logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Malam penuh bintang

Senja menghampiri Utari yang sedang membuat dua teh hangat. Utari yang sadar kehadiran Senja pun tersenyum.
"Baru bangun?"
Senja menggeleng, "Baru selesai beresin lemari, Bun."
Utari menggeser segelas teh hangat ke depan Senja. Senja menyeruput teh manis tenang. Senja menatap sekeliling. Utari tahu gadisnya itu sedang mencari Langit, kesayangannya.
"Cari Papa?"
Senja mengangguk, "Papa mana?"
"Beli kue. Jam 7 nanti kita ke sebelah. Kata Papa, sebelah itu tetangga deket Nenek." jawab Utari.
Senja membulatkan bibirnya. Ia kemudian mengingat surat sang ayah. Senja menatap Utari jahil, Utari mengerutkan keningnya.
"Kenapa kamu?"
Senja menggeleng, "Nggak papa, Ed."
"Ed?"
"Edelweiss."
Gotcha! Pipi Utari merona. Senja menaik turunkan alisnya, tatapannya menggoda sang bunda. Utari menyembunyikan wajahnya. Ia bangun dari kursinya.
"Bunda mau mandi dulu sekalian bebersih rumah. Kamu mandi juga." kata Utari cepat. Ia buru-buru masuk ke dalam kamar.
Senja tergelak. Ia sangat suka menggoda bunda. Utari sudah menginjak kepala 4, namun tingkahnya masih seperti anak kecil. Senja tak heran.
Senja menghabiskan teh manis buatan Utari. Setelah itu mencuci gelasnya sendiri. Sedang teh manis punya sang bunda ia simpan di dalam kulkas.
Senja menuju kamarnya untuk mandi. Ia menepuk jidatnya pelan, "Gue belum cas hp." gumam Senja saat mengambil ponsel di dalam tas kecilnya.
Senja berendam di dalam bath-up. Pikirannya berkelana. Ia rindu Biru. Ia rindu mengganggu abangnya itu. Ia juga memikirkan akhir tahun sekolahnya di sekolah baru.
Senja mendengus, mengusap wajahnya kasar. Tiba-tiba saja ia mengingat Aiden. Cogan yang bertemu dengannya. Senja berdecak sebal, sampai saat ini ia belum juga di chat oleh Aiden.
Sial.
Tok tok tok..
"Senja?"
"Iya, Pa?"
"Jangan lama-lama. Papa sama Bunda tunggu di bawah ya. Pakaian yang rapih, kita ke sebelah."
"Oke!" seru Senja.
Senja menggosok tubuhnya dengan lembut. Beberapa menit kemudian aroma mawar dan strawberry menyeruak saat pintu kamar mandi terbuka.
Senja memilih dress selutut berwarna pink salem. Tak lupa memakai make-up tipis dan lipbalm pada bibirnya. Senja memakai bando berwarna senada, ia menguraikan rambutnya. Merapihkan rambut curly-nya.
"Gorgeous." gumam Senja sambil mengusap bandul bulan pada kalungnya.
"SENJA MAHESA! ASTAGA, KAMU KETIDURAN HAH?!"
Senja mendengus, "Utari and her voice are incredible." Senja buru-buru turun daripada suara nyaring bunda meruntuhkan rumah ini.
Utari menatap Senja yang baru turun dengan pandangan malas. Namun tak lama tersenyum, "Cantik banget. Emang produsen terbaik Bunda tuh."
Senja dan Langit memutar bolamata mereka jengah dengan kenarsisan Utari. Langit menggenggam tangan Utari keluar rumah. Sedang Senja di belakang mereka.
Langit mengetuk pintu rumah sebelah rumahnya ini. Senja menatap blok rumah mereka yang sudah sepi.
Padahal di Bandung jam segini blok rumah masih rame. Ringis Senja.
Pintu rumah terbuka. Seorang wanita seumuran Utami tersenyum lebar melihat tamu spesialnya malam ini. Nita memeluk Langit singkat kemudian beralih memeluk Utari.
"Ya ampun, Tante kangen banget sama kamu, Langit." kata Nita, "Juga astaga, istrimu cantik banget! Akhirnya ya, setelah gebet sana sini, dapet yang sempurna."
Utari meringis, melirik Langit tajam. Apa?! Tetangganya saja tahu dia playboy, huh!
"Mari masuk. Ah, ini anak kalian ya?" Nita memeluk Senja erat. Senja tersenyum sopan, ia menyalimi punggung tangan Nita.
"Senja ngg–" Senja melirik Langit dan Utari. Nita tersenyum, "Oma. Oma Nita."
Senja mengangguk, "Senja, Oma."
"Ayo ayo ke dalem. Kalian udah ditunggu lho."
Disinilah Senja berada. Meja makan berbentuk panjang bersama kedua orangtuanya, Oma Nita, Opa Iki, Tante Selena, dan Om Kevin. Senja dengar, mereka juga punya anak seumurannya. Namanya Almer. Namun sampai detik ini Senja belum melihatnya.
Semoga aja cogan. Kan lumayan depan gue kalo cogan jadi pemandangan enak malem ini. Batin Senja.
Senja tanpa minat menatap semua makanan di atas meja. Pasalnya ia sudah kelaparan dan mereka belum juga selesai mengobrol. Senja jadi kesal sama Almer, alasannya adalah kehadiran dia yang membuat mereka segera memulai acara makan malamnya.
"Ehem,"
Senja menoleh. Matanya berbinar. Bagaimana bisa ada titisan dewa disini? Sangat ganteng!
Utari menyenggol Senja, "Mingkem dong. Malu-maluin aja kamu sih, Dek." bisik Utari. Senja yang tersadar pun ikut berdehem pelan.
Utari tertawa pelan. Ia tahu gadisnya ini penyuka cogan. Tak heran, ia dulu juga begitu. Beruntung suaminya ganteng, jadi ia tak menyesal sama sekali. Hei! Tampang juga perlu untuk perbaikan keturunan kan? Apalagi Langit sangat mancung, berbeda dengannya.
"Maaf semua saya terlambat. Ada macet sedikit tadi." kata cowok itu.
Kevin berdehem, "Duduk." Titah Kevin. Cowok itu hanya mengendikan bahu.
"Ini Almer, anak saya, Utari. Anak satu-satunya." kata Selena menyentuh bahu Almer. Almer tersenyum sopan, "Almer, Om, Tan."
"Ganteng ya. Kayaknya si Senja ngiler natep Almer." balas Utari melirik Senja.
Senja mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia melirik bundanya kesal. Apa wanita itu berusaha menjatuhkan harga diri anaknya sendiri?! Seisi meja makan menertawakan Senja. Kecuali Almer dan Senja, tentu saja.
"Kenalan dong, Al." bisik Selena.
Almer berdehem, "Almer."
"Senja."
"Baiklah. Karena sudah lengkap, mari makan."
Senja menghembuskan nafas lega. "Akhirnya." gumam Senja yang masih bisa didengar oleh Almer. Entah mengapa ia terkekeh kecil mendengar gumaman Senja.
Senja menatap Almer heran, "Dia kenapa?" bisik Senja sangat pelan. Ia mengendikan bahu tak peduli, ia lebih memilih memakan semua masakan enak di depannya.
Senja tidak sadar kalau sejak tadi Almer memperhatikannya. Bahkan Almer sangat bingung, bagaimana bisa seseorang mengeluarkan semua ekspresinya bahkan pada saat makan? Nyatanya ia melihat itu.
Almer bisa melihat bagaimana Senja begitu semangat dan bahagia saat memakan ayam bakar di piringnya. Lalu berubah jadi sedih saat mencari sesuatu di ayam tersebut, kemudian berubah datar dan meringis seakan menyadari sesuatu.
"Anak Mama mulai tertarik sama cewek ya?" bisik Selena menggoda Almer.
Almer yang memang terbiasa dengan tampang datarnya itu hanya mendengus. Selena mendecih, "Dasar sosoan. Awas saja kalo tiba-tiba mengatakan mau menikahinya."
Uhuk uhuk uhuk..
Senja menyodorkan gelas pada cogan didepannya yang tiba-tiba terbatuk-batuk. Bahkan sampai tidak sadar bahwa ia menyodorkan gelas kaca yang berminyak karena tangannya yang kotor akibat terlalu bersemangat memakan ayam bakar, udang asam manis, juga cumi saus padang.
Almer memilih meminum dengan gelasnya sendiri. Senja menurunkan tangannya yang sejak tadi mengambang karena Almer tak mengambil gelasnya.
Ia berdehem guna mengurangi kegugupannya. Matanya menatap Almer tajam, seakan mengibarkan bendera perang. Lihat saja, Senja akan buat Almer jatuh cinta padanya!
Sedetik kemudian ia meringis, bodoh. Tentu saja nggak bisa. Emangnya lo pikir lo secantik Syifa Hadju? Sepinter Maudy? Cuma remahan rengginang yang suka kumpulan cogan aja belagu.
Almer bisa melihat ekspresi itu lagi. Mulai dari ekspresi kesal, kemudian menyeramkan, lalu bahagia sampai akhirnya meringis dengan ekspresi nelangsa.
Dia kenapa?
Acara makan malam tadi berakhir dengan perbincangan santai di ruang tengah. Senja menatap semuanya tanpa minat karena ia tidak tertarik sama sekali dengan pembicaraan perihal bisnis atau apalah itu. Bahkan Almer terlihat sesekali menyahut. Sepertinya cogan itu akan melanjutkan bisnis keluarga mereka nanti.
"Pasti Senja bosen ya?" tanya Selena menatapnya.
Senja berdehem, ia hanya meringis. Langit terkekeh, "Mungkin karena jauh dari Abangnya. Biasanya dia baik-baik aja walaupun obrolannya sangat berat."
Oke, Senja bisa setuju walaupun tidak sepenuhnya setuju dengan penjelasan Langit.
"Ah begitu. Almer, kamu ajak Senja ke kamar kamu aja."
"Apa?!" seru Utari kebablasan. Ia berdehem pelan, "Maaf, tapi saya–"
Selena menyela, "Nggak papa, Utari. Almer punya teropong. Siapa tahu Senja minat."
"Iya!"
"Tidak!"
Senja dan Utari saling melirik. Utari menatap Senja seakan 'jangan coba-coba kau mengiyakan!'
Senja menatap ibunya melas. Namun Utari tampak tak gentar. Langit menyentuh tangan istrinya.
"Ngg.. Jadi?" ulang Almer.
"Iya!"
"Tidak!"
Semuanya tertawa. Sekarang Senja menatap Utari tak mengerti. Tadi ia yang mengatakan tidak, dan sekarang wanita itu mengizinkan ketika ia berkata tidak?
"Boleh. Tentu boleh, Almer." balas Langit cepat. Senja menatap Langit senang, "Makasih, Papa!" kata Senja tanpa suara kemudian berdiri mengikuti Almer.
"Umm Almer,"
"Yes, Ma'am?"
Utari menatap Almer tajam walaupun dengan senyuman manis di wajahnya. Almer bisa merasakan aura menyeramkan dari wanita itu. Bahkan tengkuknya merinding.
"Tolong jaga Senja, jangan macam-macam sama gadis ceroboh itu." tegas Utari yang membuat Almer mengangguk kaku. Utari kembali ceria seperti biasa, "Have fun, both of you!"
Selena yang melihat hal itu tertawa pelan. Ia mengusap lengannya, wah, bahkan Utari lebih menyeramkan daripada Kevin. Batin Selena.
Almer membuka pintu kamar bercat putih itu. Senja menatap sekeliling kamar yang cukup luas ini. Senja terpukau dengan kerapihan kamar Almer, sama persis dengan kamar Biru.
Almer membuka pintu balkon, ia memanggil Senja yang masih terdiam menatap seluruh bagian kamar.
"Kamar lo rapih banget."
Almer berdehem. Senja mendengus. Almer bergeser dari tempatnya, "Nih, coba liat."
Senja menggunakan teropong yang terlihat mahal itu. Awalnya ia ragu, namun Almer mengangguk pelan. Senja tertawa, "Wah! Beneran kelihatan! Jelas banget!"
Almer terkekeh.
"Yang tadi itu bintang sirius. Gue yakin lo tahu apa itu." kata Almer singkat. Senja mengangguk, "Bintang paling terang. Salah satu sistem bintang terdekat dari bumi."
"Definitely."
Senja menatap langit, "Pasti seru ya?" gumam Senja. Almer hanya menaikan alis sebelah, tak mengerti dengan ucapan gadis disebelahnya.
"Almer," panggil Senja. Senja menoleh, menatap netra datar itu dalam. "Menurut lo, lebih seru jadi tokoh utama atau figuran?"
"Dalam sebuah novel?" tanya Almer dengan alis naik sebelah.
Senja menaikan bahu, "Apapun." jawabnya pelan.
"Figuran. Gue nggak suka jadi tokoh utama. Banyak musuh, asal lo tahu. Lagipula, jadi seorang figuran juga punya happy ending. Menurut gue, bahagia itu pilihan kita sendiri."
"Maksudnya?"
"Walaupun lo kehilangan seseorang, kalo menurut lo itu sebuah kebahagiaan– ya lo dapet akhir yang bahagia." papar Almer menatap Senja datar.
Senja mendengus. Apa cogan disebelahnya ini gila? Mana ada kehilangan itu sebuah kebahagiaan? Bodoh.
"Gue tahu lo bingung. Tapi nanti lo bakal ngerti, Senja." ujar Almer tiba-tiba. Cowok itu kembali masuk ke dalam kamar. Meninggalkan Senja yang termenung di balkon.
"Lo mau kesambet hah?! Sini masuk!"
Senja terjengit. Sialan. Ngagetin banget. Senja masuk ke dalam kar dengan tatapan membunuhnya. Ia bersedekap, "Kalo gue jatoh lo mau tanggungjawab hah?!"
"Jatuh cinta? Nggak dulu."
Senja memutar bolamatanya malas. Enggan menanggapi perkataan Almer yang tidak masuk akal. Ia memilih duduk di karpet tebal berwarna silver. Di sebelahnya Almer sedang bermain game di layar tvnya.
"Hah.." Senja menidurkan tubuhnya. Kemudian merubah posisi dengan tengkurap di sebelah Almer.
Senja menahan dagunya dengan kedua tangannya. Matanya sibuk memperhatikan game Almer. Ia mulai bosan.
"Ada makanan sama soda di kulkas." celetuk Almer melirik Senja sekilas.
"Kulkasss?" beo Senja.
Almer mengangguk, ia menunjuk kulkas kecil di samping sound tv dengan dagunya. Dengan senyuman lebar, Senja berlari kecil ke arah kulkas kecil itu.
"Shit! I'd love to stay here up all night with all of this soda and snacks for sure!" seru Senja. Ia sudah tidak memerdulikan Almer dan gamenya.
Almer melihat Senja yang sibuk memilih. Bahkan ia bisa mendengar tiap gumaman gadis itu. Almer menggeleng pelan, "Gue rasa hidupnya cuma tahu makan." gumam Almer sangat pelan.
Almer membelalak saat sadar ia hampir kalah karena memperhatikan tingkah Senja. Gila saja. Sedangkan Senja enggan beranjak dari tempatnya. Ia memilih makan dan minum di depan kulkas mini itu.
"Almer, lo mau minum?" tanya Senja masih sibuk mengunyah cokelat batang. Almer mengangguk.
Senja melemparkan sekaleng soda. Almer menangkapnya dengan sempurna, "Sama cokelat dong."
Hap!
"Thanks. Lo nggak pulang?"
Senja mencebikan bibirnya, "Lo ngusir?!"
Almer menggeleng.
"Bukan. Siapa tahu Tante Utari nunggu lo. Ntar dikira ngapain." balas Almer.
Senja meringis. Ia bisa melihat Almer sedikit bergidik saat menyebut nama bunda. Pasti cogan itu sedang terkena mental karena aura Utari tadi saat memperingati.
"Takut lo ya?"
"Biasa aja."
Senja terbahak. Bahkan gadis itu mengusap ujung matanya dengan jari telunjuknya. Menurut Senja, Almer sangat lucu. Bagaimana bisa ia berkata biasa saja padahal wajahnya terlihat sangat menyedihkan walau hanya seperkian detik?
"Iya-iya! Emak lo sih nakutin banget."
Senja mengangguk, "Indeed. But she's so caring person all the whole world." balas Senja dengan dengusan kecil.
Tok tok tok..
"Senja Mahesa. Mau pindah kartu keluarga kamu? Cepet keluar!"
Senja dan Almer saling bertatapan. Baru saja dibicarakan, singa betina itu sudah bersuara.
"Bentar, Bun!"
"SEKARANG!"
Senja mendengus, "Ada plastik nggak?"
"Nggak adalah. Adanya tas kecil buat sepatu basket gue."
"Miskin lo. Plastik aja nggak ada." sinis Senja masih berusaha mencari sebuah kantong. Almer melotot tak percaya dengan gadis di depannya itu.
Mata Senja berbinar ketika melihat paper bag berukuran sedang dan terlihat kuat itu. Almer yang melihat itu ingin mencegah, namun apa daya kegesitan gadis itu diatas rata-rata. Senja mengeluarkan beberapa barang didalam itu, keningnya sempat mengerut saat melihat kotak berukuran kecil dengan pita merah. Juga sepucuk surat dan bunga mawar yang mulai layu.
Senja tak peduli. Ia segera membuka kulkas mini milik Almer, memasukan banyak cokelat, permen gulali, juga puding instan. Tak lupa memasukan dua kaleng soda.
"What the heck?!"
Senja memeluk paper bag itu dengan cengirannya. Ia mengucapkan terimakasih lalu membuka pintu kamar Almer. Terlihat wajah Utari yang sudah ingin melahapnya. Namun tatapan Utari beralih pada Almer yang menatap mereka nelangsa.
"Astaga. Kasihan sekali cogan ini menampung korban busung lapar." gumam Utari. Utari tersenyum tak enak hati, "Tante pulang ya, ganteng. Maafin kerakusan Senja ya, sayang." kata Utari lalu menutup pintu kamar Almer dan menyusul anaknya turun ke bawah.
Almer menatap pintu kamarnya yang tertutup. Ia menggertakan giginya, antara emosi dan pasrah.
"SENJA KAMPRET!"

Book Comment (47)

  • avatar
    Yxztna_28

    Avv aku jadi gasabar sama kelanjutannya nihh kira² Senja bakal sama gege ato sama siapa ya tapi kalo diliat dari judulnya sih sama laksana😐udh seneng bgt waktu deket sama gege tapi aku baru sadar kalo judulnya laksana senja tapi aku suka bgt ama ceritanya semangat kk aku tunggu kelanjutan ceritanyaa😊😊

    30/12/2021

      1
  • avatar
    hariyani34Sri

    Bener bener bagus ceritanya huhu jadi pengen kayak senja yang kuat banget 🥺 lanjut part selanjutnya ya semangat author 🙏❤️

    26/12/2021

      0
  • avatar
    Zuzuki

    Yes,i liko this story this moment

    22/12

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters