logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

3. Merasa Aneh

Alana memamerkan deret giginya saat Justin masuk dengan kantong kresek yang dibawanya. Ia membalas senyuman Alana. Gadis itu terlihat bahagia membuat ia bertanya-tanya penyebabnya.
"Kamu terlihat bahagia sekali," komentar Justin dan mendaratkan bokong di kursi. Ia membuka kantong kresek dan mengeluarkan dua bungkus nasi kuning di sana.
"Tentu saja. Kamu tahu, Dokter tadi datang ke sini. Dia memberiku izin pulang," ucapnya girang.
Justin menghela napas. Ia sebenarnya tidak setuju jika Alana pulang, tetapi melihat kebahagiaan gadis di depannya, ia terpaksa mengalah. Ia meminta Alana untuk tidak datang bekerja dulu sebelum kondisinya membaik seperti saran dokter.
Alana dibantu untuk menyandar, meski Justin sempat menawarkan untuk menyuapinya, tetapi ia menolak. Akhirnya mereka makan berdua diiringi dengan obrolan keduanya.
Setelah makan dan minum obat, Alana kembali istirahat sebelum sore nanti dia akan keluar dari rumah sakit. Justin terpaksa meninggalkan Alana karena harus ke Cafenya dulu. Ada kliennya yang meminta bertemu. Meski dia berat, tetapi Alan mengusirnya dan menganggap itu adalah keuntungan besar.
"Aku akan kembali nanti," ucap Justin.
"Iya, bawalah kabar baik," pinta Alana.
Justin mengangguk dan melambaikan tangan pergi.
***
Sorenya Alana sudah bisa pulang. Dia pergi dan tidak bertemu dengan Denuca lagi. Hanya ada suster yang ia tahu namanya Lusiana atau kerap disapa Lusi yang mengunjunginya. Suster itu sangat baik padanya membuat Alana berterima kasih.
Di perjalanan mereka singgah di toko dulu untuk membeli beberapa keperluan dapur. Justin sengaja melebihkan untuk keperluan dapur Alana juga untuk sebulan agar gadis pujaannya tidak perlu keluar untuk membeli bahan makanan.
"Justin, bagaimana dengan klienmu?" tanya Alana.
"Aku hampir lupa, dia ingin Cafe kita kosong minggu depan karena dia mau membokingnya."
Alana mendengar itu semakin semangat. "Wah, kita akan sibuk menerima tamu-tamunya," ujarnya antusiasi.
"Bukan kita Alana, karena kamu harus istirahat."
Bibir Alana mengerucut mendengar penolakan Justin. Namun, Alana sudah berjanji pada dokter dan Justin untuk tidak membantah dan menuruti sarannya. Ia bergidik ngeri bila dia pingsan dan kembali ke rumah sakit. Ia takut dengan jarum suntik ditambah ia tak mau berhutang banyak dengan Justin.
"Justin aku ingin es krim," ucap Alana spontan saat melihat tempat es krim.
"Baiklah, ayo," ajak Justin.
Alana dengan semangat mengambil es krim begitu banyak membuat Justin heran. Di perjalanan Alana tampak menikmati es krimnya dan tidak menggubris pertanyaan Justin. Justin menyerah mengajak Alana berbicara.
"Alana ... kamu seperti anak kecil saja," batin Justin, tetapi dia merasa bahagia.
***
Di sisi lain, pria itu baru saja selesai menghancurkan kepala beberapa kelompok yang menyerang mereka. Sepertinya banyak pemberontak yang mulai berani memasuki wilayah mereka secara diam-diam. Namun, pasti dengan bisa mereka membantainya.
"Kalian lanjutkan transaksi kalian. Jangan sampai senjata itu ditangkap," ucap Denuca.
"Baik, Tuan."
Denuca berjalan ke mobilnya dan membiarkan bajunya masih berlumur darah. Ia tidak takut bila di jalan tiba-tiba ada aparat negara yang menghadangnya, karena dengan mudah pria ini bisa melubanginya.
Sikap Denuca selalu terkesan santai, berani mengambil risiko dan selalu berusaha menciptakan karya terbaru yang meski membahayakan, tetapi di samping dampak negatifnya banyak juga dampak positifnya.
Saat ini dia membelai kota Los Angel menuju markasnya. Sesampai di sana, ia segera mandi dan menuju ke ruang makan. Ia duduk di seberang berhadapan dengan Jevras yang juga makan.
"Kapan kita ke Miami?" tanya Jevras di sela-sela kunyahannya.
"Besok," jawab Denuca.
"Hm, Draco pasti sedang menikmati waktu tiga harinya dengan gadis-gadis Miami," decak Jevras. Selain dia menjadi tangan kanan Draco, dia memang sahabat pria itu. Meski usia mereka terpaut jauh, tetapi mereka tidak mempermasalahkan. Bahkan Draco tampak masih muda dan menawan meski dia sudah kepala empat.
Selama mereka bergabung di klan Black Hold, mereka sudah menjalin persahabatan. Kadang waktu senggang mereka gunakan untuk berkunjung ke Korea menghampiri Bosnya dengan datang sebagai seorang sahabat bukan bawahan.
"Jev, apa kita harus ke club juga mencari wanita?" tanya Denuca membuat Jevras menggeleng. Ia sama sekali bukan tipe pemain wanita club. Dia sudah punya wanita pujaan yang sayangnya susah ia dapatkan. Jevras tidak pernah membahas kisa percintaannya dan terkesan tertutup meski ia lebih humbel daripada ketiganya.
Setelah makan, Denuca memutuskan untuk menginap di markas mereka yang bak istana. Ia tidak perlu pulang ke apartemen untuk menyiapkan keperluannya. Cukup dengan satu stelan saja yang ia pakai besok dan senjata ada tersedia banyak di markas. Ia bisa membeli pakaian di Miami nantinya.
Denuca, Jevras dan Draco akan tinggal di Miami selama satu bulan untuk melaksanakan penyerangan dan transaksinya. Klan mafia dari Miami telah berani mengacaukan transaksinya di laut bagian barat tiga hari yang lalu.
Draco tidak lengah, tetapi ia ingin melihat sejauh mana klan Loridz mencari gara-gara dengan klan mereka. Ia melihat bagaimana lihainya mereka dalam mengambil senjata raging bull 454 yang sedang mereka jual. Draco hanya meminta anak buahnya membiarkan mereka kabur dan meminta agar menunggu tanggal mainnya.
Tanggal main yang sebentar lagi akan dimulai dengan kedatangan Denuca dan Jevras. Kali ini, Axelio tidak ikut karena dia sendiri memiliki tugas lain untuk membasmi tikus-tikus gelap yang mencoba mengambil keuntungan dari perusahaan Smith Crop.
***
"Alana, kamu sudah kembali bekerja," tegur Justin setelah lima hari Alana cuti. Ia tidak mau Alana datang begitu cepat. Tanpa sungkan ia menempelkan telapak tangannya di dahi Alana.
"Aku baik-baik saja, Justin," ucap Alana. Dia segera ke meja kasir. "Cepatlah memasak," usirnya membuat Justin mengangguk.
Karyawan dan karyawati Justin sangat baik pada Alana. Hubungan mereka semua baik dan tidak ada yang memilik niat jahat. Selama Alana cuti maka yang lain menggantikannya sampai Alan kembali.
Peluh menetes di dahi Alana saat ini karena sekarang menuju malam minggu. Banyak remaja-remaja yang datang untuk kencan. Antrean juga semakin panjang.
"Semangat, Alana!" batinnya.
Jam menunjukkan angka 22:00 malam. Alana mengembuskan napas lega karena Cafe mereka sudah tutup. Ia memijat tengkuknya yang terekspos karena rambutnya ia gulung ke atas.
"Hufhh ... capek," gumamnya. Ia membuka tutup botol aqua, sementara teman-temannya masih sibuk membersihkan meja, lantai dan piring kotor.
"Alana, ke marilah, kita makan," ajak Justin.
"Tidak, Justin," tolaknya. Nafsu makannya naik-turun. Entah kenapa sekarang ia malah ingin makan sambal terasi, tempe dan pecel ikan lele. Namun, sayangnya itu hanya ada di negaranya.
Andai saja pamannya tidak menjualnya, dia tidak akan sampai di negara asing ini. Ia tidak akan susah payah dan banting tulang demi menyesuaikan kebutuhannya yang lebih mahal di sini. Tanpa sadar setetes air mata meleleh di pipi mulusnya.
"Alana, kamu tidak apa-apa?" tanya Justin. Dia berjongkok di depan Alana dan mengulur tangan mengusap air mata gadis itu.
Bukan berhenti, Alana semakin menangis. Padahal ia selalu menyembunyikan air matanya selama ini, tetapi sekarang ia mudah menangis tanpa alasan. Mudah sekali terbawa suasana.
Alana tidak mengerti dengan perubahan moodnya. Kadang bagus dan kadang buruk. Nafsu makannya juga menurun ditambah muntah di pagi hari.
"Aku antar kamu sekarang pulang," ucap Justin lembut.
Alana mengangguk.
"Justin, besok aku minta izin. Mungkin aku datang terlambat," ucapnya lesu.
"Tidak apa-apa. Aku sudah mengatakan untuk tidak bekerja jika kondisimu masih belum baik."
"Aku tidak mungkin tidak bekerja, sementara uang ruang inapku saja dan biaya obatku belum aku lunasi padamu," batin Alana.
Ia menatap keluar jendela. Ia tidak menyadari kapan rintik-rintik mulai memenuhi kaca jendela mobil Justin sampai tertutup dan terlihat buram. Alana merasa matanya sudah berat, akhirnya ia terlelap.
"Alana ... andai kamu tahu, aku mencintaimu dan tidak tega melihatmu kelelahan bekerja," batin Justin. Ia berjanji besok, jika Alana datang, dia akan mengajak gadis itu ke suatu tempat dan melamar Alana. Ya, ia tidak akan menunggu lama. Besok ia akan memberikan Alana kejutan lamaran. Memikirkan itu, Justin merasa tidak sabar. Ia ingin memiliki Alana seutuhnya.
***
TBC
Jangan lupa berikan jejaknya bila menyukai ceritaku.

Book Comment (245)

  • avatar
    ELYN

    makasiiiiii

    7d

      0
  • avatar
    JondepCarolina

    qwdfghhhh

    20d

      0
  • avatar
    Evelyn KimEryn

    I LOVE THIS STORY SO MUCH

    02/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters