logo
logo-text

Download this book within the app

bab 7

"Bell, kamu kenapa nggak angkat telponku kemarin? Pergi dari sekolah nggak bilang-bilang lagi, aku nyariin tahu!" sungut Nayla saat dia baru sampai di sekolah.
"Radit mana? Nggak ikut berangkat bareng sama kamu?" tanya Bella.
"Nggak, dia hari ini nggak berangkat! Mau ikut mamanya ke Bogor! Btw, kamu belum jawab pertanyaan aku!"
"Pertanyaan yang mana?" Bella sengaja mengalihkan pembicaraan agar Nayla tak menanyakan kejadian kemarin di srkolah saat ia tiba-tiba pergi.
"Nggak usah sengaja gitu! Pura-pura lupa,  lagi!" ucap Nayla memajukan bibirnya.
"Waduh, pake manyun gitu, jelek amat! Kemarin itu aku cuma lagi dalam mode senyap. Jadi semua telepon dan wa nggak ada yang aku balas. Ini saja ponsel nggak aku bawa, malas rasanya," jawab Bella.
"Kok gitu? Eh tapi ngomong-ngomong, setelah lulus lo mau ngapain? Kerja atau kuliah?" tanya Nayla.
"Kerja sambil kuliah mungkin. Nggak tahu lah, gimana nanti aja. Kamu sendiri?" tanya balik Bella pada Nayla.
"Mungkin aku akan kuliah di Bandung bareng Radit. Kemarin dia udah kenalin aku ke orang tuanya, dan akan mengajakku untuk serius. Namun, orang tuanya meminta agar aku dan Radit kuliah dulu di Bandung. Agar kami bisa saling mengenal lebih jauh dan memahami karakter masing-masing. 
Kamu tahu nggak, Bel! Orangtuanya baik banget, sumpah! Dia bahkan rela bantu biaya kuliah aku di sana asal mau menjaga dirinya hanya untuk Radit. Katanya, Radit ini anak kesayangannya. Beruntung banget aku bisa mendapatkan kekasih seperti dia."
 Ada perasaan aneh di hati Bella saat melihat Nayla begitu antusias menceritakan tentang Radit dan keluarganya. Namun, ia tak boleh iri melihat kebahagiaan sahabatnya ini. Bagaimanapun, garis takdir seseorang berbeda-beda. Mungkin takdir dirinya tak seberuntung Nayla yang mendapatkan jodoh orang kaya, baik dan juga orang tuanya menyayanginya.
Bella menjadi merasa minder menampakkan wajahnya di depan Nayla, ia berusaha agar tidak mengingat kebersamaan bersama Radit yang membuat hatinya sakit karena cintanya bertepuk sebelah tangan. Tapi sungguh sulit, seandainya ia bisa memilih
"Kapan kamu nikah?" tanya Bella pada Nayla.
"Nggak tahu, mereka inginnya kita tunangan dulu. Dan menikahnya mungkin menunggu kami lulus kuliah," jawab Nayla
"Nggak bahaya tuh kelamaan pacaran? Takutnya kamu atau Radit khilaf. Baik nikah saja!" tukas Bella.
"Ngawur kamu, aku aja nggak kepikiran nikah. Lagian, umur masih berapa sih? Kita masih terlalu muda buat menikah. Aku maunya justru kayak gini, saling mengenal lebih dekat agar tau bagaimana karakter masing-masing. Kalau buru-buru nikah, yang ada ntar nggak cocok, nyeselnya seumur hidup karena sudah jadi janda. Janda itu nggak enak, baik jadi gadis kayak kita sekarang. Kemana-mana bebas, dan nggak mikir apa-apa selain belajar!" ucap Nayla.
Bella merasa Nayla berubah sejak berpacaran dengan Radit, atau dirinya mungkin yang berbeda dari biasanya. Kini Nayla juga jarang berkunjung ke rumahnya, biasanya bahkan Nayla hampir tiap hari di rumah Bella. Mungkin akibat pacaran, membuat waktu Nayla untuk bermain berkurang.
"Kamu udah ke ruang Kepsek?" tanya Nayla.
"Sudah barusan, kamu belum ya?"
"Belum, ini mau ke sana. Aku duluan ya," pamit Nayla.
"Nggak mau di temenin?"
"Kamu mau kemana emang hari ini?" tanya Nayla 
"Nggak kemana-mana. Mau ditemenin nggak nih?" Bella ingin menghabiskan waktu bersama Nayla hari ini, karena kebetulan Radit sedang tak bersama Nayla. Jadi ia bisa leluasa menghabiskan waktu tanpa harus merasa sakit hati.
"Ayo, kalau kamu nggak ada acara mah!" ucap Neyla sambil berjalan bersama menuju ruang kepsek.
"Emang aku sesibuk itu? Biasanya juga nggak ada acara, palingan belajar. Sekarang kan udah lulus, jadi kita gunakan untuk menghabiskan waktu bersama. Bagaimana?" ucap Bella.
"Ok, habis ini kita ke Mall yuk!"
"Emang punya uang?" tanya Bella.
"Enggak!" Mereka berdua tertawa bersama, kebersamaan ini sangat membekas di hati Bella. Bahkan pergi ke Mall sudah menjadi kesenangan bagi mereka, walau mereka hanya berjalan-jalan saja tanpa membeli apapun di sana. Dompet yang kosong tak menghalangi mereka untuk bahagia. Justru kebahagiaan itu di ciptakan dari hati, bukan dari uanh yang tak berseri.
Setelah menemani Nayla dari kantor kepsek, mereka berangkat bersama menuju Mall Suit plaza. Dengan menaiki bajaj, mereka bercanda diringi tawa sepanjang perjalanan. Tak ada gurat kesedihan yang tampak saat bersama Nayla.
Tak terasa mereka sampai di Mall Suit Plaza. Nayla yang sudah merasa tak sabar ingin masuk segera menarik tangan Bella untuk masuk ke dalam.
"Kamu tadi bawa uang berapa, Bel?" tanya Nayla.
"Ceban!" jawab Bella.
"Gila lo, masa ke sekolah bawa ceban! Fix ini, kamu harus punya pacar!"
"Apa hubungannya uang sama pacar?" tanya Bella bingung.
"Ya Tuhan, Bella. Lo itu udah nggak jaman banget! Kalau lo punya pacar, nggak pernah kekurangan gini. Nih, gue aja dompet isi lembaran merah satu, mayan kan!"
"Sejak kapan kamu jadi matre gini? Biasanya juga nggak masalah kalau nggak bawa uang kemana-mana!" ucap Bella heran.
"Sejak sama Radit, gue merasa malu saja jika pergi kencan berdua nggak bawa apa-apa! Selalu dia yang bayar, gue nggak dibolehin ngeluarin uang sedikitpun. Dia terlalu sayang sama gue, jadi ya! Dompet ini nggak pernah kosong! 
Udah gue tolak sebenarnya, tapi dia maksa. Ya udah, jadi kebiasaan deh sampai sekarang! Terus, salah siapa kalau gini?" ucap Nayla.
"Salahnya aku berarti karena udah tanya sama kamu. Ya udah, kamu mau beli apa? Katanya tadi bawa duit?" tanya Bella.
"Bagusnya beli apa ya buat Radit? Pengin kasih sesuatu juga buat dia, gue juga pengen belikan juga buat lo. Jadi kita beli, triple. Biar samaan, hitung-hitung kenang-kenangan! Tapi yang murah aja ya, namun berkesan!"
Nayla dan Bella berjalan keliling Mall untuk mencari hadiah yang Nayla maksud. Akhirnya setelah lelah mencari, keputusan membeli kenang-kenangan jatuh pada sebuah gelang berbahan kayu yang dirangkai membentuk gelang yang sangat apik. Gelang yang unik karena sederhana namun berkesan elegan. Harga yang hanya di bawah duapuluh ribu ini, membuat uang yang di bawa Nayla masih banyak tersisa.
"Makan dulu yuk, laper!" ajak Nayla.
"Makan di  warung pinggir jalan saja yuk! Takut uangmu kurang!" ujar Bella. Ia tak ingin malu karena makan di tempat seperti ini lalu tak bisa membayarnya.
"Masih ada sisa, cukuplah jika untuk beli burger!" ucap Nayla.
"Makan burger mana bisa kenyang, Nay! Makan nasi baru kenyang," imbuh Bella.
"Kenyang lah, makannya sambil lihatin cowo ganteng di belakang lo!" Bella melihat tangan Nayla yang menunjuk ke arah belakang tubuhnya, ia kemudian memutar badannya melihat siapa.yang Nayla maksud.
"Rafael? Kok kamu di sini?" tanya Bella saat ia kaget melihat keberadaan Rafael yang tiba-tiba ada di belakangnya.
"He he he, kalian ngapain di mari? Cari cowo kaya?" tanya Rafael.
"Hiz, sembarangan kamu. Gue sudah punya cowo, Nih! Paling Bella ini yang lagi cuci mata cari-cari gebetan. Siapa tahu nemu yang modelannya kayak kamu ini, playboy cap kucing!" 
"Nay!" decit Bella menatap Nayla horor.
"Ampun Nyonya!" tawa Nayla di ikuti senyuman manis Rafael.
"Kalian katanya mau makan? Yuk, kita makan di sana!" ucap Rafael menunjuk  cafe yang tak jauh dari mall ini.
"Ayo!" ucap Nayla. Sedangkan Bella hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya ini. 
Setelah memesan makanan, Bella, Nayla dan Rafael menunggu pesanan datang di meja makannya.
"Kamu belum jawab pertanyaanku, Raf! Kamu ngapain di sini?"  tanya Bella.
"Iseng aja jalan-jalan sama temen-temen," ucap Rafael meletakan kedua tangan di belakang kepalanya.
"Mana? Katanya sama temen-temen?" 
"Lagi pada ajak shoping pacarnya, kamu mau aku ajakin shopping juga?" Nayla tampak menampakkan wajah senangnya mendengar tawaran Rafael.
"Boleh lah, kasian juga si Bella. Dia ke sini cuma bawa uang sepuluh ribu," ejek Nayla sambil tertawa. Bella menatap tajam sahabatnya ini yang membuatnya malu di depan Rafael. Bella tersenyum miring saat Rafael menatapnya tak percaya.
Makanan telah datang, mereka kemudian menyantapnya dengan lahap.
"Makan yang banyak cewek KuSu. Biar badan lebih tinggi dikit," ejek Rafael. Nayla tertawa mendengar ejekan Rafael yang membuat Bella menatapnya horor.
"Woy, lo malah asik makan di sini. Dicariin juga! Wih, canggih lu, Broo! Sekaligus dua cewek lo pacarin!" kelakar Bondan, teman gengnya.
"Mau makan? Pesen aja, nanti gue yang bayar!" ucap Rafael sambil melahap ayam crispynya.
"Lihat lu makan bertiga gini, bikin perut gue kenyang. Ya nggak, Yang?" ucap Bondan pada Reva kekasihnya.
"Baguslah kalau begitu, jadi gue nggak usah mengeluarkan uang lagi buat kalian. Kalian mau pulang? Nih, uang buat naik taksi!" Rafael menyodorkan uang ratusan ribu pada Bondan, Roxy dan Jonas. Mereka Pun akhirnya pergi dan meninggalkan Rafael bersama Bella dan Nayla.
"Habis ini mau ke mana?" tanya Rafael.
"Pulang, kenapa? Mau ajak kita jalan-jalan?" ucap Nayla.
"Nggak ah! Aku mau langsung pulang, capek udah muter-muter mall ini." Bella hanya tak enak berlama-lama dengan Rafael jika ada Nayla, pasti ia mengira jika ada hubungan spesial antara dirinya dan Rafael.
"Udah makannya? Ayok, Raf, katanya mau ajak kita shopping?" ucap Nayla.
"Nggak ah, kamu aja Nay! Aku mau pulang!" tolak Bella halus.
"Eh, sekali-kali mumpung ada yang baik traktir kita makan sama belanja. Jarang jarangkan menghabiskan waktu begini, sama playboy cap kucing ini!" bisik Nayla di telinga Bella.
"Heh, gue denger Markonah! Udah ayo buru, keburu sore nanti." Dengan langkah berat, Bella akhirnya mengikuti langkah Rafael dan Nayla.
Gelak tawa dan candaan-candaan dari Rafael dan Nayla, membuat senyum mengembang di bibir Bella. Terlebih saat mereka memasuki wahana bermain mall yang biasanya disediakan bagi anak-anak dan remaja seperti mereka. Dengan gaya cool nya, Rafael berhasil memainkan beberapa permainan seru seperti, menembak, memasukan bola ring basket, dan memukul buaya.
"Tadi lo pukulannya kurang keras, Bel! Seharusnya buayanya lo getok gini!" Nayla memukul kepala Rafael dengan tangannya yang mengepal.
"Aw, sakit an***irr! Lo kira gue buaya!" sungut Rafael tak terima kepalanya dipukul Nayla.
"Nay, udah deh! Kasian juga kepala keren gitu kamu getok, nanti nangis gimana?" ledek Bella sambil tertawa manis di depan Rafael. Entah kenapa, melihat tawa dan senyum Bella membuat hatinya begitu senang. Rafael sampai tak mau berpaling dari wajah si wanita cupu ini.
Mereka berjalan hendak keluar dari Mall, setelah puas bermain dan berbelanja mereka memilih untuk pulang.
"Kalian gue anter! Yuk, naik mobil!" ajak Rafael.
"Nggak usah, Raf!" tolak Bella.
"Eh, rejeki jangan ditolak. Yuk, masuk mobil! Lama!" ucap Nayla langsung masuk menarik lengan Bella.
Mobil melaju melesat membelah ramainya ibukota di sore hari. Tak terasa, seharian sudah mereka menghabiskan waktu untuk bermain bersama.
"Oh ya, Raf! Lo anter gue dulu ya, soalnya rumah gue lebih dekat dari sini dari pada rumah Bella," ujar Nayla.
"Siap, Nyonya!" Nayla tertawa mendengar sebutan Nyonya yang dikatakan Rafael.
"Tumben kamu bawa mobil, Raf? Biasanya pakai motor?" tanya Bella.
"Lagi pengen aja. Tadi semua geng ku mau ikut dengan pacar-pacarnya, jadi ya aku sekalian aja angkut pakai ini!" ucap Rafael sambil fokus mengemudi.
"Angkut, memang sampah! Raf, gue turun depan gang situ ya!" ucap Nayla menunjuk sebuah gang di samping jalan.
Mobil berhenti persis di lokasi yang Nayla tunjukan, ia lantas turun dan mengucapkan selamat tinggal serta terima kasih.
Kini hanya tinggal Rafael dan Bella ada di dalam mobil.
"Bel!" panggil Rafael.
"Hm."
"Kamu tadi nggak beli apa-apa di sana? Kenapa?" tanya Rafael yang melihat Bella tak membeli apapun tadi di mall. Dia hanya mengikuti langkah Nayla yang sibuk dan asyik memilih belanjaannya.
"Mencari uang tuh susah, jika dihamburkan untuk hal yang tidak penting saya rasa itu mubazir. Lo udah mau traktir gue makan saja tadi, gue  juga udah seneng. Jika gue harus membeli banyak barang seperti Nayla, kasihan kamunya! Ayah gue mengajarkan kita untuk sederhana dan bijak dalam mengelola keuangan, karena kita tidak tahu kapan posisi kita akan di bawah dan di atas. 
Lebih baik jika ada uang berlebih, sedekahkan. Itu akan membuat kamu lebih bahagia."
Lagi-lagi Rafael terkesima mendengar ucapan Bella, bahkan ia merasa senang mendengar semua nasihatnya itu.
Rafael berhenti tepat di depan rumah Bella, saat hendak turun Rafael mencegat Bella dengan menggenggam tangan Bella.
"Tunggu! Ini buat kamu!" Rafael memberikan sebuah jepit rambut beraksesoris berlian hias yang ia beli tadi saat ia berjalan di bagian kado dan pernak pernik di mall. Rafael menjepitkannya ke rambut Bella, dan dia tersenyum karena melihat Bella yang juga tampak senang menerimanya.
"Makasih ya, gue masuk duluan!" Bella turun dari mobil dan melambaikan tangan pada Rafael.
Rafael merasa hari ini ia sangat senang, tawa dan senyum Bella terasa bagai candu baginya. Mungkinkah ia jatuh cinta pada gadis cupu itu? Karena setiap melihatnya, jantungnya suka berdetak tak beraturan. Jika benar ia, maka Rafael akan mencoba mendekatinya. 
Bella berbeda dari wanita pada umumnya, dia unik. Bahkan dia tak suka berbelanja seperti wanita kebanyakan. Gadis sederhana yang mampu merubah Rafael yang jahil dan banyak tingkah, menjadi pria yang lebih dewasa dan bertanggung jawab.

Book Comment (466)

  • avatar
    RustikaJuju

    suka bngt dengan cerita nya ,menarik ,danbikin kangen lg cerita nya cuma sayang nya 😅😅😅say gk ada kuata😭😥😥

    16/01/2022

      3
  • avatar
    Selly Janting

    semakin lama baca novel ini semakin menarik..setiap kali membaca sepertinya melihat drama ..

    14/01/2022

      3
  • avatar
    DwiTyani

    lanjut Thor... semangat... ceritanya seru, jadi pengen baca trus, lg semangat baca udh end.. ditunggu lanjutan nya... sehat sehat ya... biar bisa lanjut troosss

    13/01/2022

      2
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters