logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 36 Having fun!

Hari kelima. Senja benar-benar menikmati liburan kali ini. Terlebih saat mereka berpindah ke villa keluarga milik teman angkatannya. Senja bisa menghirup udara pagi yang sejuk dengan pemandangan yang indah.
Senja duduk di teras villa yang lumayan besar ini. Tentu saja besar, bisa menampung satu angkatan itu sungguh luar biasa. Senja mengesap cokelat panasnya, bibirnya tersenyum kecil.
"Jadi kangen Bandung." gumam Senja.
tuk!
Senja mengusap kepalanya yang terkena timpukan sesuatu. Kepalanya celingak-celinguk mencari tahu siapa yang sudah melempar sesuatu ke kepalanya. Bibirnya mencebik lucu saat mata Senja menangkap tubuh Laksana yang berdiri di pintu dengan kedua tangan masuk ke dalam saku jaketnya.
Laksana duduk di sebelah Senja. Tanpa dosa, Laksana meminum cokelat panas milik Senja. Senja melotot tajam, "Cokelat panas gue!"
Laksana menoleh. Tersenyum manis, tangannya mengusap kepala Senja. "Ups, gue aus." katanya melenggang pergi.
Senja menganga. Matanya mengerjap beberapa kali. Begitu tersadar, Senja mengepalkan tangannya kesal.
"LAKSANA MIMOSA! BRENGSEK LO EMANG YA, SETAN!"
Seketika itu juga telinga Senja ditarik oleh Bu Fia. Bu Fia menatap Senja tajam, "Bagus ya! Di kota orang teriak-teriak bicara kasar! Kamu itu gadis, Senja! Jaga omongan kamu!"
"Adudududuh, Bu. Maaf, sakit ih."
Bu Fia melepaskan jewerannya. Senja mengusap telinga kanannya yang terasa panas karena jeweran gurunya itu. Sedangkan dalam hati mengumpat sebal pada Laksana. Bahkan dari ekor matanya, ia bisa melihat Laksana sedang tertawa dari kejauhan.
Anak setan! umpat Senja.
"Mending kamu mandi. Kamu nggak mau jalan? Hari ini bebas asal nggak jauh dari villa. Besok baru kita lanjut ke beberapa tempat wisata." saran Bu Fia.
Senja menggeleng, "Saya mau tidur aja lah, Bu." katanya melengos masuk ke dalam.
Bu Fia menggeleng pelan. Sudah kebal dengan kelakuan Senja sejak anak itu pertama masuk sekolah Pradita. Bu Fia pun ikut masuk ke dalam untuk mengabsen dan kembali bersantai.
Senja menjatuhkan badannya di atas kasur. Mengerang lelah sebelum memejamkan matanya. Namun, suara cempreng Irene mengganggu aksi ingin tidurnya. Irene dan Lyra menarik Senja keluar dari kamar. Adinda hanya tersenyum geli melihat tingkah ketiga temannya itu. Terutama Senja yang sudah mengumpat kasar seperti biasanya.
byuur!!
Senja berteriak, "GAK ADA AKHLAK LO BERDUA YA! GUE NGANTUK, SETAN!"
Semua anak yang berada di halaman belakang tertawa kencang saat melihat Senja yang dilempar ke dalam kolam renang. Almer dan Adinda yang menonton dari lantai dua hanya bisa terbahak. Ekspresi mengenaskan dari Senja begitu membuat perut geli dan sakit.
Masih menggerutu, Senja berenang ke tepian dan naik keluar dari kolam renang. Menghentakkan kakinya kesal, Senja masuk ke dalam villa. Tidak mengindahkan seruan Lyra dan Irene yang mengajaknya makan jagung bakar.
"Seger ya,"
Senja melirik Laksana, "Minggir."
Laksana menatap Senja songong. Membasahi bibirnya, Laksana tersenyum lebar, "Mandi. Gue tunggu di depan kamar lo setengah jam lagi. Gue yakin lo nggak nyesel ikut sama gue."
Senja berdecak.
"Nggak, makasih. Gue ngantuk." balas Senja acuh masuk ke dalam kamar.
Laksana menahan tangan Senja, "Nggak mau tau. Gue tunggu setengah jam lagi. Kalo lo nggak keluar, gue yang masuk."
Senja menatap Laksana tajam. Apa cowok ini gila? Bisa-bisa mereka menjadi bahan gosipan dan terkena hukuman dari Bu Fia. Membayangkannya saja Senja bergidik ngeri. Tanpa menunggu lama, Senja mengangguk.
"Oke-oke gue ikut," Senja berdehem, "Sekarang lepasin tangan lo." lanjutnya melirik tangan Laksana yang masih menahan tangan Senja.
Laksana melepaskan tangannya. Berdehem guna menghilangkan kecanggungan yang sempat hadir beberapa detik. Senja menutup pintu cukup kencang agar Laksana paham kalau ia benar-benar mengganggu mood Senja yang ingin menghabiskan waktunya seharian untuk tidur. Pasalnya ia begitu lelah karena sejak hari pertama di Jogja sudah bepergian kesana-kemari.
Laksana mendengus. "Dasar cewek aneh!"
Senja memilih untuk berendam di bath-up. Membiarkan Laksana menunggunya karena ia yakin dirinya akan sedikit telat karena terbuai dengan ketenangan saat berendam di air hangat yang dicampur sabun aroma mawar kesukaannya.
Senja memejamkan matanya. Pikirannya kembali memikirkan Arghea. Kemana cowok itu? Tidak ada kabar sama sekali sampai hari ini. Perasaan Senja campur aduk. Resah, marah, kesal, juga khawatir. Senja berdecak, "Kalau gini caranya, gue malah nggak tenang berendemnya. Dahlah, capek mikir." gumamnya.
...............
Senja dan Laksana sedang berada di atas delman yang sengaja cowok itu sewa untuk mereka berdua. Sebenarnya, Laksana ingin meminjam kuda milik tetangga villa. Namun, melihat Senja yang begitu was-was membuat Laksana lebih memilih delman sebagai jawabannya.
Laksana menatap Senja dalam. Wajah cantiknya tampak bersemangat. Netra cokelat itu menatap jalanan penuh minat. Bibir merah yang selalu tersenyum dan berdecak kagum saat merasakan semilir angin.
Senja menoleh. "Asa, kita mau kemana?"
Laksana masih sibuk memandangi wajah Senja. Senja menyatukan alisnya, melambaikan tangannya di depan wajah Laksana. Cowok itu mengerjapkan mata perlahan lalu berdehem sambil mengusap tengkuk lehernya
Senja mendengus, "Kita mau kemana?"
Laksana tersenyum penuh misterius. "Lo bakalan suka, gue jamin."
Apa yang dikatakan oleh Laksana memang benar. Senja begitu menyukai tempat ini. Sebuah perbukitan luas yang membuat Senja bebas berlarian. Kedua remaja itu saling mengejar dan tertawa bersama.
Senja menidurkan badannya di sebelah Laksana. Nafas keduanya masih terengah-engah karena habis berlarian. Laksana mengangkat kepala Senja dan membiarkan kepala gadis itu berada di atas lengannya.
Senja menoleh. Matanya masih berbinar. Memasang senyuman terbaiknya, "Makasih ya, Sa. Makasih buat ngajak gue ke tempat sebagus ini."
Laksana mengalihkan pandangannya. Dirinya benar-benar gila kalau menatap mata Senja terlalu lama. "Seharusnya sih Dinda. Tapi dia udah jalan sama Almer duluan." balasnya acuh.
Bego. Aksa lo bego, tai. pikirnya dalam diam.
Senja tertawa yang membuat Laksana menoleh. "Terserah. Kan yang penting gue yang kesini, jadi ya makasih."
Laksana mengulum senyumnya, "Sama-sama."
Kedua remaja itu hening. Terdiam menikmati guratan awan yang menjadi penghias langit siang ini. Semilir angin membelai wajah mereka. Senja tiba-tiba tertawa.
Laksana menoleh. Dahinya berkerut tak mengerti mengapa gadis disebelahnya tertawa tiba-tiba. Bahkan Senja sudah terbahak dalam posisi duduk. Kepalanya jatuh di atas perut Laksana, meredam sedikit suara tawanya.
Laksana ikut terduduk. Menghadap Senja masih menampilkan ekspresi tak mengerti. Laksana menoyor kepala Senja tanpa dosa. "Kenapa lo? kesambet?"
Senja mendelik geli. Kepalanya menggeleng pelan, "Gue cuma lucu aja. Lo pernah kepikiran bakalan gini sama gue nggak sih?"
"Hah?"
Senja menghadap Laksana. Bibirnya masih tersenyum simpul. "Kita. Maksud gue, lo sama gue, disini. Kepikiran nggak? Kita tuh udah kayak Tom and Jerry, asal lo tau. Dan tiba-tiba kita berasa kayak Dora sama si Boots."
"Lo monyetnya, gue Doranya nggak papa."
Senja tertawa. "Lo cowoknya kan, berarti si boots."
Laksana berdecak. Mengacak rambut Senja, Laksana tertawa geli. Sedetik, Senja merasa terpana dengan Laksana yang tertawa. Senja merasa semesta ikut campur dalam hal ini. Laksana yang gantengnya diatas rata-rata, angin yang membuat rambut Laksana ikut tertiup, secercah cahaya mentari yang menyinar hampir menyilaukan pandangannya.
"Senja?"
Senja mengerjapkan matanya. Berdehem pelan kemudian buru-buru berdiri sambil menghilangkan kotoran pada jeansnya. Senja berjalan menjauhi Laksana yang menatapnya geli.
Senja berlari pelan sambil memegang dadanya. Dadanya bergemuruh karena terkejut dengan apa yang sudah ia pikirkan tadi. Benar, seperti itu.
"Senja!"
"Senja!"
Senja menengok ke belakang. Enggan berhenti, Senja tetap berjalan cepat menjauhi Laksana. Terserahlah kemana kakinya membawa dirinya, ia ingin menjauh sebentar dari Laksana.
Laksana berdecak, kakinya berlari mengejar Senja. Panggilan demi panggilan tidak disahut balik oleh Senja. Mata Laksana membulat saat kaki Senja salah melangkah.
"Aw–"
"AAAAH!"
Laksana menarik tangan Senja dan memeluk tubuh gadis itu erat. Naas, keduanya tetap terjatuh dari atas bukit. Laksana bisa merasakan kepalanya mengenai sesuatu saat menggelinding ke bawah. Ia hanya bisa berharap kalau Senja akan baik-baik saja.
Nafas Senja terengah-engah. Badannya sakit semua karena terjatuh. Begitu ia membuka mata, Senja bisa melihat Laksana berada diatas tubuhnya. Keduanya masih berpelukan. Bahkan tangan Laksana masih melindungi kepala Senja.
"Asa?" panggil Senja.
Laksana tersenyum lemah. Tatapannya sayu, "Lo.. nggak papa?"
Senja mengangguk cepat. Begitu mengetahui keadaan Senja, Laksana menjatuhkan tubuhnya di sebelah Senja. Matanya tertutup sempurna. Senja buru-buru duduk dan mengguncang tubuh Laksana sambil memanggil namanya berkali-kali.
Jantungnya berdetak tak karuan. Rasa takut dan cemas menyelimuti dirinya. Senja memangku kepala Laksana di pangkuannya. Tanpa sengaja merasakan basah pada jeansnya. Senja menatap telapak tangannya yang gemetar. Laksana berdarah.
"Asa gue mohon, jangan kenapa-kenapa." gumam Senja berkali-kali. Tangan gemetarnya membuka ponsel dan menelfon Almer.
"Angkat Al,"
"Hal–"
"Tolong, Al. Buruan kesini, gue nggak tau nomor ambulance. Asa– dia," Senja masih menangis. Suaranya tercekat.
Almer seakan mengerti dan menyuruh Senja untuk mengirimkan lokasi mereka. Senja memeluk kepala Laksana yang ada dipangkuannya. Menangis dan berdoa agar Laksana baik-baik saja.
Tidak sampai setengah jam, Almer datang bersama Adinda dan dua guru pengawas mereka. Mereka membawa Senja dan Laksana ke rumah sakit terdekat. Senja enggan menjauh dari Laksana. Selalu mendekap cowok itu dan berbisik agar cowok itu bertahan.
Adinda melirik Almer. Almer tersenyum kecil, merangkul kekasihnya penuh kelembutan. Almer juga mengerti kalau Adinda khawatir. Namun, yang Almer tidak mengerti, mengapa Senja bersama Laksana? Apa yang terjadi diantara kedua orang itu? Mengapa Senja begitu mencemaskan Laksana?
Senja masih melamun di bangku ruang tunggu. Laksana sudah mendapatkan perawatan. Beruntung tidak ada luka berat selain kepalanya yang terkena benda keras saat mereka jatuh tadi. Dugaan dokter adalah sebuah batu.
Airmata Senja masih menetes. Bahkan darah milik Laksana sudah mengering di jeans, kaos, dan tangan Senja. Gadis itu enggan meninggalkan Laksana. Ia harus meminta maaf dan berterima kasih pada cowok itu.
"Senja,"
Adinda melirik Almer sebentar kemudian merangkul Senja. Membiarkan kepala gadis itu jatuh di bahunya. Adinda mengusap lengan Senja, "Aksa baik-baik aja, Senja. Sekarang balik ke villa dulu yuk. Lo harus bersih-bersih, apalagi anak-anak khawatir sama lo."
Senja menggeleng. "Gue mau disini, Din."
Almer menghembuskan nafas berat. Cowok itu berjongkok di depan Senja. mengamit kedua tangan Senja. Almer tersenyum hangat, "Balik ya? Nanti kesini lagi."
"Nggak mau."
Almer mengusap pipi Senja, "Yaudah. Gue bawain baju lo, lo bersih-bersih disini. Masuk aja, jangan di depan kamar Aksa gini."
Senja menggigit bibirnya. "Gue takut Asa marah."
Adinda mengusap kepala Senja lembut. Bibirnya tersenyum manis, "Nggak bakal. Lo temenin dia di kamarnya aja. Toh, sekarang dia sendirian. Bu Fia juga nggak bisa nungguin karena harus ngecek anak-anak."
"Nanti gue bawain kesini perlengkapan lo sama punya Aksa. Gih, istirahat di dalem." timpal Almer.
Senja terdiam sebelum akhirnya mengangguk setuju. Adinda dan Almer tersenyum lega. Setelah kepergian Adinda dan Almer, Senja hanya menatap Laksana yang terpejam dengan perban di kepalanya. Senyuman kecil muncul di wajahnya.
Senja memegang tangan kanan Laksana. Menempelkannya pada dahi, Senja memejamkan matanya. "Just open your eyes tomorrow, Sa. Gue utang budi sama lo."
Entah berapa lama Senja menunggu Laksana membuka matanya sampai akhirnya Senja tertidur dengan menggenggam tangan Laksana. Almer yang datang pukul 9 malam pun sedikit terkejut melihat kedekatan Senja dengan Laksana.
"Only if you know, Senja." gumam Almer.
Almer mengusap bahu Senja yang membuat gadis itu menggeliat pelan kemudian membuka matanya perlahan. Senja menguap, "Gue ketiduran lama ya?"
Almer hanya tersenyum. "Nih, baju lo. Ada bajunya Aksa juga disitu. Bisa dipake p as mau keluar RS."
"Makasih, Al. Gue nitip Asa dulu ya, mau mandi."
Almee mengangguk. Cowok itu menduduki bangku bekas Senja duduk tadi. Bersedekap sambil menyenderkan punggungnya, Almer menatap Laksana dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Apa yang lo rasain, Sa?" tanya Almer pelan. Kepalanya menggeleng, "Jangan bertindak lebih jauh atau lo yang bakal sakit hati lagi."
Almer memang sudah tidak sedekat itu dengan Laksana. Bahkan bermusuhan. Namun, ia juga masih peduli dengan sahabat lamanya ini. Apalagi saat mengetahui perasaan Laksana pada Gretta yang masih tertinggal.
Almer terkekeh, "Lo masih sayang sama Gretta, Sa?" Almer mendecih, "Bodoh. Dia bahkan nggak peduli sama kita. Tapi gue bisa bilang makasih nggak sih? Karena perasaan lama lo itu, Adinda nggak nerima lo."
Almer tertawa geli. Terlebih saat ia berbicara sendiri karena Laksana masih tertidur setelah mendapat perawatan. Mungkin efek obat. Almer pun selama sekamar dengan Laksana sejak tiba di Jogja hampir tidak pernah mengobrol. Mereka hanya saling melempar tatapan permusuhan.
Senja keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang jauh lebih baik. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya di sofa. Memejamkan matanya sebentar kemudian menengok ke arah Almer.
"Al,"
"Hm?"
Senja menatap Almer, "Lo nginep?"
Almer menggeleng. Senja hanya menghembuskan nafas panjang. Ia teringat perkataan dokter sebelum ia sempat ketiduran. Senja menatap Almer ragu. Tentu saja Almer bisa mengetahui kalau Senja ingin mengatakan sesuatu.
"Apa? Ngomong aja."
Senja mengubah posisinya menjadi duduk. Tangannya saling bertautan satu sama lain, "Jadi.. dokter bilang si Asa harus dirawat minimal tiga sampai empat hari," Senja melirik Almer sebentar, "Gue nggak mau ikut balik lusa. Nanti biar Papa yang jemput."
Almer memijat pangkal hidungnya. Ia sudah yakin Senja akan berkata demikian. Namun, seharusnya ada yang lebih harus Senja khawatirkan selain Laksana. Almer hanya bungkam. Tidak mengiyakan, juga menolak.
"Gue balik dulu. Lo istirahat."
Almer keluar dari kamar rawat Laksana, meninggalkan Senja yang menghembuskan nafasnya panjang. Menuruti perkataan Almer, Senja akhirnya memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya dan pikirannya.

Book Comment (47)

  • avatar
    Yxztna_28

    Avv aku jadi gasabar sama kelanjutannya nihh kira² Senja bakal sama gege ato sama siapa ya tapi kalo diliat dari judulnya sih sama laksana😐udh seneng bgt waktu deket sama gege tapi aku baru sadar kalo judulnya laksana senja tapi aku suka bgt ama ceritanya semangat kk aku tunggu kelanjutan ceritanyaa😊😊

    30/12/2021

      1
  • avatar
    hariyani34Sri

    Bener bener bagus ceritanya huhu jadi pengen kayak senja yang kuat banget 🥺 lanjut part selanjutnya ya semangat author 🙏❤️

    26/12/2021

      0
  • avatar
    Zuzuki

    Yes,i liko this story this moment

    22/12

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters