logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

6. Lamaran Justin

Alana menatap pantulan dirinya di cermin. Ia memutuskan untuk bekerja hari ini. Janji pada diri sendiri dan bayi yang di kandungnya untuk menjalani hidup yang baik dan tabah.
Ia bersyukur juga dengan kehadiran Aundrey. Gadis itu sangat baik kepadanya. Membantunya untuk mengurus kandungannya.
Ia mengambil tas setelah memoleskan lipstik pink di bibirnya. Ia berjalan keluar dan mengunci pintu kosannya.
***
Alana ke meja kasir dan mulai bekerja seperti biasa. Ia belum menemui Justin, menurut teman kerjanya pra itu belum sampai karena perjalanan dari Jepang.
“Pantas saja sepi, banyak yang ke Jepang,” batin Alana. Hari ini lumayan banyak ia kelelahan.
Alana mengedarkan pandangannya ke penjuru Cafe. Ia merasa diawasi, tetapi tidak ada yang mencurigakan.
“Mungkin hormonku saja kali,” batin Alana mencoba untuk tidak peduli pada pikiran buruk yang hinggap di otaknya. Ia masih ingat pesan Dokter Lonia agar tidak memikirkan hal buruk.
“Sabar, ya, Nak. 5 menit lagi,” gumam Alana mengelus perutnya.
“Alana,” panggil Justin dengan senyum merakah.
“Justin!” pekik Alana melihat pria itu. Dia senang melihat Justin terlihat bahagia.
“Kamu sudah sembuh, ‘kan?” tanya Justin. Ia menatap Alana yang lebih kurus dari terakhir ia temui. Wajah gadis itu uga tampak pucat dan mata yang terlihat bengkak.
“Apa yang terjadi padamu, Lana?” batin Justin.
“Aku sekarang baik-baik saja.” Alana tersenyum. Senyum yang tidak sampai ke mata.
“Kamu istirahatlah. Makan dulu,” ajak Justin.
Alana menatap jam tangannya. Ia mengangguk mengikuti Justin, sementara di kasir di tempati oleh karyawati lainnya saat sementara mereka bergilir istirahat untuk makan.
***
Justin menceritakan pengalamannya saat berada di Jepang. Hotel dan tamu-tamu yang membuat ia terkesan sampai ia bercerita tentang pertemuannya dengan Dokter Denuca.
“Ternyata Dokter Denuca berada di sana. Tidak heran, sih, mengingat dia Dokter terbaik di negara kita. Dia pasti punya relasi bisnis yang luas, apalagi dia merupakan sahabat sekaligus orang Waston Crop.”
Alana mengangguk-angguk. Dia tidak begitu tahu tentang Denuca, tetapi ia sering mendengar berita kesuksesan Denuca.
“Hidup Dokter Denuca pasti enak, dia bisa ke mana-mana dengan uang yang banyak,” ujar Alana.
Justin tersenyum menanggapi. “Kita juga bisa pergi ke mana-mana,” tawar Justin membuat Alana kaget.
“Tidak, Justin. Aku senang berada di New York saja,” ucap Alana. Namun, jauh di lubuk hatinya, ia sangat penasaran dengan dunia luar.
“Lana, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat nanti malam,” ucap Justin bersamaan dengan Alana.
“Justin, aku ingin membicarakan sesuatu denganmu.”
Alana dan Justin sama-sama tersenyum menyadari mereka ingin bicarakan sesuatu. Sesuatu yang mungkin akan melukai hati sebaik Justin.
“Baiklah, sekalian nanti malam saja,” usul Justin disetujui Alana.
***
Alana sudah pulang lebih dulu dan menolak tawaran Justin untuk mengantarnya. Ia membersihkan diri setiba di kosannya. Setelah mandi, ia memilih dress setengah lutut yang tampak sederhana.
Ia hanya memakai make up natural dengan flat shoe yang membungkus kakinya. Ia menunggu Justin datang dan tepat setelah itu, ketukan pintu membuatnya segera keluar.
“Cantik,” puji Justin dalam hati.
“Ayo, Justin,” ajak Alana. Ia dibukakan pintu oleh Justin. Gadis itu tersipu diperlakukan istimewa, tetapi ia hanya menganggap Justin sebagai teman.
***
Sekarang mereka tiba di tempat mewah. Deru ombak terdengar dan angin mala yang berembus sejuk.
Lampu-lampu di sekitar pembatas, serta lilin di atas meja membuat Alana menatap Justin penuh tanda tanya. Justin menuntun Alana ke sana.
“Silakan duduk Tuan Putri,” ucap Justin.
“Hahahaha, kamu berlebihan, Justin.” Alana duduk di kursi yang ditarik Justin untuknya. Tampak bibir mungilnya berdecak kagum melihat keindahan pantai.
“Justin, kita ‘kan hanya mau berbicara santai. Kenapa tempatnya harus seperti ini?” tanya Alana.
“Kamu akan tahu,” ucap Justin membuat Alana penasaran.
Justin meminta Alana untuk makan dan Alana hanya menurut. Dia masih bingung dengan suasana romantis yang menurutnya tidak pas dengan obrolannya nanti.
Ia tidak tahu apakah Justin percaya padanya atau menggunjingnya sebagai wanita murahan.
“Ekhm, Alana, kamu yang ingin bicara duluan atau aku?” tanya Justin setelah mereka selesai makan.
“Kamu saja,” ujar Alana lembut.
“Alana, maaf bila aku lancang mengatakan ini. Akan tetapi, sejak pertama mengenalmu. Aku sudah jatuh hati padamu. Aku kira hanya perasaan sesaat, tetapi semakin lama bersamamu, rasa di hatiku semakin tumbuh. Aku ingin kamu menjadi istriku.”
Alana tercengang dengan pengakuan Justin dan lamaran mendadaknya. Kini tangannya digenggam Justin dengan lembut.
“Aku harap kamu menerima pinanganku,” ucap Justin. Ia menarik tangannya sebelah dan mengeluarkan sebuah kontak merah berbentuk hati. Di dalamnya terdapat cincin emas dengan permata yang cantik di atasnya.
Alana menarik tangannya dan melihat raut wajah kecewa Justin. Ia menunduk dengan mata berkaca-kaca.
“Aku tidak meminta jawabanmu sekarang dan bahkan bila ini terlalu mendadak. Kita bisa dalam tahap pendekatan,” ujar Justin cepat. Alana mengangkat wajahnya.
Lelehan kristal telah menghiasi kedua mata indahnya. Justin menatapnya sendu. Ia tidak mau membuat Alana menangis.
“Justin, aku tidak bisa.”
“Kenapa?”
“Aku ... aku hamil.”
Bagai disambar petir di malam hari, Justin tidak percaya dengan ucapan Alana. Ia tidak pernah melihat Alana dekat dengan pria manapun.
“Justin, aku ke sini untuk mengatakan kondisiku padamu. Aku hamil dan aku tidak tahu ayah dari bayiku. Semua terasa membingungkan. Aku hamil, tetapi setelah melakukan tes kepada dokter. Aku masih virgin,” jelas Alana.
Justin menghela napas. Ia masih syok dengan ucapan Alana. Akan tetapi, ia hanya tersenyum setelah mendengar ucapan Alana. Meski itu di luar nalar, tetapi ia mempercayai ucapan gadis di depannya.
“Aku masih diperiksa, Dokter. Memastikan bila di dalam rahimku bayiku tumbuh sehat karena kita tahu asalnya,” jelas Alana dengan mengusap air matanya. Ia mengeluarkan surat hasil tesnya, memperlihatkan pada Justin.
“Alana, aku bersedia menjadi Ayah untuk bayimu,” ucap Justin membuat Alana terharu.
Bayangan pria itu memakainya dan menatapnya jijik ternyata hanya angan. Pria itu justru mau bertanggung jawab padahal bukan bayinya.
“Justin ... aku berterima kasih, tetapi jawabanku tetap tidak,” tolak Alana. Ia tidak mau menyusahkan pria sebaik Justin.
“Alana aku bersungguh-sungguh. Aku mohon biarkan kita saling mengenal sebagai pria dan wanita,” mohon Justin.
Alana sangat resah sekarang.
“Aku mohon. Jika, aku tidak berhasil meluluhkanmu. Aku akan menerima jawabanmu,” pinta Justin.
“Eum, baiklah.”
***
Denuca menatap video dan gambar yang dikirim oleh orangnya. Ia mengisap rokoknya dengan pelan, tetapi kuat.
“Kalau kau masih hanya menatapnya dari kejauhan dan membiarkan pria bernama Justin itu mendekati gadis itu. Kau harus rela jika kau tidak akan dikenal anakmu sendiri,” ucap Axelio menatap tajam Denuca.
“Ck, kau itu sangat cerewet sekali,” balas Denuca yang tidak mau bertengkar dengan Axelio. Pria itu mendadak menjadi Mr. Waston kedua yang bicara dengan sakras.
Jevras dan Draco yang duduk dengan kaki menyilang, menatap kedua pria itu yang sedang berdebat tentang bayi dan seorang gadis. Mereka berdua belum tahu permasalahan Denuca.
“Sejak kapan kau punya bayi?” tanya Draco yang akhirnya ikut menimpali.
“dia menghamili seorang gadis tanpa menyentuhnya. Ck, ck, aku pernah memujinya begitu cerdas. Akan tetapi, dia terlihat bodoh. Kau memang kebalikan dari Mr. Waston. Kalau Mr. Waston membunuh tanpa menyentuh, kau malah menghidupkan mahluk lain tanpa menyentuh. Ck,” decak Axelio.
“Apa maksudmu?” tanya Jevras.
“Dia membuat seorang gadis hamil tanpa memerawaninya,” jawab Axelio dengan kesal.
“Apa?!” Jevras terkejut mendengar jawaban Axelio. Ia menatap horor kepada Denuca. Ia merasa pria itu memang aneh sekali dan memang pantas disebut dokter gila.
“Kau sangat hebat, Dude,” komentar Jevras dan bertepuk tangan.
Bantal kini melayang ke wajah tampannya. Ia mendelik kesal melihat Axelio pelakunya.
“Besok, kau pulanglah. Urusan Shibuya, biar kami yang mengurusnya.” Draco memang paling bijak di antara mereka. Mungkin karena usianya.
“Baiklah. Aku serahkan pada kalian,” putus Denuca. Ia harus kembali ke New York dan mengurus gadis yang mengandung anaknya.
***
Bersambung ....

Book Comment (245)

  • avatar
    ELYN

    makasiiiiii

    7d

      0
  • avatar
    JondepCarolina

    qwdfghhhh

    20d

      0
  • avatar
    Evelyn KimEryn

    I LOVE THIS STORY SO MUCH

    02/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters