logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 6 Aku Ingin Hamil

Kali ini aku sungguh akan memulai kehidupanku bersama suamiku. Setelah kejadian kemarin, kami menjadi saling mengerti dan melengkapi satu sama lain. Apapun yang tidak aku suka, ia tak akan melakukannya.
Aku kini tinggal bersama suamiku di kota tempat ia bekerja, sembari menunggu ia pulang kerja, aku menyibukkan diri dengan menjadi seorang pengajar di salah satu sekolah swasta.
Kehidupan kami berjalan seperti biasa, semakin hari kami semakin romantis dan hubungan kami semakin harmonis.
"Yank,, kok aku belum hamil juga yah?" Aku membuka pembicaraan setelah kami selesai sholat subuh berjamaah.
"Sabar yah sayang, mungkin belum waktunya." Ia mengusap kepalaku dan mencium keningku.
"Tapi ini kita nikah udah setahun loh yank, teman aku ada yang baru nikah udah hamil, ada juga yang duluan kita nikah daripada dia,eh skrg dia udah lahiran."
"Iya aku juga pengen yank, tapi sabar aja yah. Insyaallah secepatnya di kasih." Dia tersenyum menanggapinya.
Entah kenapa aku mulai merasa ada yang kurang dalam rumah tangga kami. Ketika melihat orang lain bersama anak dan suaminya, aku merasa betapa bahagianya keluarga yang lengkap dengan kehadiran seorang anak. Akupun merasa sedih karena sampai saat ini belum hamil juga. Terlebih lagi pertanyaan kenapa belum hamil dari orang lain yang menyayat hatiku. Ingin rasanya aku marah saat mereka bertanya, tapi kembali lagi mereka tak bisa disalahkan juga atas pertanyaannya.
"Yank, kamu ngelamun yah?" Ia menggenggam tanganku.
"Eh ... Itu ... Gak yank, udah mau berangkat kerja yah?"
"Iya ini udah mau pergi, jangan terlalu dipikirin yah sayang masalah tadi, banyak berdoa saja. Aku pergi kerja dulu ya." Aku mencium tangannya, kemudian ia mencium kening, pipi, dan juga bibirku tiap kali ia mau berangkat kerja.
Aku hanya sendiri rumah merenungkan kehamilan yang aku dambakan, Aku tak mau hanya terus menanti tanpa berusaha. Aku mulai mencari tau di google "cara cepat hamil" dan aku menemukan banyak sekali artikel. Aku membacanya satu per satu dan mempertimbangkan hal yang kira-kira bisa aku lakukan dengan situasi dan kondisi di sini.
Aku kemudian menuju ke apotik untuk membeli vitamin penyubur kandungan. Aku rasa untuk awal-awal program, hanya itu hal yang bisa aku lakukan dengan mudah dan cepat.
Jam menunjukkan pukul 9.00, sudah waktunya Aku berangkat ke sekolah. Mengingat jam mengajarku hanya beberapa jam saja jadi aku ke sekolah hanya saat aku ada jam mengajar saja.
"Hai Tita, sini..." teriakan Rianti, teman mengajarku di sekolah itu. Kulihat dia sedang mengobrol dengan seorang siswa, aku kemudian menghampirinya.
"Hai Rianti, ada kelas yah hari ini? Udah selesai?"
"Belum, baru saja mau ke kelas. Kamu?"
"Sama.. oh iya, hari ini bisa gantikan Aku ga?"
Aku berharap Rianti mau menggantikan aku hari ini.
"Ga bisa lah, jam kelas kita sepertinya sama. Kamu kenapa sih? Kayak ga mood gitu? Ntar Abis kelas baru kita cerita, Oke?"
Aku mulai memasuki ruangan kelas, jujur tidak ada semangat sama sekali untuk mengajar hari ini, terlebih lagi harus mengajar siswa yang bandelnya minta ampun, tapi karena tanggungjawab aku harus melakukan ini.
Usai kelas aku bergegas untuk langsung pulang, pikiranku bener mulai kacau. Aku ingin program hamil... Hanya itu saja yang ada di benakku.
"Tita.. kita ke pantai yuk!" Rianti menghampiriku..
"Buat apa ke pantai siang-siang gini, ini masih jam 2 loh"
"Katamu lagi gak mood, kalo kamu ke sana bisa sedikit mengobati pikiranmu yang lagi kacau itu"
Aku memutuskan pergi bersama Rianti, jarak pantai ke sekolah hanya sekitar 10 menit, aku bisa pulang jam 4 nanti untuk persiapkan makanan untuk suamiku.
Angin pantai begitu kencang, ombaknya tiap saat datang menghampiri. Walaupun hanya duduk dibawah pohon, aku bisa merasakan betapa sejuknya tempat ini. Aku melihat betapa besar kuasa Allah, Allah Maha segalanya.
"Tita kamu kenapa?" Tanya Rianti penasaran.
"Laper.. dari siang tadi belum makan"
Aku sampai lupa makan gara-gara memikirkan untuk hamil.
"Makan ini..makananmu dirumah kan banyak, cemilanmu banyak tapi kamu sampai gak makan" Dia mengomeliku seperti seorang kakak.
Aku memakan biskuit yang Rianti berikan. Aku merasa benar-benar salah, tidak seharusnya aku terlalu memikirkan sesuatu sampai aku lupa menjaga kesehatanku sendiri.
"Rianti, aku ingin hamil" Ucapku. Aku ingin sekali menangis.
"Ya kamu bikin aja yang banyak.hahaha" Rianti hanya mengejekku, mungkin agar aku bisa tertawa.
"Kamu kira adonan kue, dasar kamu. Hehehe"
Sepertinya aku salah cerita ke Rianti, ia masih belum merasakan berumah tangga dan sepertinya ia juga masih terlalu polos untuk hal seperti ini.
"Tita, aku punya masalah" ia tiba-tiba terlihat tidak ceria dan berfikir.
"Kamu kenapa? Aku liat kamu ceria merona tiap hari, ternyata ada masalah juga ya"
"Sekarang kan aku tinggal di rumah pacarku, disana ada keluarganya juga. Tapi sepertinya aku sudah tidak bisa tinggal disana lagi bahkan tidak bisa melanjutkan hubunganku"
"Hah? Bukannya pacarmu dan keluarganya itu sangat baik sama kamu?" Aku mulai penasaran dengan cerita Rianti.
"Iya dia baik, tapi aku gak enak. Aku selalu merasa tidak nyaman karena orang-orang tau aku punya hubungan dengannya. Kamu tau kan aku ini agama Kristen, dia itu Islam. Orangtuaku melarang aku jadi muallaf karena kakakku Sudah masuk Islam saat menikah, jadi sisa aku yang harus mempertahankan agama orangtuaku" ia menghela nafas berusaha mengontrol perasaannya.
"Waduh, serumit itu yah ternyata. Aku gak tau juga mesti kasih solusi apa soalnya menyangkut agama bukan hal yang main-main sis"
"Udah ahh, lupain aja.."
Aku melihat dia dalam sekejap kembali ceria, sepertinya masalah dia juga cukup rumit tapi dia tetap ceria seperti tidak ada yang terjadi. Aku membayangkan betapa tertekannya dia saat ini karena harus memilih.
"Udah jam 3.30, pulang yuk" Aku berdiri dan membersihkan pasir yang menempel pada rok yang aku pakai.
"Cepat amat, mau sholat Maghrib ya?" Tanyanya heran.
"Hah? Maghrib ?? Masih lama Rianti .... Kalo sekarang itu namanya sholat Azhar"
"Hahaha iya itu maksudnya, Aku kira sholat Maghrib namanya" ia menertawakan dirinya sendiri.
"Ya sudah ayo pulang.. lumayanlah hari ini kita melepas penat"
Setelah sholat Azhar, aku memasak hidangan makan malam untuk suamiku agar jika ia pulang, aku hanya perlu menghangatkan makanannya saja agar tidak membutuhkan waktu yang lama karena aku tau saat ia pulang pasti sudah dalam keadaan lapar dan lelah.
Pukul 6 petang, terdengar suara langkah kaki di teras rumah. Suamiku sudah pulang dengan wajah yang sangat lelah, aku membuatkan teh hangat untuknya kemudian ia Mandi dan kami sholat Maghrib berjamaah. Aku mempersiapkan makan malam, kuperhatikan ia sedang menonton TV, aku ingin sekali bicara padanya tentang keinginanku untuk segera hamil dan bagaimana solusinya, tapi sepertinya aku tunggu sampai ia merasa fresh dulu.
Kami kemudian makan malam bersama sambil Aku sedikit cerita tentang hari ini, ga mau cerita yang berat dulu,takut ia ga selera makan.
Setelah makan malam dan sholat isya, kami duduk berdua sambil menonton TV tanpa berbicara sepatah katapun. Sepertinya mood suamiku masih belum stabil. Tapi tetap dengan sikap manjaku padanya, ia memelukku dengan hangat dan aku bersandar di bahunya. Matanya masih tertuju pada acara TV, aku ingin memulai percakapan tapi aku takut dengan segala macam yang akan ia pikirkan nantinya. Jantungku mulai berdebar kencang, aku mulai gelisah.
"Yank, Aku mau cerita" aku mencoba untuk memulai percakapan.
"Cerita apa yank?" Ia kemudian berbalik melihatku.
"Aku pengen cepet hamil yank.".
...........................................................

Book Comment (162)

  • avatar
    HapitttHapitsah

    BAGUS SEKALI

    16d

      0
  • avatar
    andiniviola

    pengharapan jangan terlalu di paksakan. harus dgn kesabaran

    18/08

      0
  • avatar
    GgKakwan

    bagus

    09/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters