logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Keributan

Satu minggu kemudian.
Reyhan sudah menghubungi Bagas. Dia sudah mantap menerima tawaran Bagas untuk menjadi Bodyguard.
"Bu, Rey berangkat dulu ya." Reyhan mencium tangan Ibunya. 
"Dek, kakak titip Ibu ya!" Raisa hanya tertunduk. Isak tangis terdengar dari telinga Reyhan. "Hey, dek… jangan nangis." Reyhan mensejaharkan tubuhnya dengan adiknya. Reyhan memegang dagu Raisa,  gadis itu kemudian mengangkat wajahnya.
"Kakak jangan pergi. Hiks… hikss." Gadis itu terus saja menangis. Mereka berdua memang sangat dekat.
"Kakak kan pergi juga untuk Ibu dan Raisa. Raisa anak kuat. Kakak percaya Adik kakak bisa menjaga Ibu. Kakak pergi juga untuk hidup kita yang lebih baik. Bukankah Raisa pengen sekolah tinggi, menggapai cita-cita Raisa jadi dokter. Jadi, jangan halangi Kakak ya untuk mewujudkannya."
Raisa terdiam, sepertinya Ia mencerna apa yang diucapkan kakaknya. Raisa memeluk Reyhan dengan erat.
"Kakak hati-hati ya, jaga diri!" ucap gadis itu.
"Iya, kamu juga ya, jaga Ibu dan rawat beliau." Raisa melepas pelukannya. 
"Iya kak, Raisa janji."
Setelah itu Reyhan pun masuk ke dalam mobil bersama Bagas. Ia melambaikan tangan ke arah Ibu dan adiknya. 
Bagas mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. 
"Kalau mau tidur, tidurlah. Karena perjalanan kita dari sini ke kota A cukup jauh. Sekitar 3 jam. Kita pergi dulu kerumah Nona Aletta anak Tuan Panji untuk menjemputnya. Setelah itu, besok baru berangkat ke kota B. Kalian akan menetap di sana!" ucap Bagas masih tetap fokus ke jalan.
"Berdua?" tanya Reyhan polos.
"Kamu jangan berpikir aneh-aneh, nanti kalian gak hanya berdua, ada Bi Zulfa dan beberapa pegawai tuan Panji yang akan melayani Nona Aletta."
"Aletta itu sebenarnya siapa sih? Kok kayak putri raja yang harus dilayani dan dijaga bodyguard segala! Padahal kan kamu bilang usianya 23 tahun. Masa harus dilayani terus-terusan. Aku paling gak minat sebenarnya dengan pekerjaan yang berkenaan dengan wanita yang manja!" cerocos Reyhan panjang lebar. Ia mendengus kesal.
Membayangkan wajah perempuan itu kira-kira secantik apa? Kalau pun cantik pasti ia akan mundur sebelum berjuang, Aletta bukan tipe Reyhan sama sekali.
"Jangan ngomong gitu! Yang jelas kalau kamu bertemu dia, aku yakin. Kamu akan menarik kata-kata buruk tentangnya. Sebab, Aletta itu wanita yang cantik. Kau pasti akan terpesona!" sahut Bagas tersenyum sumringah.
"Gak akan! Bukannya diperjanjian sudah tertulis gak boleh suka sama Nona Aletta, lagipula dari namanya saja aku sudah enggak tertarik sama sekali. Dia pasti gadis yang gak bisa hidup seorang diri," sambung Reyhan lagi.
"Baguslah kalau begitu! Kalau kamu berani suka sama dia. Aku akan berhenti jadi sahabatmu!" Bagas tertawa keras.
"Oh jadi kamu-"
"Ya begitulah, tapi aku sadar diri kok, aku siapa, nona Aletta siapa," potong Bagas.
"Tapi, bila gak dicoba untuk menyatakannya, kamu pasti akan dihantui rasa penasaran seumur hidup! Kusarankan untuk kamu bilang aja. Tapi kalau kalian jadian, aku yakin hidupmu akan sedikit sulit dengan wanita itu," ucap Reyhan mencoba menyandarkan kepala di kursi dan memejamkan mata.
'Kata Reyhan benar juga,' batin Bagas.
Tentang, menyatakan cinta kepada Aletta, bukan tentang hidupnya yang sulit jika bersama wanita itu.
***
3 jam kemudian mobil yang mereka tumpangi telah terparkir di depan rumah mewar bernuansa putih.
''Rey bangun!" Bagas membangunkan Reyhan yang sedang tertidur pulas. "Rey!" Lelaki itu berteriak makin keras agar Reyhan si tukang tidur segera bangun.
"Hah! Kamu ini bikin kaget aku saja!" ucap Reyhan yang terkejut oleh teriakan temannya. "Orang lagi asik-asik mimpi malah dibangunin!" Kesal Reyhan.
"Nanti dilanjut lagi mimpinya, kita sekarang sudah sampai di istana Tuan Panji," ucap Bagas sembari melepaskan sabuk pengamannya.
"Mana Bisa!" 
"Itu artinya kamu disuruh mewujudkan mimpi, bukan hanya untuk bermimpi yang tentunya hanya menghasilkan iler di samping bibir." Bagas menunjuk  bibir  Reyhan, sambil tertawa terpingkal-pingkal.
Reyhan yang menyadarinya. Segera membersihkan air liur yang sudah kering itu dengan tisu yang ada di dekatnya.
"Hahaha!" Bagas terus tertawa melihat temannya.
"Kamu ini-" Reyhan ingin mengumpat pada lelaki di sampingnya. Tetapi, keburu pria itu membuka pintu mobil dan keluar.
Reyhan pun ikut keluar dari mobil dengan perasaan jengkel. 
"Ini rumah tuan Panji. Kamu tentu sudah tahu kan peraturan-peraturan yang harus kamu jalani di sini sebagai bodyguard nona Aletta,"
"Heumm," 
"Peraturannya,  kamu harus bersikap lembut dengan nona Aletta, tapi bukan lembek. Harus tegas buktikan kamu adalah lelaki sejati. Jangan terlalu akrab, biasa saja. Kemana pun nona Aletta pergi harus di dampingi. Kecuali hal yang sudah dilarang dalam perjanjian. Aku rasa kamu mengerti. Jangan bersikap kasar dan turuti semua mau nona Aletta, satu lagi-"
"Gak boleh jatuh cinta dengan nona Aletta," sambung Reyhan mendengus kesal. ' Peraturan yang aneh," pikir lelaki itu.
"Good. Kamu memang cerdas! Enggak salah aku pilih kamu jadi bodyguard buat nona Letta."
***
Bagas memasuki rumah megah itu, diikuti oleh Reyhan di belakangnya. Ketika di samping pintu. Pelayan berjejer menyambut mereka dengan senyum yang lebar.
Reyhan tampak terpana setelah melihat isi rumah tersebut, yang ada dibenak Reyhan sekarang. Benar-benar seperti istana sungguhan.
"Pagi menjelang siang, tuan Bagas," ucap salah satu pelayan. Pelayan itu memang sengaja memanggil Bagas dengan sebutan Tuan. Karena ia ingin menghormati seseorang yang statusnya lebih di atasnya. Walaupun pelayan itu umurnya lebih tua dari Bagas.
"Selamat pagi menjelang siang juga, Bi Arumi. Apa kabar hari ini? Apa Bibi Zulfa dan Nona Aletta ada di rumah? Tidak biasanya rumah sepi seperti ini?" Bagas tersenyum ramah kepada pelayan bernama Arumi itu.
"Kebetulan, Nona Aletta dan Nyonya Zulfa sedang pergi ke pemakaman Almarhumah. Nyonya Faridah," jawab Arumi dengan lembut.
Aletta memang satu minggu sekali selalu berkunjung ke makam Ibunya. Namanya Faridah
"Bersama siapa Bi? Sudah lama?" tanya Bagas.
"Bersama Paman Rayyan, sekitar satu jam yang lalu." Paman Rayyan adalah salah satu supir di sini.
"Baiklah terimakasih untuk informasinya Bi. Kenalkan Bi ini Reyhan, pegawal baru di sini. Reyhan ini Bi Arumi pelayan di sini, hampir saja aku lupa mengenalkan kalian," ucap Bagas terseyum.
"Saya Reyhan Adiatama," ucap Reyhan tersenyum mengulurkan tangan pada Bi Arumi.
"Woah! Selamat datang tuan Reyhan yang tampan, senang berkenalan dengan anda." Bi Arumi menyambut tangan Reyhan dengan tersenyum genit. 
"Cukup panggil Reyhan saja Bi." Lelaki itu tersenyum lebar. Mencium tangan Bi Arumi tanda hormat. 
"Bi Jangan genit!" tegur Bagas melotot ke arah Bi Arumi. "Ayo kita ke dalam Rey," ucap Bagas melangkah masuk lagi ke dalam istana itu.
"Permisi Bi Arumi," ucap Reyhan pergi mengikuti langkah sahabatnya itu.
Kepergiannya diiringi senyum Bibi Arumi yang manis.
Bagas mengajak Reyhan berjalan mengitari ruangan itu, sembari memberitahu, ruangan-ruangan yang tersedia di sini. 
'Luas sekali rumah ini, membuat aku pusing saja,' pikirnya.
"Rey, kita udah sampai di kamar yang aku tempati. Sementara di sini dulu ya, aku masih ada kerjaan. Istirahat aja dulu,"  ucap Bagas.
Reyhan hanya mengangguk. Dia pun melangkah masuk.
 
***
Bibi Zulfa dan Aletta telah sampai di rumah megah milik tuan Panji.
"Bi, aku masuk ke kamar dulu ya, pengen istirahat," ucap Aletta.
"Iya nak," 
***
Sementara itu, setelah kepergian Aletta. Zulfa menghubungi Bagas, sebab pria itu tadi mengatakan ada hal penting yang ingin disampaikannya. 
"Hallo Bagas, saya sudah di rumah. Sekarang saya ada di ruang tamu, kamu ke sini ya," ucap Bi Zulfa sembari menghempaskan bokongnya ke sopa.
"Baik Bi, saya segera ke sana!" ucap Bagas lantang.
Mereka bertemu dan bicara serius.
"Bi, apa tuan Panji sudah mengatakan akan ada bodyguard untuk nona Aletta dan kalian akan pindah ke kota B?" tanya Bagas.
"Ya, dia sudah bicara," jawab Zulfa. "Aku setuju saja kalau itu memang yang terbaik untuk Aletta," sambung wanita itu.
"Kebetulan Bodyguard itu sudah ada di rumah ini Bi, dia sedang-" Ucapan Bagas terpotong. Dikarenakan suara berisik yang berasal dari arah dapur. 
''Pergi kau dasar penyusup!''  Suara seseorang perempuan menyadarkan mereka yang tengah duduk.
"Seperti itu suara Aletta, jangan-jangan terjadi sesuatu padanya,"
"Ayo Bi sebaiknya kita menghampiri nona Aletta." Gegas Bagas beranjak dari tempatnya duduk.

Book Comment (91)

  • avatar
    Momz Brio

    bagus cerita nya

    22/07

      0
  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus ceritanya gk muter2👍

    29/04

      0
  • avatar
    Ade Priatna

    terimakasih

    17/06/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters