logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

BAB 7 Misteri itu Tak Serta Merta Hilang (POV Ayu)

Suatu sore jelang senja; Dika sedang memandang jendela kamarnya yang saat itu masih terbuka.
Sambil tersenyum-senyum dia berkata,’’Eeeh temanku sudah pada datang.’’ Dia berkata sambil menunjuk ke suatu tempat. Dika terlihat melambai-lambaikan tangannya seperti sedang mengajak teman-temannya masuk.
Begitu riangnya dia.Kemudian Dika hilir mudik mengambil mainannya yang begitu banyak kemudian seperti membagi-bagikannya ke banyak orang.
Sejurus kemudian Dika mengeluarkan suara-suara
''Ngeeeng...ayyooo doyong mobilku kuat-kuat yaaa.''seperti memerintah seseorang mendorong mobil-mobilannya. Dika tertawa riang.
‘’Yaa Tuhan...Ada apa lagi ini?’’desahku.

Aku bergegas menghampirinya.
Dika yang waktu itu berusia tiga tahunan terlihat begitu bahagia..tertawa ceria seperti sedang bermain dengan teman-teman sebayanya padahal waktu itu dia sedang berada sendirian di kamarnya. Aku sendiri sedang ke belakang menyiapkan makan malam untuk keluargaku.
Kejadian aneh yang dialami Dika tidak hanya berhenti sampai disana saja. Hampir tiap malam Dika terbangun dari tidurnya sambil berteriak-teriak ketakutan.
‘’Bunda...itu lihat...di luar ada harimau putih.”
Aku yang tidur di sebelahnya terbangun seketika. Kaget kulihat Dika sedang menunjuk-nunjuk jendela kamarnya; sesaat kemudian dia menutup wajahnya sendiri dengan kedua telapak tangannya. Jelas terlihat sekali raut wajah ketakutannya.
Kubujuk Dika untuk tidur kembali. Sebisaku aku berdoa kepada yang Kuasa supaya melindungi keluargaku.
Di pagi harinya kulihat Dika sudah seperti biasa sikapnya. Setelah mandi dan sarapan’ kebetulan aku libur tidak mengajar...pelan-pelan kutanya dia apa yang semalam dia lihat.
Tak kusangka dengan segera Dika memperagakan cara harimau yang sedang berjalan; dengan ekspresi yang sulit kumaknai.
Aku terpaku; banyak sekali keganjilan kualami setelah pernikahanku. Kehidupan penuh misteri sepertinya terus menyelimuti kehidupanku.
Dari hari ke haripun emosiku masih tidak stabil. Emosi meluap-luap, rasa benci terhadap suami dan keluarganya bahkan pada diriku sendiri yang sepertinya tidak berdaya menghadapi masalah demi masalah yang selalu mendera kehidupanku.
Sering aku bermimpi buruk, mengigau tidak karuan. Hidupku seperti tiada artinya. Sedikit saja kebahagiaan aku reguk; bersamaan dengan itu kembali masalah aku hadapi. Dika yang menjadi tanggung jawabku sepertinya mulai diganggu makhluk astral.
Dika pun sering kali sulit sekali mengendalikan emosi. Kemarahannya seringkali meluap-luap bila keinginannya tidak dituruti.
"Aku mau mainan itu Bunda...belii...sekarang."teriaknya tanpa henti kalau dia melihat mainan yang menarik perhatiannya.
Tak jarang dia menangis tanpa sebab..berjam-jam tanpa henti..dari siang sampai sore; sampai aku kebingungan luar biasa.
Marah-marah tanpa sebab pun mulai sering melandaku; ditambah sikap ART ku yang seperti justru ingin memperbudakku.
Suatu malam Dika menangis tiada henti. Berbagai cara kutempuh untuk membujuknya supaya berhenti menangis tapi justru tangisannya tidak mau berhenti; hingga... .
''dug dug dug duuug..." terdengar pintu rumahku digedor-gedor dari luar dan terdengar suara teriakan pengasuh Dika marah-marah
"Buuu...Dika jangan disiksa terus Bu...kasihan!''teriaknya tanpa tahu duduk persoalannya.
Aku yang berada di dekat Dika untuk meredakan tantrum nya terperanjat kaget melihat ulahnya. Dengan emosi yang sulit kukendalikan kukejar ARTku hingga hampir saja aku duel dengannya.
Tapi lagi-lagi tak habis pikir aku; Anto justru marah melihat sikapku. Dia justru membelanya.
Aku semakin merasa kecewa pada suamiku. Sikap Anto suamiku dan keluarganya sungguh membuatku hilang kesadaran.Hati dan pikiranku kacau; bayang-bayang mataku selalu tertuju ke belakang kios suamiku yang dahulu seringkali om Bahlul menyelinap masuk ke sana secara diam-diam.
Ibuku menangis sedih melihat keadaanku yang seperti di luar kendali.Misteri itu terus berlanjut sampai suatu ketika kuceritakan kejadian demi kejadian aneh tersebut kepada kakakku.Atas sarannya aku supaya diruqyah saja; tetapi yang Syar’iyyah...sesuai dengan tuntunan Agama dengan dibacakan ayat-ayat Kitab suci oleh yang benar-benar ahlinya. Bukan mendatangi dukun yang sebetulnya suatu kesalahan besar yang sudah pernah aku dan Anto lakukan.
Dengan didampingi suami aku menjalani Ruqyah Syar’iyyah. Awal diruqyah aku merasakan sekujur tubuh panas yang sangat luar biasa; seperti ada yang menjalar dalam pembuluh darahnya dan menimbulkan sakit yang teramat sangat. Tanpa sadar aku berteriak histeris tanpa bisa terkontrol lagi.
“Aaah sakiiit...ampuuun ...sakiiit.” jeritku tanpa kusadari.
‘’Panaaas...” aku hilang kendali. Serasa ada sesuatu yang berjalan cepat di dalam aliran tubuhku.
Teriakan dan jeritan histerisku terdengar sampai berpuluh puluh meter dari tempat aku diruqyah itu.Suatu hal yang juga aneh, karena pada dasarnya suaraku tidaklah mungkin bisa terdengar sampai berpuluh puluh meter jauhnya kalau bukan karena pengaruh dari makhluk tak kasat mata yang selama itu seperti menguasai diriku.
Ruqyah Syar’iyah yang dijalaniku tidak hanya berhenti sampai di situ saja...ketika aku juga mulai mengalami banyak kejanggalan lainnya. Hampir setiap jelang magrib di kamar seperti melayang layang selembar kain hitam yang hendak melilit erat tubuhku. Pikiran dan perasaanku anehnya juga selalu tertuju pada belakang kios tempat berdagang suamiku; hingga akhirnya Ruqyah Syar’iyah pun dilakukan pada kios dan rumah tinggalku...berbekal air mineral yang sudah dibacakan Ayat-ayat suci; atas bimbingan ahli Ruqyah Syar’iyah..Anto menciprat-cipratkan air di sekeliling kios dan rumah tinggalnya.
Masuk hari ketiga,,,jelang Magrib Mamah Mertuaku datang dengan tergopoh-gopoh ke rumahku dengan membawa bungkusan kain putih sebesar jari telunjuk berujud pocong kecil.
‘’Antooo...apa ini To...?’’tanya Mamah Mertuaku sambil mengacung-acungkan benda yang dibawanya. Ketakutan jelas terpancar di wajahnya.
Katanya bungkusan itu ditemukan di bawah tiang penyangga di belakang kios...tepat di mana pikiran dan perasaanku selalu tertuju ke sana.Bungkusan itu diserahkan ke Anto dan kemudian membawanya ke ahli yang meruqyah.
Sungguh aneh; setelah bungkusan itu diterima oleh pak Kyai ahli Ruqyah, didoakan...dibuka...ternyata dalam bungkusan itu terdapat serpihan kaca dan sejumput rambut entah milik siapa. Bungkusan itu kemudian dibakar oleh pak Kyai. Lebih aneh lagi...setelah bungkusan itu dibakar; Aku mulai merasakan ketenangan yang teramat sangat.
Tahun 2010...tepat di hari Raya Idul Fitri....selesai menjalankan salat Ied...setelah saling memaafkan dengan orang tua dan keluarganya; Anto dan aku bersilaturahmi ke rumah Om Bahlul. Ketika sungkem untuk meminta maaf atas kesalahannya...Om Bahlul berkata
’’Sekarang sudah impas yaa Yu...sudah tidak ada apa-apa di antara kita. Bersih...!”.
Aku merasakan ada nada keanehan di suara Om Bahlul.Tapi Aku tidak menghiraukan lagi perasaan aneh itu. Yang ada dalam pikiran Aku...Idul Fitri adalah momen yang tepat untuk saling memaafkan. Lahir batin.Itu saja.
Sejak kejadian di hari raya Idul Fitri di rumah Om Bahlul itu...kehidupanku menjadi lebih tenang. Aku seperti baru saja keluar dari mimpi buruk. Berangsur-angsur kehidupan usaha suamiku pelan-pelan mulai membaik. Suatu hal di luar nalar sebetulnya kalau boleh hal itu diingat ingat.
Tapi untuk selanjutnya; ikiran-pikiran buruk terhadap Om Bahlul dan istrinya berusaha kuhilangkan jauh-jauh. Pikirku...biarlah Tuhan Yang Esa saja yang akan memberikan keadilannya bila benar kejadian-kejadian misteri di kehidupan ku lantaran ulah buruk mereka yang merasa tersaingi bisnisnya.

*****

Book Comment (23)

  • avatar
    Kelvin Darrent

    it's hell

    09/08

      0
  • avatar
    SharifSuzana

    👍🏼

    04/07

      0
  • avatar
    HasanahFitria

    baik.

    11/05/2023

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters