logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 Dimi and Juno

Membutuhkan waktu lebih bagiku untuk memulihkan ingatan yang kurasa masih acak-acakan ini. Sambil mengingat aku pun menjawab. “Aku di perpus kampus, terus ketemu Kak Juno sama temannya.”
Diata menoleh padaku, menghentikan kegiatan mengetiknya sejenak. Sepertinya ceritaku berhasil menarik perhatian seorang Diata, yang jarang sekali tertarik pada apapun.
“Kak Juno teman Milion bukan?” tanya Stepani, aku mengangguk.
“Kamu bilang Kak Juno bersama temannya, berarti temannya itu Milion dong! Berarti laki-laki super dingin dan galak yang ke sini itu Milion?” Mina coba menerka yang langsung dijitak pelan Stepani.
“Milion itu playboy, nggak mungkin dia galak kayak laki-laki tadi. Mina!”
Aku melirik Zia, sama sekali tidak mengerti. “Kamu bicara apa sih?”
“Ayo, teruskan ceritamu sampai selesai.” Stepani tetap memaksaku cerita, membuatku hanya bisa menggerutu dalam hati.
“Kak Juno ngajak kita main ke Dunia Fantasi, soalnya temannya itu…si El, ya El apa gitu kepanjangannya, dia baru datang ke Indonesia dan butuh refreshing. Baru naik permainan sekali, Kak Juno mendadak ada acara. Tinggallah kita berdua, aku sama si El. Kita coba semua permainan di sana sampai tempatnya tutup. Terus…”
“Terus kamu diantar pulang dalam keadaan tertidur pulas.” Ucap Zia meneruskan ceritaku. Aku hanya termenung, tidak mengingat kejadian seterusnya. Yang kuingat aku keluar dari tempat itu dan terus tertawa, menertawakan tingkah konyolku di setiap permainan. Aku masuk ke dalam mobil hitam mengkilap bersama El, memandang keluar jendela yang mulai menggelap perlahan menyembunyikan matahari. Bersandar di tempat duduk, aku sempat bicara entah apa yang membuat El mengembangkan senyumnya dan memperlihatkan dua lesung pipit yang manis. Aku ikut tersenyum dan memejamkan mata karena merasa sangat kelelahan, setelah itu…aku ada di sini.
Refleks kupegang kerah bajuku kuat-kuat. “Jangan…jangan...”
“Tidak mungkin, dia saja enggan menyentuhmu.” Mata Mina membulat, yakin sekali tidak terjadi apa-apa padaku.
“Betul, bahkan untuk menggendongmu sampai ke kamar saja tidak mau.”
“Itu kan karena Dimi tidurnya ileran, mungkin dia takut kemeja mahalnya kena kali.” Aku melihat satu per satu Mina, Zia dan Pani. Mereka seperti membayangkan kejadian tadi versi mereka, sayang aku tidak bisa melihatnya.
“Kamu tahu darimana kemejanya mahal?”
Aku menoleh ke Mina yang bertanya dengan wajah serius.
“Ya taulah, kelihatan dari penampilannya yang high class sama kayak Milion.”
Aku berganti menoleh ke Zia, jadi bingung sendiri dengan arah pembicaraan mereka.
“Intinya Dim, jangan ketiduran lagi. Kalaupun itu terjadi, berjanjilah untuk selalu mengaktifkan telingamu.” Ucap Diata, straight to the point lalu kembali fokus pada ketikannya.
“Memang aku nggak bangun ya, walaupun kalian udah bangunin?”
“Jangan tanya Dim, kita berempat ini yang rame-rame bawa kamu ke kamar.”
“Cowok itu cuma ngeliat dari jauh doang, terus menghilang deh.”
“Iya, bener-bener nggak gentle.”
Obrolan mereka mulai terdengar samar-samar, aku termenung sendiri. Memikirkan kesalahan demi kesalahan yang kubuat hari ini.
Sepertinya ada yang aneh.
***
Esoknya dan hari-hari berikutnya aku semakin dekat dengan Kak Juno. Setiap hari kami berdiskusi di perpustakaan kampus, membicarakan apapun yang membuat waktu terasa begitu cepat. Aku dan Kak Juno juga jadi sering makan di luar, begitu tahu aku pemakan segalanya ia jadi suka mengunjungi resto yang berbeda untuk wisata kuliner.
“Oh ya, kok Dimi nggak pernah lihat teman kakak lagi ya? Si El itu.” tanyaku ketika kami berjalan melewati taman kampus menuju cafetaria. Walau tidak begitu menyukainya, tapi aku harus tetap mengucapkan terima kasih karena telah mengantarku pulang waktu itu.
“Elfreim udah balik ke Singapore, ada urusan mendadak katanya. Nggak tahu deh dia ke sini lagi atau enggak, he’s unpredictable guy.”
Aku menunduk dan terus melangkah, merasa menyesal karena belum bisa menjadi teman yang baik untuknya. Lagipula salahnya sendiri bersikap arogan, cuek dan menyebalkan.
“Malam nanti, mau ikut party bersamaku tidak?”
Kak Juno seperti mengalihkan perhatian. Aku mendongak, melakukan eyes contact selama beberapa detik dengannya lalu tersipu malu.
“Baiklah, kujemput setengah delapan malam. Oke?”
Pura-pura berpikir, aku pun mengangguk dan tak mampu menyembunyikan senyum bahagiaku. Kurasa aku harus bergegas pulang ke asrama dan meminta Mina mendandaniku habis-habisan.
***
“Kayaknya Kak Juno serius sama kamu, Dim?” Stepani berbaring telungkup sambil memperhatikan Mina mengolesi wajahku entah dengan apa.
“Kak Juno cuma minta aku menemaninya pergi kok, nggak lebih.”
“Lebih juga nggak papa kok Dim, dia single kamu single. Cocok.” Stepani membalikkan badan, merenggangkan kedua tangannya sambil membayangkan sesuatu. “Beruntungnya…” ia bergumam pelan, mengingatkanku pada kedekatannya pada pemuda paling playboy Milion. Stepani pasti sedih karena Milion punya ribuan hati untuk dibagikan secara gratis pada wanita-wanita cantik tipenya.
“Kamu tampak cantik Dimi, pasti Kak Juno akan menyatakan cinta padamu malam ini.” sambil sedikit merapikan rambut bergelombangku, Mina berucap dengan penuh keyakinan.
Aku memutar bola mata, mengikuti gaya Stepani. “Jangan terlalu berharap.”
Pintu sedikit dibuka, kepala Zia pun muncul setelahnya. “Your prince is coming….” Suaranya tertahan dengan ekspresi senang yang terlihat berlebihan.
“He’s not my prince.” Ucapku, berkaca untuk yang terakhir kali lalu mengambil tas selempang dan pergi. “Thanks girls, im out.”
Di halaman depan aku melihat Diata tengah bercakap dengan Kak Juno, pembicaraan serius sepertinya dilihat dari kerutan di kening Kak Juno dan sikap defensif Diata. Perlahan aku menghampirinya.
Menyadari keberadaanku, Kak Juno tertegun. Ia memandangku, tersenyum, lalu pandangannya berpindah pada Diata. “Aku harus pergi, besok biar kita bicarakan lagi.”
Diata mundur selangkah, membiarkanku melewatinya. “Baiklah.”
Sepengetahuanku Kak Juno adalah senior Diata di organisasi kampus, Kak Juno banyak membantu Diata mengerjakan tugasnya sebagai sekretaris organisasi. Aku tidak tahu seberapa dekat pertemanan mereka karena Diata bukanlah tipe orang yang terbuka, namun Kak Juno pernah cerita kalau ia telah menganggap Diata seperti adiknya sendiri.
“Seperti biasa, kamu sangat cantik Dimi.” Kak Juno berjalan mendahuluiku sambil tak lupa memuji penampilanku. Ia masuk ke dalam mobil dan mengarahkan mobilnya ke tempatku berdiri.
Aku menoleh ke belakang, ingin pamit pada Diata. Namun ia telah menghilang, entah kenapa akhir-akhir ini sikapnya semakin dingin dan tak terbaca. Seseorang yang jarang menunjukkan emosinya sungguh sulit dimengerti.
“Tin! Ayo masuk Tuan Putri.”
***
Setelah aku dikenalkan dengan teman-teman Kak Juno yang hampir semuanya seniorku, hanya Milion, dan si ceria Barry yang satu tingkat denganku. Milion kini tidak membawa Stepani ke party lagi karena sikap Stepani yang tidak bersahabat dengan semua teman wanita Milion. Namun mereka tetap terlihat akrab bila di kampus atau pun di luar.
Aku dan Kak Juno memilih mengasingkan diri dari teman yang lain ke tempat yang lebih privasi. Seperti taman versi mini sepertinya, ada kolam ikan kecil, jungkat-jungkit dan ayunan. Suara musik jazz sayup-sayup terdengar, aku mendongak memandang langit dengan hamparan bintang yang begitu indahnya.
“Rasanya menyenangkan bila kita bisa seperti ini terus.”
Aku menoleh mendengar gumaman Kak Juno yang juga tengah menikmati indahnya langit malam. “Maksud kakak?”
“Iya, semoga kita bisa seperti ini terus. Punya banyak waktu bersama, baca buku, makan, hang-out. Aku pikir pasti akan sangat menyenangkan.”
Mendengarnya bicara seperti itu sudah pasti ia merasa nyaman bersamaku. Kalau aku sendiri…sepertinya sangat nyaman. “Ya, aku juga.” aku kembali memandang langit, sama seperti dirinya.
“Bagaimana kalau kita pacaran saja?”
DEG! Untuk pertama kalinya aku tidak berani menoleh ke arahnya. Aku terus memandang ke atas sambil menenangkan jantung yang tiba-tiba berdetak lebih cepat.
“Dimi?” aku yakin Kak Juno kini tengah memandangiku, menunggu.
“Apa… tidak terlalu cepat?”
“Memang mau menjalani hidup seperti ini tanpa status?”
Aku menelan ludah. Lidahku berubah kelu, tidak bisa berpikir adalah kombinasi yang sangat baik saat ini. Bernafaslah Dimi, bernafaslah! Akhirnya dengan keberanian yang dipaksakan aku membalas tatapannya. Berusaha sangat keras untuk tetap terlihat santai.
“Jujur, Dimi sangat…sangat menyukai kakak.”
“And then?”
Aku mengangguk sambil tersipu malu, menahan perasaan yang begitu aneh namun menyenangkan. “Biar kita coba jalani.” Dengan singkat dan cepat tiba-tiba Kak Juno mencium pipiku dan langsung bersikap sama malunya denganku.
“Terima kasih.”
“BRUK!”
Kami menoleh kaget melihat seseorang terjatuh dari atap rumah yang untungnya tidak terlalu tinggi, tumpukan dedaunan yang menjadi alasnya saat terjatuh semoga saja dapat membantu. Kak Juno melirikku lalu memberanikan diri mendekat ke arahnya, memeriksa keadaan.
“Aku tidak apa-apa.” Ia berdiri, seorang wanita. Kurus, putih, cantik dengan rambut panjang hitam berkilau. Aku terkejut bukan karena aku melihat seorang bidadari yang jatuh dari langit, tapi lebih karena aku melihat seseorang yang kukenal.
“Diata?”
***

Book Comment (50)

  • avatar
    JatiTaruna Muda

    keren bngt cerita nyaa banyak bnyak ya bikin cerita yng lbih kren lgii

    7d

      0
  • avatar
    Kimochi

    bahus

    27d

      0
  • avatar
    BotOrang

    aku suka crita in aku kash bintang 5

    21/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters