logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 9 Jadi Agen Asuransi, Yuk!

Gadis itu tersenyum kecut. “Perusahaan tempat saya bekerja dulu itu tidak menerima mobil bekas, Om,” jawabnya singkat.
Mukanya tampak muram mengingat perusahaan yang memberhentikannya sepihak akibat berbulan-bulan dirawat di rumah sakit. Begitulah kalau bekerja ikut orang, sesalnya dalam hati. Bisa di-PHK kapanpun kalau dianggap tak berguna lagi.
Edward yang menyadari perubahan ekspresi gadis itu berusaha memancing, “Berapa lama kamu bekerja di tempat itu, Rose?”
“Dua tahun, Om.”
“Lumayan juga. Kenapa berhenti?”
“Saya diberhentikan, Om,” jawab gadis itu sambil menatap Edward. Sorot matanya tampak terluka. “Karena terlalu lama dirawat di rumah sakit akibat kecelakaan setelah Papa meninggal itu.”
“Oh, kejam sekali, ya,” komentar lawan bicaranya menunjukkan keprihatinannya. “Padahal itu bukan kesalahanmu. Namanya musibah, siapa yang minta?”
“Begitulah, Om,” sahut gadis itu getir. “Risiko bekerja ikut orang. Kapanpun bisa dipecat begitu dianggap tak berguna lagi. Jadi kapok rasanya melamar kerja lagi. Tapi kalau saya nggak bekerja, bagaimana bisa menghidupi keluarga di Balikpapan?”
Mata Rosemary berkaca-kaca. Entah mengapa dia merasa nyaman berbicara dengan pria yang umurnya jauh di atasnya ini. Seperti curhat dengan ayahnya dulu ketika masih hidup.
“Maafkan Om, sudah membuatmu bersedih,” kata Edward lembut seraya menyodorkan sehelai tisu kepadanya. Gadis tersebut menerimanya sambil mengucapkan terima kasih. Dihapusnya air mata yang mulai mengalir.
“Minumlah, Rose. Supaya kamu lebih tenang,” saran pria itu lembut. Senyumnya yang hangat begitu menenangkan hati Rosemary. Diturutinya anjuran agen asuransi tersebut. Setelah meneguk pelan-pelan teh hangatnya, hatinya mulai terasa tenteram.
“Maafkan kata-kataku ini,” ucap Edward kemudian. “Tapi aku sempat mendengar dari nasabahku di Balikpapan bahwa papamu bangkrut. Toko dan rumah kalian disita oleh bank. Benarkah demikian?”
Rosemary mengangguk mengiyakan. Tak ada gunanya mengelak. Ayahnya termasuk pengusaha lama di kota itu. Kenalannya banyak dan desas-desus menyebar dengan cepat di sana. Agen asuransi sekelas Edward yang mempunyai banyak nasabah kaya di Balikpapan pasti telah mendengar tentang keterpurukan kondisi finansial keluarganya.
“Terus Mama dan adik-adikmu sekarang tinggal di mana?” tanya pria itu penasaran. Suaranya dibuat selembut mungkin agar lawan bicaranya tak merasa diintimidasi. Dia mengerahkan kemampuannya sebagai marketing profesional untuk memancing informasi yang ingin diketahuinya.
“Mama mengontrak sebuah rumah kecil. Sejak dulu beliau tidak pernah bekerja, Om. Karena itulah Mama benar-benar menghemat sisa uang peninggalan Papa yang tak seberapa. Juga sumbangan kematian dari sanak-saudara dan para sahabat. Perhiasan-perhiasannya sendiri habis dijual demi membiayai biaya perawatan saya di rumah sakit. Tiga bulan saya dirawat, Om. Secara fisik maupun psikis. Selain Papa, pacar saya juga meninggal dunia. Dia berpulang saat kecelakan lalu lintas itu. Barangkali Tuhan masih menyelamatkan saya untuk menggantikan tanggung jawab Papa sebagai tulang punggung keluarga….”
Kata-kata Rosemary terhenti. Dilihatnya pelayan datang sambil membawa baki berisi gado-gado pesanannya dan mie ayam bakso pesanan Edward.
“Silakan dinikmati, Tuan dan Nona,” ujar sang pelayan ramah. Rosemary mengangguk sambil tersenyum sementara Edward mengucapkan terima kasih.
“Ayo kita makan dulu, Rose. Kamu pasti sudah lapar. Abis itu kita lanjut ngobrol lagi. Kamu nggak buru-buru pulang, kan?”
Gadis itu menggeleng pelan. Menit-menit berikutnya dihabiskan kedua insan itu dengan menikmati hidangan masing-masing.
“Bagaimana gado-gadonya. Enak, nggak?” tanya Edward berbasa-basi.
“Enak, kok. Terima kasih banyak ya, Om. Sudah banyak membantu saya,” sahut gadis itu tulus.
“Lho, aku kan mengajakmu kemari untuk menemaniku makan. Jadi mestinya aku yang harus berterimakasih. Hehehe…,” cetus pria itu bercanda.
Gadis lugu di hadapannya tersenyum. “Om sudah banyak membantu saya. Membujuk bapak pemilik showroom tadi untuk membeli mobil saya dengan harga tinggi. Lalu menraktir saya makan di sini. Juga mendengarkan curhatan saya. Hati saya sekarang menjadi lebih tenang.”
Kena kau, batin Edward kesenangan. Sekarang tiba waktunya untuk menembak tepat pada sasaran!
“Sebenarnya kalau kamu mengizinkan, aku ingin menawarkan sesuatu yang dapat mengubah hidupmu, Rose,” cetus pria itu penuh percaya diri. Ditatapnya gadis itu dalam-dalam sampai Rosemary merasa agak risih.
“Kamu tadi sempat bilang sendiri bahwa mobilku sudah ganti yang lebih bagus. Penampilanku juga semakin mbois. Iya , kan?”
Rosemary mengangguk membenarkan. Si agen asuransi tersenyum puas. Dia lalu melanjutkan ucapannya, “Kamu tahu bagaimana caraku meraih ini semua, Rose?”
Gadis itu mengerutkan dahinya. “Maksudnya gimana, Om? Setahu saya ya, Om mendapatkan kesuksesan melalui bisnis asuransi,” tandasnya tanpa tedeng aling-aling. Dia memang tak mengetahui apakah laki-laki itu juga menjalani bisnis lainnya.
“Tepat sekali!” pungkas pria itu membenarkan. “Lalu apakah kamu mau mengikuti jejakku?”
“Hah?!” seru gadis itu terperangah. Matanya terbelalak tak percaya. Aku jadi…agen asuransi? batinnya geli. Mana bisa?!
“Kenapa kaget, Rose?” tanya Edward menanggapi reaksi tak biasa gadis itu. “Apa yang salah dengan mengikuti jejakku?”
“Hehehe…, nggak ada yang salah kok, Om,” sahut Rosemary sambil terkekeh. “Pekerjaan Om sangat mulia. Membantu orang lain merencanakan masa depan finansialnya. Cuma…hehehe…, mana pantas orang seperti saya menjadi agen asuransi? Saya nggak punya pengalaman sama sekali di bidang marketing. Ngobrol sama orang tak dikenal saja saya nggak pede. Gimana mau menawarkan produk untuk dijual?”
“Tentang itu, jangan kuatir,” jawab Edward sambil tersenyum manis. “Kamu tidak akan dilepas begitu saja, Rose. Ada berbagai training di kantor yang harus kamu ikuti terlebih dahulu. Nanti akan dijelaskan secara detil tentang apa itu asuransi, kegunaannya, jenis-jenis produknya, cara memasarkannya, dan ini yang terpenting…bagaimana caranya menghadapi penolakan calon nasabah.”
“Saya nggak pede, Om,” sergah gadis itu sambil menggigit bibirnya. “Selama ini saya cuma bekerja di belakang layar sebagai sekretaris. Kalau jadi agen asuransi kan harus pintar ngomong dan memahami orang lain. Saya nggak punya keahlian untuk itu. Maafkan saya….”
Lagu lama! sergah Edward dalam hati. Selalu itu alasan orang-orang menolak menjadi agen asuransi. Nggak pintar ngomong-lah, nggak berpengalaman di bidang marketing-lah, nggak bisa memahami orang lain-lah….
Justru gadis lugu seperti Rosemary inilah yang lebih mudah dipoles menjadi agen asuransi handal, cetus pria itu dalam hati. Orang-orang yang lebih berpengalaman malah biasanya lebih susah diarahkan karena merasa dirinya sudah pintar.
“Tenang saja,” katanya dengan suara lembutnya yang menenangkan. “Seperti yang kukatakan tadi, kamu tidak akan dilepas begitu saja, Rose. Kamu akan banyak dibekali hingga siap terjun ke medan pertempuran. Bahkan kalau perlu, akan kudampingi terus sampai benar-benar mahir. Percayalah, aku takkan meninggalkanmu….”
Sorot mata pria yang jauh lebih senior darinya itu tampak begitu teduh. Rosemary merasa tenteram sekali melihatnya. Orang ini kelihatannya baik sekali, komentar gadis itu dalam hati. Kematangannya seperti Papa, sedangkan sikapnya yang manis mengingatkanku pada Owen. Apakah dia bisa dipercaya untuk membimbingku mencapai kesuksesan? pikirnya ragu-ragu.

Book Comment (70)

  • avatar
    Lahmudin

    rdg

    15d

      0
  • avatar
    RifqiMoch.

    ......

    26/08

      0
  • avatar
    RobertErick kelvin

    bagus

    26/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters