logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

4. Ternyata Hamil

Pagi ini Alana merasa tubuhnya semakin lemas. Ia sudah berkali-kali ke kamar mandi memuntahkan cairan bening. Ia merasa kepalanya akan pecah.
“Huek.” Alana nyaris ambruk, tetapi dia berpegangan di dinding kamar mandinya.
Ia segera berkumur dan ke kasurnya. Alana berharap rasa sakit kepala dan mualnya reda. Untung ia sudah meminta izin kepada Justin untuk tidak ke Cafe.
Alana memejamkan mata berusaha untuk tidur. Ia bahkan bisa merasakan kini tubuhnya mula menggigil dingin.
***
Sang Surya memancarkan sinarnya begitu terang. Gadis itu perlahan mengucek matanya dan melihat jam di ponselnya.
“Astaga! Sudah siang!” pekiknya.
Ia segera mandi dan bersiap-siap. Tas selempangnya sudah bertengger dan dia keluar dari kos. Tidak lupa menguncinya.
“Alana, Ibu boleh minta tolong?” tanya Bu Jelsi. Dia merupakan Ibu Kos Alana.
“Iya, Bu.” Alana mendekat.
“Ibu harus ke sekolah Nesa, dia melupakan bukunya. Ibu minta tolong untuk antar sebentar Nefa ke Posyandu,” ucap Bu Jelsi dengan nada memohon.
“Baik, Bu.” Alana mengambil belita itu. Ia sangat senang dengan anak kecil. Begitu melihat Alana tidak keberatan, Bu Jesli mengucapkan banyak terima kasih.
Wanita berusia 43 tahun itu segera berangkat. Alana pun membawa Nefa ke posyandu. Suasana posyandu berbeda.
***
“Bu Jelsi,” ucap salah satu kader.
“Maaf, Bu. Saya yang membawa Nefa ke sini.” Alana segera mendekat.
“Oh, tidak apa-apa. Mari cantik kita timbang dulu.” Nefa mulai rewel tidak mau melepas pelukannya di leher Alana. Akhirnya Alana ikut masuk ke dalam ruangan dan betapa terkejutnya saat dia bertemu dengan teman SMPnya. Aundrey.
“Loh, Lana! Kamu di sini!” pekik Aundrey. Ia segera menerjang tubuh temannya. Sudah dua tahun kabar kehilangan Alana dan ia mengetahui itu dari cerita tetangga Alana.
“Aundrey, kamu di sini,” ucap Alana tidak percaya.
“Ya, yuk, duduk dulu. Nanti kita ngobrol setelah pekerjaanku selesai.”
Alana duduk di salah satu kursi dan melihat Aundrey yang begitu cekatan mengurus Nefa yang mulai rewel kembali.
Hampir satu jam Alana di sana menunggu Aundrey. Akhirnya mereka pulang dan kali ini, Alana tidak perlu naik taksi karena Aundrey punya mobil sendiri.
***
Alana meninggalkan Aundrey di kosannya karena dia harus mengembalikan Nefa ke Bu Jelsi. Bu Jelsi menawarkan makan kue kepada Alana, tetapi Alana menolak dengan halus.
“Makasih, ya, Nak Lana.”
“Sama-sama, Bu.”
Alana pamit pergi dan segera masuk ke kosannya. Ia melihat Aundrey duduk seraya memandang isi kamarnya yang tidak seberapa.
“Lana, enggak usah repot-repot,” ucap Aundrey ketika melihat Lana membuat minum untuknya.
“Tidak apa-apa.” Alana mendekat dan meletakkan secangkir teh. Ia juga duduk membuat Aundrey menatapnya lekat.
Kantung mata serta wajah yang pucat membuat Aundrey bertanya-tanya dalam hati tentang kondisi Alana. Banyak yang ia ingin tanyakan tentang Alana. Kehidupan gadis itu setelah kabur dari kekejaman paman dan bibinya.
“Lana, kamu baik-baik saja, ‘kan?” tanya Aundrey membuat Alana menggeleng. Aundrey menatapnya sendu.
“Aku kurang enak badan, sudah dua minggu. Sebenarnya aku baru keluar dari rumah sakit lima hari yang lalu,” ucapnya polos membuat Aundrey menghela napas. Ia tidak menyangka Alana tidak berubah. Masih saja menjadi gadis polos.
Maksud pertanyaannya tentang kondisi gadis itu setelah kabur saat menerima kekejaman keluarganya sendiri.
“Alana, kamu sakit apa?”
“Eum, kata Dokter aku kelelahan saja.”
“Kamu tampak pucat sekali. Seharusnya kamu tetap istirahat.”
“Iya, aku merasa tubuhku kemarin baik-baik saja. Akan tetapi, tadi pagi mualku muncul lebih hebat dari kemarin, kepalaku juga pusing sekali. Aku merasa lemas setelah muntah,” jelas Alana membuat kerutan kecil muncul di dahi Aundrey.
Ia sebagai Bidang kandungan sering mendengar keluh kesah itu. Akan tetapi, ini Alana yang mengucapkannya. Dari pengamatannya. Alana jelas belum menikah. Terlihat tidak ada juga cincin di jari manisnya.
“Alana, apa kamu sudah menikah?” Ia ingin memastikan sesuatu.
“Belum, aku belum berpikir untuk menikah. Lagipula aku hanya gadis miskin,” ucap Alana membuat Aundrey menggeleng.
“Tidak ... tidak, maksudku tidak seperti itu.” Ia pindah dan memeluk Alana.
“Aku baik-baik saja, Aundrey.”
“Hufh, baiklah. Kalau begitu izinkan aku memeriksamu, ok?”
“Baiklah.”
Alan membiarkan Aundrey memeriksanya. Namun, ia tidak tahu kenapa setelah diperiksa, Audrey meminta ke rumah sakit.
***
“Kamu hamil, Lana.”
“Ha—hamil?”
Alana tidak percaya dengan ucapan yang keluar dari bibir Aundrey. Ia menatap layar monitor USG yang menampilkan setitik gumpalan.
“Itu bayimu,” ucap Aundrey.
Air mata Alana menetes. Aundrey kira Alana punya pacar dan ditinggalkan. Dia membantu gadis itu bangun.
“Siapa pria yang menghamilimu?” tanya Aundrey.
Alana menggeleng. “Aku tidak pernah melakukannya,” lirihnya membuat Aundrey terbelalak.
“Lana, kamu tidak mungkin hamil kalau tidak pernah melakukannya.”
“Aku tidak berbohong.”
“Apa kamu pernah dilecehkan atau terbangun dalam keadaan tidak memakai baju?” Alana menggeleng.
Aundrey nyaris tidak percaya. Namun, dia membawa Alana menuju lorong Dokter kandungan. Ia segera bertemu dengan rekan kerjanya Dokter Lonia.
“Tenanglah. Aku pasti membantumu. Di New York, inilah rumah sakit terbaik. Di sini banyak dokter ahli,” ucap Aundrey.
Mereka tiba di lorong khusus dokter ahli. “Lusi!” Yang dipanggil menoleh dengan wajah terkejut.
“I—iya, Kak.” Lusi terbiasa memanggil Bidang-bidang di sini dengan sebutan ‘kak’.
“Aku ingin bertemu dengan Dokter Lonia.”
“Baiklah.” Lusi menghilang dari bali intu putih. Ia keluar kembali dan mempersilakan Aundrey masuk bersama Alana.
Ia segera mengirim pesan kepada Denuca ketika melihat Lana di rumah sakit bersama bidang kandungan.
[Dok, Alana datang bersama Bidang Aundrey ke ruangan Dokter Lonia.]
***
Di sisi lain, pria itu yang datang ke Miami telah melakukan penerbangan ke Jepang. Ia tengah mengejar kelompok kecil yang memberontak dan merampok obat-obatan mereka yang dikirim lewat jalur lautan barat.
“Kau masih ingin berdiri di tengah mayat-mayat itu?” Draco menginstruksi Denuca saat pria itu masih mematung di sana dengan ponsel yang menyala di tangannya.
“Kita segera pergi.”
Denuca segera ke mobil bersama Draco dan Jevras. Rahang pria itu mengeras. Ia tidak menyangka Alana harus tahu kebenarannya saat dia dalam misi dari Bosnya.
“Jev, kau sudah melapor pada Mr. Waston tentang perjanjian Shibuya dengan kelompok kecil dari Miami?” tanya Denuca.
“Sudah. Dalam dua hari, Axelio akan datang ke Hakodate menghadiri pesta bisnis yang digelar di Hotel Sato Nakiru. Mr. Kato Yoshi pasti sedang di sana. Mr. Waston hanya meminta kita untuk menandai wajah-wajah mereka,” jelas Jevras.
“Baiklah.”
Denuca menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata sejenak. Setelah membantai semua kelompok kecil dari Miami yang datang ke Shibuya, dia merasa masih kurang puas.
Namun, pesan yang dikirim Lusi membuatnya cemas sendiri. Satu-satunya alat canggih yang baru beredar punyanya. Ia cemas ketika mereka mengungkap tentang itu kepada Alana.
Tes-tube baby D atau sering disebut IFV D merupakan alat ciptaan yang dibuat Denuca. Pengembangannya yang canggih dan tidak ribet membuat banyak orang datang mengeluarkan ratusan dolar untuk memakai alat itu.
Putra dari Danil dan Jene ini memang semakin memiliki nama di ilmu medis. Tidak hanya memiliki paras tampan, tetapi ia sangat jenius dan kaya-raya.
[Kalian awasi gadis bernama Alana.]
Denuca memerintahkan beberapa anak buahnya untuk memata-matai dan mengawasi Alana. Ia sampai sekarang masih belum bisa mengambil tindakan lain selain memantau Alana.
***
Bersambung ....

Book Comment (245)

  • avatar
    ELYN

    makasiiiiii

    7d

      0
  • avatar
    JondepCarolina

    qwdfghhhh

    20d

      0
  • avatar
    Evelyn KimEryn

    I LOVE THIS STORY SO MUCH

    02/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters