logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 45 Kedatangan Andreas dan Jonathan

"Ngapain tangan lo itu, heh!" Bara menatap datar tangan Sasmitha.
"Ya, minta duit, lah!" Sasmitha menjawab dengan nada tinggi.
"Lah, sinting! Ternyata bacot doang yang gede, isi dompetnya angin semua," celetuk Satya geli yang langsung disambut dengan gelak tawa menggelegar dari Ratna.
"Hahaha ... Ngakunya sok jadi orang kaya, enggak tahunya kerjanya suka minta-minta," ledek Ratna yang masih tertawa geli.
"Heh, sialan lo!" seru Sasmitha murka yang ingin mencakar wajah Ratna, namun ditahan oleh Bara.
"Nih, gue kasih lebih duitnya," ucap Bara sambil menaruh lima lembar uang pecahan ratusan ribu.
"Oke, makasih, ya. Jangan lupa sama janji lo buat gue dua hari dua malam," ucap Sasmitha mengingatkan pada Bara. Setelah itu pergi melenggang begitu saja masih dengan gaya angkuhnya.
***
Lagi dan lagi kediaman utama milik Raden Sutawijaya mengalami kegemparan yang sangat luar biasa. Para pelayan dan bodyguard langsung dibuat kalang kabut mendengar teriakan dari petinggi bos mereka semua yang tidak lain adalah Raden Sutawijaya.
"Angga! Mana kandidat calon istri saya, hah! Saya sudah menunggu dari kemarin tapi kamu belum juga menemukannya!" teriak Raden berkoar-koar lantang menggema di dalam ruangan keluarga.
Angga yang menjabat sebagai asisten pribadi Raden, hanya bisa mampu menguatkan jantung dan telinganya.
"Maaf, Bos besar. Tolong sabar sebentar, saya sedang mengupayakan untuk mendata para kandidat calon istri Bos besar. Karena banyak yang mendaftar, maka saya butuh waktu tambahan, Bos besar," jelas Angga dengan sopan, meski dalam hatinya terus mengumpati Raden.
Mata Raden seketika berbinar. Ia pun langsung bangkit dari duduknya.
"Yang benar kamu, Angga?" tanya Raden menyelidik.
Angga hanya pasrah menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, saya memang berkata jujur dan benar," jawab Angga masih bisa sabar.
"Ya sudah, kalau banyak yang mendaftar. Maka saya saya akan menikahi tiga wanita sekaligus untuk menjadi istri saya," ucap Raden dengan lugas tak memperdulikan raut keterkejutan dari para anak buahnya.
"Bos besar enggak salah ngomong, kan?" tanya Angga ragu-ragu.
"Sejak kapan saya suka salah ngomong, hah! Mending kamu yang periksa telinga kamu itu, Angga!" semprot Raden yang kembali ke mode sewot bin nyebelin.
"Asu! Gue minumin lo racun baru tahu rasa lo!" maki Angga dalam hati.
Namun, kenyataannya Angga hanya bisa tersenyum lebar dengan terpaksa agar tidak kena damprat lagi dari Raden.
"Tapi, Bos besar. Emangnya tenaga Bos besar kuat untuk menggempur tiga wanita sekaligus? Ingat, umur Bos besar sudah tidak muda lagi," celetuk Angga, yang kembali tidak bisa mengontrol mulutnya itu.
"Angga!" Raden menggeram murka. Matanya yang melotot membuat tampang sangat Raden bertambah berkali-kali lipat.
"Kamu meragukan saya, hah! Asal kamu tahu, saya bisa saja menggempur lima wanita sekaligus dalam semalam!" sentak Raden yang menyombongkan dirinya sendiri pada Angga.
"Dih, percaya diri banget gila. Sudah bau tanah sok-sokan mau main kuda-kudaan. Kalau encok kambuh lagi baru dah ngeluh-ngeluh manja," cibir Angga dengan suara pelan dan kepala tertunduk dalam.
"Heh, Angga! Kamu ngomong apa, hah! Mau mencibir saya? Sini, ayo terang-terangan di depan wajah saya!" bentak Raden menunjuk-nunjuk wajah Angga menggunakan tongkat saktinya.
Refleks Angga menegakkan tubuhnya dan menggelengkan kepalanya tegas. "Saya enggak ngomong apa-apa, Bos besar. Mungkin mata Bos besar salah lihat kali," sanggah Angga cepat.
Kilatan mata tajam Raden terus menghunus tubuh. "Kelakuan kamu selalu saya awasi, Angga!" ucap Raden tegas.
Angga pun hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan. "Iya, Bos."
***
Di bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Ada dua orang lelaki tinggi dengan tubuh kekar sangat mencurigakan bagi seluruh pengunjung bandara tersebut.
"Tuan, apakah ada yang salah dengan penampilan kita berdua sekarang ini? Kok, mata mereka seakan ingin copot melihat ke arah kita berdua," bisik Jonathan pada Andreas, bosnya itu.
"Sssttt ... Kamu diam saja, Jo. Hiraukan mereka, jangan tatap mata mereka kalau kamu mau penyamaran kita berhasil," balas Andreas yang tatapannya masih tertuju ke arah depan.
Jonathan pun langsung mengikuti ucapan dari Andreas. Meski, sedikit-sedikit dirinya menengok kanan kiri.
"Jangan sampai penyamaran kita ketahuan, karena anak buahnya Kumbang Hitam tersebar ke seluruh penjuru Indonesia," ucap Andreas pelan memberitahukan pada Jonathan.
"Berarti jangkauan tangan Kumbang Hitam sudah sangat luas sekali ya, Tuan?" tanya Jonathan penasaran.
"Hem, jangan diragukan lagi, Jo. Musuh bebuyutannya pun akan dia cari sampai kelubang angin maupun lubang semut," jawab Andreas.
Mereka berdua pun akhirnya masuk ke dalam taksi yang sudah mereka pesan sebelumnya.
Di dalam mobil taksi yang mengarah keluar dari kawasan bandara. Mata tajam Andreas menemukan satu sosok yang sangat mencurigakan baginya.
"Lihat, Jo!" tunjuk Andreas pada orang gila yang bernamakan aneh duduk di dekat satpam penjaga Bandara.
"Itu, salah satu anak buahnya Raden. Mereka selalu berpenampilan aneh untuk tidak menarik perhatian. Tapi sayang, kali ini mereka salah. Karena, mana ada orang gila duduk akrab dengan satpam bandara itu," jelas Andreas, yang mengetahui kalau Jonathan belum mengerti maksud objek yang ditunjuk olehnya.
"Hah? Saya enggak salah dengar, Tuan? Kenapa Raden bisa berpikir seperti itu? Biasanya orang yang berpengaruh dalam dunia gelap maupun pemerintah, pasti mereka dengan terang-terangan mengumbar kejayaan mereka," ucap Jonathan, yang menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Itu lah salah satu kelebihan Raden. Mempunyai otak dan ide diluar nalar sampai sulit dimengerti oleh manusia seperti kita ini," balas Andreas masih menatap objek utama, meski jarak sudah sangat jauh terbentang.
"Bagaiman kalau kita mengikuti cara kepemimpinan Raden, Tuan?" tawar Jonathan yang membeberkan ide gilanya itu.
Andreas menggelengkan kepalanya tegas. "Saya masih sayang sama nyawa saya, Jo."
"Terus, sampai kapan himpunan kita maju bisa mengalahkan mereka, Tuan?" Jonathan menghela napasnya pelan.
"Semuanya pasti ada celahnya, Jo. Dan kita tunggu waktunya saja untuk turun tangan langsung."
"Saya sangat menunggu waktu itu tiba, Tuan."
"Saya pun juga sama, Jo."
***
"Sudah siap perlengkapan semuanya?" tanya Angga pada pada ajudannya.
"Siap, sudah!" jawab pada ajudan Angga dengan kompak.
"Makanan, tempat, dan situasi. Apa sudah aman terkendali?" tanya Angga sekali lagi untuk memastikan.
"Siap, sudah!"
"Oke, kalau begitu. Kamu telepon supir yang akan mengantarkan Bos besar kita," suruh Angga pada ajudan berkepala plontos dan juga licin itu.
Setelah memberikan pengarahan pada semua para ajudannya, Angga bergegas keluar dari cafe yang sudah dibooking olehnya. Bersamaan dirinya keluar dari cafe, mobil taksi berhenti tepat terparkir di depannya.
"Malik! Sini kamu, cepat!" seru Angga kencang memanggil salah satu ajudannya itu.
Malik lantas berlari tergopoh-gopoh menghampiri Angga. "Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" tanya Malik takut-takut.
"Siapa yang suruh mobil taksi itu parkir di cafe ini, hah! Kalian bilang kalau tempat ini sudah aman dan steril!" bentak Angga marah, ketika melihat dua penumpang taksi keluar dari taksi tersebut.
"Maaf, Tuan. Memang tempat ini sudah aman dan steril. Untuk masalah taksi itu, biar saya yang akan tangani," ucap Malik dengan hati-hati, takut mulutnya salah berbicara.
"Enggak usah. Biar saya saja yang menanganinya langsung. Dan kamu, perketat keamanan di daerah sini!" titah Angga tegas yang tidak bisa dibantah oleh siapa pun itu.
"Baik, Tuan. Saya akan segera laksanakan secepatnya." Malik membungkukkan tubuhnya untuk memberikan hormat sebelum pergi dari hadapan Angga.
Selepas kepergian Malik, Angga dengan cepat bergegas menuju ke arah dua penumpang taksi tadi.
"Permisi, ada kepentingan apa kalian berdua datang ke sini?" tanya Angga tanpa basa-basi lagi.
Dua penumpang taksi tadi yang tidak lain adalah Andreas berikut juga Jonathan, terkejut bukan main ditanya seperti itu.
"Maaf, Pak. Anda siapa, ya? Kok, kesannya Bapak seperti sedang mencegah kita untuk masuk ke dalam cafe ini," tanya Jonathan dengan sopan.
"Saya enggak perlu pertanyaan dari kamu. Yang saya perlukan adalah jawaban dari pertanyaan saya tadi," ucap Angga bernada dingin.
Andreas yang memang dari tadi masih fokus dengan handphonenya dan juga telinganya tersumpal oleh earphone, makanya tidak terlalu peduli dengan Angga. Namun, ketika mendongakkan kepalanya melihat rahang Jonathan mengeras membuat Andreas menjadi curiga.
"Ada apa 'sih, Jo?" tanya Andreas yang langsung melepaskan earphone miliknya.
"Ini, Tuan. Ada orang enggak jelas yang menghadang jalan kita ke cafe," jelas Jonathan kesal.
Andreas pun menatap orang yang dimaksud oleh Jonathan. Keningnya mengerut saat matanya menemukan wajah yang tidak asing menurutnya.
"Boleh saya tahu, alasannya Bapak menanyakan seperti itu?" tanya Andreas dengan berwibawa.
"Kalian warga asli sini atau pendatang?" tanya Angga balik, menatap penuh selidik pada Andreas dan Jonathan.
"Kita ini penda—"
"Kita ini baru saja datang dari kampung karena menghabiskan liburan di sana," jelas Andreas yang memotong ucapan Jonathan.
Jonathan melirik penuh tanda tanya pada Andreas, namun Andreas memberikan kode melalui lirikan matanya dan Jonathan pun mengerti soal itu.
Angga semakin tidak yakin dengan ucapan dua orang asing menurutnya itu. "Silakan anda berdua pergi dari sini!" usir Angga yang sudah muak meladeni Andreas bersama Jonathan.
"Loh, enggak bisa gitu, dong! Kita di sini mau makan!" seru Jonathan yang tidak terima atas usiran dari Angga.
Mendengar keributan yang kencang membuat para ajudan Angga mendekat. Mereka semua langsung menodongkan pistol ke arah Andreas dan Jonathan seperti sedang mengepung.
Jonathan meneguk ludahnya kasar. Sedangkan Andreas dengan tekad penuh untuk tidak mengeluarkan pistolnya yang tersimpan di balik jaket hitamnya.
"Anda memilih pergi dengan tujuan dunia yang sama atau pergi ke neraka?" tanya Angga memberikan tawaran pada Andreas dan Jonathan.
"Mohon maaf, Pak. Kalau kita sudah lancang di sini. Kalau begitu kita berdua pergi," pamit Andreas yang membungkukkan tubuhnya sekilas yang juga diikuti oleh Jonathan.
"Tuan, apa mereka juga termasuk anak buahnya Kumbang Hitam?" tanya Jonathan berbisik pelan pada Andreas.
"Bisa jadi seperti itu," jawab Andreas pelan.
Angga yang masih belum puas dengan jawaban dari dua orang asing itu, lantas menyuruh anak buahnya untuk mencari identitas orang asing itu.
***
Halo para pembaca Permen Kaki CEO. Terima kasih sudah membaca bab terbaru dari Permen Kaki CEO. Jangan lupa untuk memberikan review, star vote, dan hadiah untuk penulis.
Bisakah Angga mencari tahu sosok yang sangat mencurigakan menurutnya itu?
See you next bab guys ...

Book Comment (54)

  • avatar
    Pred

    lanjutkah

    7d

      0
  • avatar
    QaisaraNik

    bagusss

    11/02/2023

      0
  • avatar
    Syifa Yuhanis Mazlan

    saya suka baca novel ini

    26/01/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters