logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 It's Sunday!

Senja sedang tengkurap dengan laptop yang menyala di depannya. Ia sedang sibuk menonton drakor lama dengan cemilan yang ia minta– ralat, ambil dari kulkas mini Almer.
"Transmigrasi jiwa? Seru banget sih." gumam Senja. Ia jadi berkhayal menjadi tokoh utama protagonis yang dicintai banyak lelaki dan musuhnya akhirnya luluh dengan kebaikannya.
BRAK!
"Kodok lompat! Eh anjing!" latah Senja.
Ia mendelik kesal pada seseorang yang mendobrak pintu kamarnya. Terlebih saat ia sedang berkhayal. Matanya terbelalak kaget saat melihat wajah garang Almer dengan kaos bercetak karena keringat. Apalagi legging hitam itu terlihat seksi. Dan apa itu? Sarung tinju?
Keren bang– sial! Senja yang sejak tadi menikmati mahakarya Tuhan di daun pintu seketika bangkit dan memasang kuda-kuda. Wajahnya pucat, kakinya sedikit gemetar.
"Apa lo?! Mau apa lo?! Gue teriak biar Bunda tahu ya lo!" kata Senja cepat.
Almer menaikan alisnya sebelah. Ia tersenyum miring melihat wajah ketakutan Senja. Perlahan ia mendekati gadis itu yang membuat Senja memundurkan langkahnya. Keduanya berakhir di pintu balkon kamar.
Almer menahan jalan keluar Senja. Ia menunduk agar bisa menatap Senja yang tingginya memang hanya se-dada cowok itu. Ia memajukan wajahnya, membiarkan deru nafas mereka saling berburu.
Senja sudah kaku. Ia tak bisa bergerak sama sekali. Tatapan Almer benar-benar menguncinya. Senja membelalak, benar juga! Gue kekunci anjir! Walaupun cogan, lo nggak bisa aba-aba dulu apa?! Gue pemula!
Almer memiringkan wajahnya. Semakin memajukan wajahnya yang membuat Senja menutup kedua matanya. Bahkan gadis itu menahan nafasnya setelah sempat mencium bau mint dari nafas Almer.
"Gantiin semua cokelat yang lo abisin, Senja Mahesa." bisik Almer yang membuat Senja merinding.
Almer tertawa pelan. Ia menjauhkan dirinya saat melihat gadis itu masih memejamkan matanya. Bahkan wajah Senja merona.
"Heh!"
"AAAAAA BUN–" Almer segera membekap mulut Senja. Ia mendelik kesal. Setelah menyuruh Senja untuk tidak berteriak, barulah Almer melepaskan tangannya.
Senja menghirup oksigen banyak-banyak. Ia mengibaskan tangannya berkali-kali karena merasakan panas di wajahnya.
Senja berkacak pinggang. Melotot ke arah Almer yang sedang duduk di kasurnya dengan tampang tanpa dosanya itu.
"Lo!"
Almer mengangkat alisnya satu. Menunggu Senja melanjutkan omongannya, namun hanyalah tatapan frustasi yang ia lihat.
"Apa? Lo kira gue mau macem-macem sama lo? Nyium lo?" tanya Almer. Almer mendengus, ia menatap Senja dari atas ke bawah. Senja menyilangkan kedua tangannya di depan dada.
"Nggak minat. Tepos." lanjut Almer tanpa dosa.
Senja mengepalkan tangannya emosi. Baru ingin membalas ucapan Almer, cowok itu kembali bersuara.
"Temenin gue jalan satu jam lagi. Anggap aja gantiin semua cokelat yang lo ambil. Bye."
Senja menatap pintu kamarnya yang sudah tertutup kembali. Ia meremas rambutnya kesal. Apa tadi? Apa Almer gila?!
"Hah.. Hah, sialan! Untung ganteng! Apa tadi? Mau nyium? Tepos?" gumam Senja. Gadis itu menendang ke sembarang arah, "DASAR SIALAN! GIMANA NGGAK MIKIR MAU NYIUM KALO LO–"
Senja terdiam. Wajahnya kembali memanas saat mengingat posisinya dengan Almer tadi. Sialan, ia baru saja menghadapi situasi seperti itu. Ini pertama kalinya!
Tangannya memegang dada. Bisa ia rasakan detak jantungnya berpacu sangat cepat. Sial, Senja masih bisa mencium aroma parfum maskulin milik Almer yang bercampur keringat. Terlebih aroma mint dari bibir cowok itu.
Senja menggelengkan kepalanya. Ia membenturkan kepalanya ke tembok beberapa kali untuk menghilangkan ingatan itu. Bukannya melupakan, Senja malah semakin mengingatnya dan mendapatkan bonus benjol karena benturan pertama cukup kencang.
"Almer sialan!" desis Senja.
Ia melirik jam dinding. 20 menit lagi. Apa?! Jadi selama itu ia memikirkan Almer?! Senja berlari ke arah kamar mandi. Namun sialnya jari kelingking kaki kirinya kepentok ranjang.
"SAKIT BANGSAT!" pekik Senja tertahan. Ia menangis masuk ke kamar mandi untuk mandi kilat. Menahan rasa sakit pada jari kelingkingnya tadi.
Ya Tuhan, rasanya hari ini adalah hari tersial Senja. Hanya karena kerakusannya, ia mempermalukan diri sendiri di depan cogan. Belum lagi benjol dan jari kelingking yang masih nyeri. Senja menenangkan dirinya di dalam bath-up.
Peduli setan sama Almer yang nunggu! Gue butuh tenang dulu! Umpat Senja dalam hati. Bahkan tanpa sadar ia menyenggol candy light di sisi bath-up.
Prank!
"ALMER SANJAYA MATI AJA LO BANGSAT!!!" teriak Senja melampiaskan segala emosinya.
Utari yang sedang bersantai menonton kartun tinkerbell itu menghembuskan nafas lelah. Ia memijat pelipisnya, "Ya Allah, ampunilah kesalahanku dan suami dulu sehingga punya anak gadis macem singa betina yang liar dan kasar." gumam Utari.
Langit yang sedang meminum kopinya bahkan terkejut. Ia mengusap dadanya mendengar lengkingan suara si bungsu.
"Dosa lo yang banyak, Lang. Makanya anak lo jadi ujian lo banget." lirihnya kemudian melanjutkan aktivitasnya.
Senja keluar dari kamar mandi setelah berendam 15 menit. Aroma khas mawar dam strawberry kembali menyeruak dari tubuhnya. Senja memilih memakai jeans dan hoodie kebesaran.
Ia pun menguncir rambutnya asal. Hanya memakai skincare dan lipbalm, gadis itu turun ke ruang tengah. Ya, ia telat 10 menit dan ternyata Almer tak berhenti menelfon nomornya yang ia yakini dapat dari Utari.
Senja tidak bawa apa-apa selain ponsel. Benar, uang sepeser pun tidak. Ia tidak peduli, ia enggan membeli apa-apa. Lagipula ia hanya akan menemani cogan laknat itu jalan.
"Bun, Pa. Senja yakin boleh jalan?" tanya Senja menatap orangtuanya bergantian. Tatapannya memelas, seakan meminta tolong. Namun sepertinya mereka tidak peka.
"Pastilah. Ini hari libur." jawab Utari santai.
"Pa?"
Langit tersenyum mengecup kening Senja, "Sana berangkat. Almer udah nunggu daritadi." kata Langit.
Senja menghembuskan nafas pasrah. Setelah menyalimi tangan Utari dan Langit, ia menyusul Almer yang lebih dulu pamit tadi.
Almer menyodorkan helm pada Senja. Ia memakai itu lalu naik ke atas motor ninja merah milik Almer. Tanpa rasa gengsi, Senja memeluk tubuh Almer. Maaf saja kawan-kawan, selain Almer adalah cogan, Senja tidak ingin mati mengenaskan karena malu-malu memegang Almer saat cowok itu mengebut di jalanan.
Walaupun begitu, Senja sudah terbiasa dibawa mengebut oleh Biru. Jadi ia sudah kebal. Orang-orang disekelilingnya mungkin berpikir kalau Senja memiliki sembilan nyawa. Sialan!
Motor ninja Almer berhenti di parkiran Mall besar di Kota Tangerang. Keduanya melepaskan helm mereka dan berjalan beriringan masuk ke dalam Mall.
Senja memeluk lengan Almer. Selain modus, ia terbiasa memegang seseorang bila di tempat umum. Bahkan bila hanya ada ia dan musuhnya, Senja rela asal ia tidak merasa sendirian.
Almer berusaha melepaskan namun pegangan Senja kelewat erat. Membuat cowok itu pasrah. Almer pun membawa mereka masuk ke salah satu toko baju.
"Lo mau beli kemeja?"
Almer mengangguk, "Buat pertemuan sama keluarga rekan bisnis Papa."
Senja menahan tangan Almer yang ingin meminta ukuran kemeja berwarna abu-abu itu. Senja menggeleng, ia menyodorkan kemeja hitam dan merah maroon.
"Antara itu aja. Lo cakep pake yang gelap-gelap." puji Senja, "Aura lo kayak iblis soalnya." ledek gadis itu akhirnya.
Almer menganga melihat Senja yang dengan santainya tersenyum manis hingga matanya menyipit. Malas berdebat dengannya, Almer pun memilih warna merah maroon. Ia sudah memiliki kemeja hitam, bahkan kebanyakan hitam. Untuk jas, Almer akan memilih warna hitam dan ia sudah punya banyak.
Almer yang sedang membayar belanjaannya melirik Senja yang sedang duduk di kursi dengan mata yang fokus pada ponselnya.
"Totalnya empat ratus ribu delapan puluh tiga rupiah," kata pegawai toko. Almer menyodorkan kartunya.
Setelah membayar, Almer menghampiri Senja. Senja mengangkat wajahnya, "Udah?"
"Hm,"
Senja mengangguk. Ia kembali memeluk lengan Almer. Sesekali julid dengan beberapa orang yang ia lihat di Mall. Senja memberhentikan langkahnya saat melewati toko buku. Senja memundurkan langkahnya yang membuat Almer mengernyitkan dahi bingung.
Senja menatap Almer dengan wajah memelasnya. Ia menyatukan kedua tangannya, "Almer, beliin gue novel ya? Gue mau beli perlengkapan alat tulis juga. Nanti di rumah gue ganti uang lo. Bener deh,"
Almer tersenyum tipis. Sangat tipis. Ia mengangguk singkat lalu merangkul Senja masuk ke dalam toko buku. Senja sempat berseru senang sampai akhirnya Almer bekap agar tidak membuat malu.
Almer memilih ke lorong buku-buku persiapan ujian. Sedangkan Senja sudah berkelana ke lorong novel. Ia berjelajah dari genre horor, fantasi, romansaa bahkan sampai komedi. Setelah mendapatkan tiga novel, ia menuju lorong ATK.
Sebenarnya gadis itu ingin memborong lima novel. Namun ia ingat, baru saja membeli lima novel minggu lalu sebelum pindah.
Mata Senja berbinar melihat banyaknya alat tulis dan segala perkakas yang menggemaskan. Dengan kalap, ia mengambil stabilo berbagai warna pastel, pulpen warna, pulpen dengan tinta lancip, penggaris barbie, penghapus, pensil, rautan anak-anak berbentuk kucing berwarna pink, binder berukuran sedang dengan warna hitam, berbagai isi binder mulai dari kertas putih, kertas dengan gambar kartun, bahkan stick-note berbagai bentuk dan warna. Mulai dari yang biasa hingga bertema angkasa.
Almer mengambil gambar Senja diam-diam. Bibirnya tersenyum kecil melihat keantusiasan gadis itu dengan hal-hal kekanakan. Tanpa sadar, ia memasukan hasil jepretannya ke snapgramnya.
Almer memasukan ponselnya ke dalam jeansnya, ia menghampiri Senja. Senja menoleh, ia tersenyum lebar.
"Al, lebih lucu stiker yang floral atau vintage gini?" tanya Senja. Almer cukup lama terdiam.
"Floral sih, buat lo cocok." jawab Almer.
Senja mengangguk mengerti lalu memasukan lima macam stiker untuk journal book-nya ke dalam keranjang. Ya, Senja suka mengisi dan menghias buku jurnalnya. Sangat mengasyikan menurut Senja.
Keduanya memilih untuk makan siang lebih dulu baru akan pulang ke rumah. Senja mengikuti Almer yang masuk ke restoran seafood.
Senja memesan udang saus asam pedas dan kepiting saus tiram. Sedangkan Almer memesan kepiting saus tiram. Senja baru mengetahui kalau Almer alergi udang. Sungguh aneh bagi Senja.
"Coba liat struk belanja tadi," kata Senja.
Almer menggeleng, "Nggak ada. Udah kebuang." bohong Almer.
Senja melotot tak percaya. Ia menepuk jidatnya, "Terus gue bayar lo gimana?"
Almer mendengus, menyeruput ice lemon tea pesanannya. Ia mengendikan bahu acuh, "Ya nggak usah dibayar."
Senja menganga. Ia menatap Almer haru, "Tahu gitu mah gue borong lebih banyak. Nggak perlu mikir novel yang udah gue beli kemaren." kata Senja tak tahu diri.
"Ckckckck, baru kali ini gue ketemu cewek modelan lo."
Senja menunjukan cengirannya. Ia kembali memainkan ponselnya, menunggu pesanan mereka datang. Matanya tak percaya melihat satu pesan dari Adien.
082165xxxxxx
Ini gue, Aiden. Save y.
"Omo! Omo! Geez! Aiden! Huaaa Bundaaaa anakmu gini aja deg-degan!!!" kata Senja menahan pekikannya.
Almer mengernyitkan dahi, ia merampas ponsel Senja dan pura-pura muntah. Almer mengembalikan ponsel Senja.
"Padahal gantengan gue."
Senja mengangguk, "Iyasih, tapi ya tetep aja. Tertariknya sama ini bukan lo."
Jleb.
"Sialan."
Senja terbahak. Seketika meja mereka menjadi pusat perhatian. Sebelumnya Almer memang sudah menjadi pusat perhatian para cewek-cewek penikmat cogan sepertinya. Namun kali ini orangtua ikut memelototi Senja.
Senja menunduk, "Maaf ya." cicit Senja pada orang-orang. Almer tersenyum miring. Senja begitu menarik.
"Lo sih!"
"Kok gue?"
Senja mencebikan bibir sebal, "Pokoknya lo!"
Beruntung pesanan mereka datang sehingga Almer tidak perlu berdebat lebih panjang dengan gadis didepannya. Keduanya menikmati pesanan mereka. Bahkan Senja seperti memiliki dunianya sendiri saat sedang memakan sesuatu.
...............
Utari membuka pintu kamar Senja. Dahinya mengerut saat melihat anaknya melamun dengan tangan yang menahan dagunya diatas meja belajar.
"Dek?"
Senja mengerjapkan matanya berkali-kali lalu menoleh. Ia tersenyum saat melihat bundanya.
"Kenapa, Bun? Senja udah makan malem juga tadi sebelum sampe rumah." kata Senja. Ya, niat ingin langsung balik saat dari Mall. Keduanya malah berkeliling menunggu pasar malam dibuka.
Alhasil Senja benar-benar menikmati seharian penuh dan banyak jajan tanpa keluar uang sepeserpun. Apalagi Almer enggan ia mengembalikan uang tersebut. Hah, beruntung sekali Senja.
Utari terkekeh, "Adek kok melamun? Sini tiduran." kata Utari.
Senja tersenyum lebar. Ia mengangguk antusias, itu adalah kata andalan Utari. Sini tiduran. Satu kalimat dimana Utari mengatakan ia akan selalu ada untuk orang itu tanpa mengatakan hal itu blak-blakan. Menunggu orang itu bercerita sendirinya. Tepatnya, ia hanya menggunakan kalimat itu pada Langit, dan kedua anaknya.
Utari sudah menyenderkan punggungnya, mengusap kepala Senja yang ada dipangkuannya. Senja pun menikmati sentuhan lembut sang bunda. Ia memejamkan matanya sebelum akhirnya bersuara.
"Senja kangen Abang." lirih Senja. Gerakan tangan Utari sempat berhenti seperkian detik. "Tadi aku udah video call sama Abang. Bunda, Senja udah biasa sama Abang. Ini sulit."
Utari tersenyum kecil, "Bunda tahu. Tapi mau bagaimana lagi, Dek? Papa lagi ada kerjaan disini. Kasihan Papa kalau sendirian. Apalagi Papamu itu lemah iman," gurau Utari. Ia paham suaminya sekarang benar-benar cinta mati padanya.
Senja terkekeh, "Aku ngerti, Bunda. Ini cuma.. Berat,"
Utari mengecup kepala Senja berkali-kali. "Memang berat buat kita semua. Bunda tahu Abangmu lagi seneng tentram sendirian, tapi Bunda yakin beberapa minggu kedepan dia bakalan rindu suasana rumah yang rame."
Senja membalikan tubuhnya. Bunda menunduk, senyuman manis masih terpatri di wajahnya. Senja memperhatikan wajah bunda seksama.
"Bunda cantik banget." kata Senja. Utari terkekeh, "Nurun ke kamu kan akhirnya."
Senja menyengir.
"Bunda, jatuh cinta itu pasti bahagia ya?"
Utari menggeleng, "Jatuh cinta nggak melulu perihal kebahagiaan, Dek. Ada kepedihan juga didalamnya." jujur Utari. "Namanya jatuh, pasti sakit. Dan cinta ada untuk menyeimbangkan. Terlalu banyak rasa yang nggak bisa kamu jabarkan, cuma bisa kamu rasakan disini," lanjut Utari menyentuh dada Senja, dimana jantungnya berdetak.
"Bunda hebat," celetuk Senja. "Bunda hebat bisa bertahan sama Papa. Papa juga hebat, bisa milih satu pada akhirnya."
"Adek, siapapun nanti yang kamu cintai. Kalau kamu benar-benar mencintai orang itu dan ternyata orang itu belahan jiwa kamu, kamu pasti mengerti rasanya. Rasa jatuh, bangun, rindu, luka, bahagia. Semuanya bisa kamu rasain. Terlebih– saat dia sakit, kamu merasakan sakit yang sama bahkan lebih. Dan saat dia bahagia, kamu juga bahagia walaupun alasannya bukan kamu."
"Nggak. Bunda bohong. Kamu nggak bakal bahagia kalau bukan kamu alasannya. Dalam mencintai kita juga sering baku sapa sama yang namana egois." ralat Utari. Ia bisa mengingat jelas bagaimana rasanya saat Langit bahagia ketika mereka berpisah. Sedangkan Utari masih terpuruk dan selalu memikirkan Langit.
Senja terdiam. Keduanya dikuasai oleh keheningan cukup lama. Senja memikirkan percintaannya yang sama sekali tidak menemukan titik terang. Dan Utari sedang bernostalgia dengan kenangan masa lalu.

Book Comment (47)

  • avatar
    Yxztna_28

    Avv aku jadi gasabar sama kelanjutannya nihh kira² Senja bakal sama gege ato sama siapa ya tapi kalo diliat dari judulnya sih sama laksana😐udh seneng bgt waktu deket sama gege tapi aku baru sadar kalo judulnya laksana senja tapi aku suka bgt ama ceritanya semangat kk aku tunggu kelanjutan ceritanyaa😊😊

    30/12/2021

      1
  • avatar
    hariyani34Sri

    Bener bener bagus ceritanya huhu jadi pengen kayak senja yang kuat banget 🥺 lanjut part selanjutnya ya semangat author 🙏❤️

    26/12/2021

      0
  • avatar
    Zuzuki

    Yes,i liko this story this moment

    22/12

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters