logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 9 MANJA

“Serius kamu dilamar dokter Deniz?” tanya Adisty tidak percaya.
Eva tersenyum dan ia sengaja baru menceritakannya saat kegiatan kampus selesai dan kini mereka ada di parkiran kampus.“Heum.”Eva menunjukkan jarinya dan senyumnya terus mengembang.
''Gila! Ini semua gara-gara Harita Salah ngomong!” balas Adisty sambil mengenakan helmnya
''Maksudnya?'' tanya Eva heran, lalu melihat Adisty dan Harita bergantian. Dengan santainya Harita menceritakannya awal mula sampai akhirnya Maer datang ke rumahnya.
''Gila kalian! Untung emak gue masih berpikir positif. Kalau emak gue mikir kayak tante Erna, aduh, habis gue digiling emak!'' jawab Eva saat Harita selesai menceritakannya, ia tidak habis pikir dengan kedua sahabatnya itu dan ketiganya pun tertawa.
“Tapi ada hikmahnya. Kamu jadi punya rumah sakit sendiri,” saut Harita Sambil mengeluarkan motornya dari parkiran.
''Maksudnya? Rumah sakit sendiri?” Eva masih tidak paham dengan ucapan Harita.
''Emang kamu tidak tahu kalau rumah sakit tempat kamu kemarin dirawat itu punya dokter Deniz. Lebih tepatnya punya Om Daniel,” jelas Adisty sambil menyalakan motornya.
''Gak! Gue gak tau!” balas Eva tidak percaya lalu naik motor di belakang Harita.
''Hai ... kalian bertiga dari tadi gue tungguin ya ,tapi gak jalan-jalan!'' teriak seseorang yang juga ingin keluar dari parkiran.
''Maaf kak Zea!" Saut Harita lalu menarik tuas gasnya
''Kalan masih lebar kali!'' saut Adisty melihat Zea dengan kesal, lalu ia juga menarik tuas gasnya.
''Eh...! Main kabur aja! Lo yang salah halangi jalan, malah lo yang nyolot!'' Balas Zea kesal, namun percuma Adisty sudah jauh.
''Kenapa kamu marah-marah, Zea?'' tanya santy teman Zea yang baru saja datang.
''Itu anak gang damai ngeselin.” Zea kesal lalu menyalakan mesin motornya
''Ayo naik!'' Ajak Zea pada santy lalu santy duduk di belakang Zea, kemudian Zea menarik tuas gasnya.
''Bukanya kamu juga di gang damai?'' 
''Tapi gue bukan geng mereka!'' jawabnya yang masih kesal.
''Memang sih mereka terkenal di gang itu siapa sih yang gak kenal mereka. Dari ujung sampai ujung pasti kenal mereka, terutama itu si Eva ketua gengnya,” beber Zea yang semakin muak dengan Eva dan teman-temannya.
“Terus, masalah lo apa sama mereka? perasaan mereka biasa aja gak aneh-aneh.” 
“Sok kecantikan! apalagi kalau hari minggu sok-sokan ikut senam di lapangan basket, padahal kayak mandor duduk di tembok pembatas perumahan sebelah!” beber Zea kesal namun santy hanya tertawa.
''Sudahlah, toh gak ngerugiin lo kan?" jawab Santi yang masih tertawa.
''Muak gue liat mereka!” jawab Zea yang menambah kecepatan motornya sedangkan Santy hanya tertawa kecil.
Disisi lain Indi gusar diparkiran karena id cardnya tidak juga ketemu. Namun, ia masih terlihat santai memarkirkan motornya, setelah memarkirkan motornya ia duduk di atas motor sejenak dan pikirannya melayang hingga tiba-tiba seseorang menghampirinya.
“Kamu memikirkan ini?”ucap seseorang mengagetkan lamunannya dari belakang.
“Astagfirullah! Siapa sih?”jawabnya kesal tanpa melihatnya ke belakang lebih dulu. Perlahan ia melihat ke belakang dan terkejut rupanya dokter Kevin yang menghampirinya.
''Dokter Kevin, maaf saya pikir tadi orang iseng,” balas Indi tidak enak hati setelah melihat Kevin. 
“Iya tidak apa, justru saya yang harus minta maaf sudah mengangetkan kamu,” jawab kevin lalu tersenyum melihat Indi.
Kevin mengulurkan id card milik Indi.“ Ini punya kamu, kemarin jatuh saat kamu buru-buru pulang.”
''Terima kasih, Dok” balas Indi setelah mengambil id card dari tangan kevin dan tersenyum.
“Ayo masuk!'' Ajak kevin mempersilahkan Indi jalan lebih dulu.
“Iya,Dok. Mari.”  
Mereka berjalan berdampingan, banyak mata yang melihat mereka berdua. Sebagian perawat sudah mengetahui jika Kevin akhir-akhir ini mendekati Indiana. Namun, Indi tidak menyadari hal itu. Kevin sangat pandai menyembunyikan gestur tubuh dan rasa kagumnya pada Indi. 
Sementara Indi sendiri gugup setengah mati jika berada didekat Kevin. Kevin sengaja meminta Indi untuk mendampinginya saat bertugas memeriksa pasien-pasiennya agar lebih mengenal Indi. Mungkin saja ini salah satu Modus Kevin mendekati Indi.
''Oh ya, bagaimana lamaran adikmu?'' tanya kevin saat berjalan dilorong rumah sakit.
''Lancar, Dok. Tiga bulan lagi mereka menikah,” jawab Indi melihat Kevin sekilas.
''Oh, kamu sendiri bagaimana? Sudah ada calon. Masak kalah sama adiknya.” Kevin tertawa kecil begitu juga Indi. 
“Pasti kamu juga sudah ada calon, kan? Tapi belum kamu kenalkan dengan keluarga?” tebak Kevin membuat Indi tertawa kecil. 
“Kok malah tertawa?'' Kevin yang juga ikut tertawa.
“Saya–” Indi tidak melanjutkan kalimatnya karena seseorang memanggilnya. 
“Indi!” Indi dan Kevin melihat arah sumber suara ternyata yang memanggil dokter Deniz.
“Dokter Deniz,” gumam Indi melihat Deniz berlari ke arahnya
“Ndi, ponsel adik kamu kenapa gak aktif?” tanya Deniz saat sampai di depan Indi dan Kevin.
''Anak itu biasa, Dok. Pasti lupa bawa hp nya, kenapa ya, Dok?” jawab Indi.
“Tidak apa-apa. Pantas saja dari pagi aku hubungi gak ada dijawab. Aku cuma mau tahu kabarnya,'' jawab Deniz sedikit malu.
''Oh..., paling sekarang sudah pulang kuliah dan mungkin sudah tidur siang dirumah,” jelas Indi apa adanya, karena memang begitulah Eva jarang nongkrong tidak jelas dan memilih rumah tempat ternyamannya.
''Tidur siang? Aku pikir seperti gadis lain pulang kuliah jalan-jalan ke mall atau nongkrong di mana gitu?” balas Deniz tertawa kecil, ia tidak menyangka calon istrinya anak rumahan walau tingkahnya seperti preman. 
Kevin hanya menjadi pendengar setia di samping Indiana dan berfikir ada apa hubungan Deniz dengan adiknya Indi, karena Deniz pun belum menceritakan siapa sebenarnya calon istrinya.
''Eva anak rumahan, Dok, jangan khawatir calon istri dokter itu anak baik,” saut Indi menjelaskan adiknya seperti apa. 
''Baiklah, terima kasih. Mungkin aku langsung ke rumah saja.” Deniz tersenyum melihat Kevin dan Indi bergantian seraya menepuk lengan Kevin, lalu Denizmelangkah meninggalkan mereka menuju rumah Emak.
“Ndi, maksudmu yang melamar adik kamu itu Deniz?” tanya Kevin masih tanda tanya.
“Iya, Dok.” 
“Dunia ini memang sempit ya!'' jawab Kevin lalu tersenyum dan Indi tersenyum walau tidak tahu maksud kevin karena Indi tidak tahu jika Deniz keponakan Kevin, kemudian mereka melanjutkan langkahnya menuju ruangannya masing-masing.
***
Deniz begitu senang saat melangkah menuju rumah Eva. Ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan tunangannya.
''Assalamualaikum!" salam Deniz di depan pintu rumah Eva.
''Waalaikumsalam! Nak Deniz, calon mantu emak, masuk, Sayang.” Emak melihat Denis diambang pintu. 
''Eva mana, Mak ?'' tanya Deniz sambil melangkah masuk dan menyalami Emak.
''Ada di kamar, Tidur. Biasa, Eva kalau pulang kuliah belum mau makan, belum ganti seragamnya, langsung tidur,” beber emak apa adanya. Deniz tersenyum senang bahwa apa yang dikatakan Indi benar.
“Ya sudah sama, kamu bangunkan, soalnya kalau mak yang bangunin nanti, Eva ngomel-ngomel sampai sore, ” balas Emak sambil berjalan menuju kamar Eva diikuti Deniz di belakangnya.
“Lihat sendiri itu tidurnya,” kata Emak saat membuka pintu kamar Eva dan melihat Eva
tidur melintang dengan posisi tengkurap. Deniz yang melihatnya hanya tertawa kecil.
''Emak tinggal ya, bangunin Eva suruh makan,” titah mak, Deniz mengangguk kemudian menghampiri Eva.
Deniz tahu Calon istrinya itu sangat manja dengan kedua orang tuanya. Sebisa mungkin via tidak membuat kesalahan dan berusaha membuat Eva nyaman. Deniz duduk disisi tempat tidur dan memperhatikan posisi tidur Eva.
“Tidur Kamu seperti anak kecil,” gumam Deniz, lalu menyibak rambut Eva yang menutupi sebagian wajahnya, ia melihat wajah polos Eva saat tidur seperti tanpa beban yang berarti . Eva merasakan ada yang menyibak rambutnya perlahan membuka mata. Nampak samar-samar dari penglihatannya seperti melihat Daddy-nya.
“Dadd!” lirihnya lalu tangan Eva menarik Deniz hingga Deniz terjatuh dan posisinya di hadapannya. Eva yang belum begitu sadar langsung masuk ke dalam pelukan Deniz. Deniz hanya diam membiarkan Eva memeluknya.
“Eva, bangun. Ini aku, Deniz,”seru Deniz mengusap punggung Eva.
''Hah!'' Eva terkejut, lalu menarik wajahnya dan melihat Deniz yang ada di sampingnya, sontak ia langsung bangkit dan duduk.
''Ngapain kamu di kamarku?”tanya Eva yang belum sepenuhnya sadar dan mengusap matanya.
''Bangunin kamu. Ayo bangun makan, aku juga lapar belum makan.'' 
“Aku masih ngantuk,” jawab Eva manja dan hendak tidur kembali namun tangannya ditahan Deniz.
''Bangun!
''Gendong.''
''Manjanya ini calon istriku!'' Jawab Deniz membalikkan badannya dan mengendong Eva menuju ruang makan.
Keduanya saling bercanda sambil makan bersama membuat emak yang melihat pun bahagia. 

Book Comment (78)

  • avatar
    melonmitra

    mantapp

    1d

      0
  • avatar
    KaramokeyauYohanes

    2222

    20/08

      0
  • avatar
    Ivan Witami

    bagus

    19/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters