.
"Tu–tunggu sebentar, Bang! Dena nggak paham apa yang barusan Bang Anton sampaikan! Pesan yang tadi juga, Dena benar-benar nggak mengerti!" jelasku kebingungan.
"Sekarang dimana Deli? Tolong berikan ponselmu ke Deli, aku mau bicara! Dari tadi malam aku nggak bisa menghubungi Deli, sepertinya nomer ponselku di blokirnya!" resah Bang Anto.
"Tolong Abang jelaskan dulu, sebenarnya ada apa? Pesan apa dari Bapak yang mau Abang sampaikan?" tanyaku penuh rasa ingin tahu.
Bang Anto adalah suami kedua Kak Deli, mereka baru menikah dua bulan lalu. Aku turut serta menghadiri acara lamarannya waktu itu. Tapi saat pernikahan mereka tak bisa hadir, karena Nisa harus mengikuti lomba di sekolahnya.
"Deli nggak cerita apapun sama kamu, Den?" tanya Bang Anto.
"Nggak cerita apa-apa, Bang! Tadi malam Kak Deli menelpon Dena. Kak Deli bilang dia sedang dalam perjalanan ke sini, cuman itu! Dena nggak berani menyanggah atau bertanya, takut Kak Deli tersinggung dan marah. Saat sampai tadi, Kak Deli terlihat sangat tenang dan santai, seperti sedang tidak ada masalah apapun," jelasku.
"Kakakmu meminta cerai padaku! Aku ingin menyelesaikan semuanya baik-baik, tapi Deli malah pergi melarikan diri begini! Kemarin sore dia pulang ke rumahnya setelah kami bertengkar hebat, ku kira dia hanya ingin menenangkan diri sementara di sana," ungkap Bang Anto lantang.
Mataku membulat, kepalaku rasanya tiba-tiba sangat pusing. Kenapa tiba-tiba jadi begini, sebenarnya apa tujuan Kak Deli datang ke rumahku? Benarkah dia sedang lari dari masalah rumah tangganya?.
"Bisa kamu tolong bujuk Deli, kami berdua harus bicara!" desak Bang Anto.
"Bang Anto tenang dulu, ya! Kak Deli sedang istirahat di kamar Nisa, nanti biar Dena coba bicarakan ini sama Kak Deli. Tentang pesan dari Bapak, apa terkait masalah ini juga, Bang?"
"Baiklah, Den. Semoga Deli mau mendengarkan kamu. Soal pesan dari Bapak, kata beliau kamu harus bisa tega dan tegas meminta Deli untuk pulang kembali ke kampung. Agar masalah ini tak berlarut-larut, Bapak sangat malu pada keluarga besar di kampung." papar Bang Anto.
Ingin sekali rasanya bertanya lebih banyak lagi pada Bang Anto, tapi ku urungkan niat itu. Alasan apa yang bisa ku gunakan agar Kak Deli mau pulang ke kampung? Nanti saja ku minta bantuan Bang Hasyim untuk bicara lagi dengan Bang Anto.
"Maaf, ya, Den! Abang malah jadi mengganggu dan merepotkan kamu, hubungi Abang secepatnya, ya! Aku sudah nggak tahan menanggapi pertanyaan semua keluarga di kampung," keluh Bang Anto.
"Insya'Allah … Dena nggak merasa terganggu atau direpotkan, semoga masalah ini bisa cepat terselesaikan, ya, Bang! Aamiin …."
"Aamiin … Assalamu'alaikum!" Bang Anto mengakhiri panggilan.
"Wa'alaikumsalam …," jawabku. Terdengar nada panggilan terputus, ku buka kembali pesan dari Bang Anto sekedar ingin memastikan .
[Assalamu'alaikum Dena, Deli sekarang ada di rumahmu kan? Harusnya kamu menolak kedatangan Deli dengan alasan apapun, jadi dia nggak punya tempat untuk melarikan diri!]
Ku letakkan ponsel di nakas. Bismillah … kucoba menjernihkan pikiran dengan membaringkan badan di ranjang, tanganku memijat kepala yang tiba-tiba saja terasa sakit karena masalah Kak Deli.

Usia Kak Deli sudah lima puluh tahun, wajahnya cantik, tubuhnya langsing dan sangat terawat. Dari pernikahan pertama, Kak Deli dikaruniakan dua orang putra. Anak pertama bernama Bian, sudah menikah dan memberikan dua orang cucu untuk Kak Deli. Bian tinggal bersama di rumah Kak Deli, dia juga membantu Kak Deli mengelola usaha warung makan. Sedangkan anak kedua bernama Leon bekerja di kota, sudah menikah tapi belum memiliki anak.
Suami pertama Kak Deli meninggal dunia dua tahun lalu karena sakit, pernikahan dengan Bang Anto terjadi karena perjodohan yang dilakukan oleh saudara Bapak. Entah apa alasannya sehingga Kak Deli menerima perjodohan itu.
Awalnya aku mengira Kak Deli tidak akan mau menikah lagi, selain usianya yang sudah berumur, yang kutahu rasa cinta dan baktinya pada almarhum Bang Muhsin sangat besar. Saat mendapat kabar dari Kak Deli bahwa aku harus hadir di acara lamarannya, aku sangat kaget dan nggak percaya tapi hanya berani mengiyakan dan menuruti semua apa yang disampaikannya diseberang telepon.
Ternyata rasa gengsi dalam diri yang terlalu besar, seolah mengharuskan Kak Deli membuat acara layaknya lamaran wanita yang belum pernah menikah. Rumahnya dihias mewah, di depan rumah dipasang dua buah tenda untuk menampung semua tamu. Bahkan Kak Deli dirias oleh make up artist yang lumayan terkenal di kampungku.
Ternyata untuk acara pernikahan dilaksanakan lebih mewah lagi, aku tahu semua itu dari foto-foto yang dikirimkan Kak Deli setelah selesai acara resepsi pernikahannya. Ku lihat dari video yang juga dikirimkan, semua keluarga besarku begitu riang gembira menari mengikuti irama musik organ tunggal. Deretan makanan prasmanan tersaji begitu banyak dan menggugah selera melihatnya. Entah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan Kak Deli dan Bang Anto untuk acara itu.
Suara Zio mengucap salam terdengar dari arah pintu samping rumah memecah lamunanku, mungkin sudah selesai gotong royong dan pasti dia sangat lelah. Merapikan sedikit sprei yang bergeser dan menyalakan pendingin ruangan, juga menutup semua jendela kamar. Bergegas ke dapur untuk menyiapkan makanan.
Baru saja selesai menghidangkan makanan di meja makan, kulihat Zio keluar dari kamarnya. Wangi harum aroma sabun tercium sampai dihidungku, rupanya begitu datang tadi Zio langsung mandi
"Mak … lapar. Zio boleh makan duluan?" ringis Zio. Kedua tangannya meremas perut dengan ekspresi memelas.
"Bapak mana, Zio? Panggil Kak Nisa dulu, ajak makan bareng. Selesai makan, langsung sholat!" titahku pada Zio yang wajahnya kini terlihat begitu memelas.
"Bapak lagi ngobrol di teras sama Bapaknya Imran. Dimana Kak Nisanya, Mak? Zio capek banget nih, Mamak aja lah, ya, yang panggilkan," pinta Zio seraya duduk di kursi meja makan.
Baru selangkah aku akan beranjak mencari di mana Nisa berada, terdengar suara sendok dan garpu yang berjatuhan di meja makan. Zio tersenyum kecut menatapku, tangannya yang tak sengaja menyenggol tempat sendok kini terlihat sibuk membereskannya kembali ke tempat semula.
"Mak … Zio makan duluan, ya? Setelah makan mau tidur sebentar, soalnya nanti sore sudah janjian mau main sepak bola sama teman-teman," dalih Zio. Belum sempat aku menjawab, Zio sudah membuka tudung saji dan mulai mengisi piringnya dengan nasi dan lauk pauk.
"Sudah cuci tangan, belum? Mau kerupuknya, nggak? Kalau mau, ambil di lemari dekat kulkas, ya," tunjukku mengarah ke lemari dapur. Zio sangat suka makan kerupuk, makan apapun pasti selalu mencari kerupuk. Setiap hari, aku selalu memastikan stok kerupuk yang sudah di goreng tersedia di lemari dapur.
"Iya, Mak. Zio makan yang ada aja, udah lapar banget," sahut Zio sebelum memulai makannya. Senyumku mengembang melihat Zio yang begitu lahap makan.
Langkahku terhenti lagi, bergegas kembali ke kamar karena mendengar dering ponsel. Belum sempat menekan tombol hijau, panggilan masuk di ponselku sudah terhenti. Ku usap layar ponsel, tertera nama Rima di panggilan tak terjawab. Tak berselang lama ponselku kembali berdering, ternyata Rima lagi yang menelpon.
Rima adalah keponakanku, anak dari sepupuku Yuni. Rima juga tinggal di kota yang sama denganku. Aku baru teringat telah memesan salah satu produk yang dijual di toko onlinenya, sesuai balasan pesannya di aplikasi hijau kemarin, hari ini Rima berjanji akan mengantarkan produk itu ke rumahku.
"Assalamu'alaikum Tante Dena!" Salam Rima dengan suara riang diseberang telepon.
"Wa'alaikumsalam … Rima jadi mau datang ke sini, kan? Gimana produk pesanan Tante, sudah ada atau belum?" cecarku. Aku sudah membayangkan akan mencoba produk yang ku pesan dari Rima, karena wajahku mulai ada sedikit flek hitam. Semoga saja cocok dan kulitku semakin sehat setelah menggunakanya.
"Tante Deli ada di rumah, ya, Tante? Produknya besok Rima kirimkan pakai kurir aja, ya? Tadi pas Rima mau ke rumah Tante, Mama telepon ceritain sesuatu. Maaf, ya, Tante. Mama melarang Rima ke rumah Tante Dena, kata Mama nanti jelasin sama Tante lewat telepon," ungkap Rima.
Aku termenung sesaat, mencoba mencerna apa yang diucapkan Rima barusan. Sederet prasangka mulai terbersit di benakku, rasanya semakin aneh saja semua yang terjadi setelah kedatangan Kak Deli.
Kenapa Kak Yuni sampai melarang Rima ke rumahku, hanya karena Kak Deli ada di sini. Apa sih sebenarnya yang dilakukan Kak Deli di kampung, begitu banyak kah masalah yang dilakukan Kak Deli hingga dia harus melarikan diri ke rumahku?.
Sekarang bukan hanya kepalaku yang sangat pusing, perutku tiba-tiba mulas karena merasa cemas. Apakah semua masalah yang Kak Deli timbulkan akan berdampak juga padaku?.

Book Comment (27)

  • avatar
    sri lestarinuning

    menarik...

    28/05/2022

      0
  • avatar
    adam albasoryFuzi

    bagus

    23/02/2022

      0
  • avatar
    NBella Puspita

    Semoga Bermanfaat jangan lupa baca buku ku juga ya nanti lagi otw

    03/02/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters