logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 61 Bertemu seorang nenek

Seorang wanita tua membawa bakul di punggungnya ingin mengutip sayuran, hujan deras telah mengguyur semalaman hingga pagi inilah ia berniat akan menjual sayurannya. Namun, saat ia ingin memetik kacang tanah ia melihat tiga anak yang terbaring di sana, "Anak siapa pagi buta di sini?" batinnya.
Ia langsung berlari menggapai ketiganya dan memeriksa, "Mereka demam!" batinnya, ia berusaha membangunkan ketiganya dengan memberinya air minum, "Uhuk! Uhuk!" Adrian terbangun dan melihat seorang nenek tua melihat ke arahnya ia berusaha untuk beringsut dan menjauh, "Si-siapa kau! Tolong, jangan ganggu kami! Kami tidak mau dijadikan bakso!" ujar Adrian.
"Hehehe, siapa yang mau jadikan kalian bakso? Ikan dan ayam masih lebih enak dari daging kalian!" cibir si nenek dengan gulungan tembakau fi mulutnya. Adrian beringsut sedikit berusaha untuk membangunkan kedua sahabatnya, "Rani! Salmi! Bangun! Jika kalian tidak bangun kalian akan dijadikan bakso!" teriak Adrian. kedua sahabatnya langsung membuka mata dan melihat ke arahnya.
"A-apa! Si-siapa Nenek ini?" tanya Rani.
"Nenek kami ingin pulang. Tapi, kami tidak tahu ini di mana?" tanya Salmi. Hanya dialah yang berani menyentuh tangan si nenek, "Hm, baiklah! Rumah kalain di mana?" tanya si nenek bingung.
"Kami dari Kota R, Nek!" jawab Adrian sedikit mendekat.
"Wah, itu jauh sekali! Um, begini saja dulu. Kalian makan dan minumlah, nanti Nenek katakan kepada kepala desa bagaimana?" ujar si nenek dengan senyuman.
"Terima kasih, Nek." Ketiganya sangat bersyukur langsung memeluk si nenek, "Sudah! Sudah! Ayo, makan dulu," ajak si nenek membagi ransum nasinya. Mereka makan dengan sepiring nasi dibagi tiga dengan sayur ikan bakar. Si nenek menumbuk dedaunan, "Nih, minumlah! Agar kalian tidak demam," ujar si nenek.
Ketiganya memandang cairan hijau dibuat secara asal dan tidak sterill. Adrian tahu jika Salmi sedikit enggan, tetapi Rani langsung meminumnya, "Huek! Pahit sekali, Nek!" ujar Rani.
Ia mendecakkan lidahnya dan meminum air.
"Hehehe, kalau manis namanya permen. Dasar anak kota! Begitu saja sudah manja," tukas si nenek.
"ayo, kalian minumlah! Kalau kalian sakit Nenek tidak punya uang untuk berobat," ujar si Nenek membuat Adrian dan Salmi meminumnya.
Keduanya pun langsung melakukan hal yang sama seperti Rani, tetapi sedetik kemudian mereka merasakan enak di sekujur tubuhnya dan langsung buang angin.
Tuuut!
"Ih, kamu pasti!" ujar mereka saling tuduh dan tertawa.
Si nenek begitu senang dan terhibur, "Nenek sedang apa?" tanya Salmi.
"Nenek mau mengutip kacang tanah! Apa kalian mau membantu? Nanti kita rebus dan kita jual," jawab si nenek.
"Mau, Nek! Tapi jangan serahkan kami kepada penculik Nek!" mohon Salmi.
"Kalian diculik? Di mana?" tanya si nenek heran. Ia merasa jika dusun kecil itu selalu nyaman dan tenang.
Ketiga anak tersebut menceritakan semua kisah mereka. Si nenek tertegun, "Kasihan sekali kalian! Um, baiklah, kalian di rumah saja! Jangan ke mana-mana. Mereka bilang, 'Si pemilik perkebunan mengerikan,' mari kita cabut kacang tanah biar kita segera pulang!" ajak si nenek ia mulai merasa was-was, "bagaimana ini? Kasihan anak-anak. Kepala desa juga pasti tidak berani melawan mereka," batin si nenek bingung, "nama Nenek, Jamilah!" ujarnya.
"Terima kasih, Nek Jamilah!" ujar ketiganya. Mereka berlarian mencabut kacang tanah menggunakan cangkul kecil dan memasukkannya ke dalam keranjang, tengah hari si nenek memasak nasi di pondoknya dan menangkap ikan di kolam kecil, mereka memanggang dan memakannya. Nek Jamilah juga merebus kacang tanah, ia begitu bahagia dengan kehadiran ketiga anak tersebut.
Sore hari si nenek tidak langsung pulang, "Sebentar lagi kita pulang!" ujarnya menunggu matahari terbenam. Ian sedikit takut jika bertemu anak buah si pemilik perkebunan.
Ketiganya diam memandang si nenek yang sedikit was-was, "Apakah Nenek takut dengan mereka?" tanya Adrian merasakan ketakutan si nenek.
"Sudahlah jangan pikirkan. Mari kita pulang lewat jalan pintas!" Jamilah membawa mereka melalui jalan setapak, "Kalian jangan menginjak tanah, injaklah rerumputan itu!" perintah si nenek.
"Memang mengapa Nek?" tanya Rani.
"Si penculik akan tahu kita pulang ke mana. Jika dia melihat tapak kecil kita," balas Adrian. Jamilah tersenyum melihat anak-anak tersebut.
Jamilah menatap langit, "Aku berharap si penculik tidak menemukan mereka!" batinnya. Mereka berjalan cepat. Hingga hampir mencapai rumah si nenek di pinggir dusun. Namun, mereka melihat anak buah si penculik sedang berada di sana, "Kalian di sini saja jangan ke mana-mana! Nanti jika mereka sudah pergi nenek akan menjemput kalian," balas Jamilah. Mengangkat bakulnya dsn berjalan seorang diri.
"Hei, orang tua! Apakah kau melihat tiga orang anak melintas di sini?" tanya si penjaga dengan perban di kepalanya.
"Tidak! Aku baru pulang dari ladang seharian. Bagaimana aku bisa tahu?" jawab si nenek ketus.
"Dasar orang tua gila!" jawab si penculik meninggalkan si nenek. Namun, ia tidak langsung meninggalkan si nenek ia masih berkeliling ke rumah si nenek, "Kalau kau menyembunyikan mereka! Kau akan mati!" ancam si oria.
"Ya, lagian aku sudah pasti mati. Kau yang masih muda saya juga bakal mati! umpat si nenek kesal. Si penculik masih saja berputar dan duduk di salah satu bale-bale si nenek, "Sialan, bagaimana aku bisa menjemput mereka?" batin si nenek.
Lansing saja si nenek masuk ke rumah dan membereskan bakulnya dan menjerang air untuk merebus kacang untuk dijual esok hari.

Book Comment (105)

  • avatar
    AmeliaWidi

    cerita nyaa sangat bagus

    7h

    Β Β 0
  • avatar
    AllBang

    πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘πŸ‘

    14h

    Β Β 0
  • avatar
    MarosAmoirnah

    rangga dan hamzah mmbuat rencna untuk mnjdohkn anak2 mrka

    14h

    Β Β 0
  • View All

End

Recommendations for you