logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 40 Mencari Alasan

Seluruh keluarga Harun kembali ke Menteng Dalam setelah mendengar penjelasan dari polisi. Mereka diminta menunggu hasil pencarian dari tim yang telah dibentuk. Sesuai dengan permintaan Farzan, tidak boleh seorang pun membahas tentang kecelakaan yang menimpa Brandon di depan Arini.
Karena sekarang sudah malam, Farzan memutuskan untuk menginap di rumah keluarganya. Dia juga meminta Nadzifa untuk menginap terlebih dahulu, karena tidak mungkin kembali ke Cikarang larut malam sendirian.
“Aku balik pakai taksi aja, Zan,” tolak Nadzifa satu jam yang lalu.
“Nggak, Zi. Kamu nginap dulu. Aku butuh kamu sekarang,” tanggap Farzan tidak ingin gadis itu beranjak dari sisinya.
Akhirnya Nadzifa setuju. Dan di sinilah mereka berada sekarang. Berkumpul di ruang keluarga kediaman Harun.
“Mami udah tidur, Al?” tanya Farzan kepada Alyssa yang baru saja keluar dari kamar Arini.
Wanita itu menggeleng lesu menahan tangis. “Dari tadi tanyain Papi kok belum pulang,” jawabnya.
Lisa menarik napas berat, kemudian merebahkan kepala di pundak Sandy. Pria berusia lanjut itu hanya bisa meminta sang Istri untuk bersabar. Selagi tubuh Brandon belum ditemukan, ia tidak akan percaya jika putranya meninggal dunia.
“Arini dan Brandon selalu sama-sama. Mana mungkin dia bisa tidur, Zan,” lirih Lisa dengan mata berkaca-kaca.
Farzan mengangguk setuju. Sejak dulu di mana ada Brandon, di situ Arini berada. Keduanya tidak dapat dipisahkan. Bahkan sewaktu wanita itu masih sehat, mereka berangkat dan pulang kerja bersama-sama.
“Ada ide mau kasih alasan apa sama Mami, Bang?” El mengajukan pertanyaan.
Farzan terdiam kembali memikirkan alasan yang akan diberikan. Dia telah memikirkannya sejak dalam perjalanan tadi, tapi belum menemukan jawaban. Mustahil jika berbohong mengatakan Brandon pergi ke luar kota, karena pria itu pasti berpamitan kepada Arini terlebih dahulu.
“Gimana kalau kita bilang sama Mami, Papi lagi umroh? Ketahuan bohong nggak sih?” usul Alyssa ikutan panik.
“Jelas nggak mungkin, Dek. Kalau Mami ingatannya bener gimana?”
Mata hitam kecil Al terpejam erat. Dia juga pusing mencari alasan yang cocok. “Trus apa dong? Mami pasti nanti tanyain lagi.”
Belum sempat menemukan jawaban, Arini sudah keluar dari kamar. Dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan seperti mencari seseorang. Sudah pasti yang dicarinya sekarang adalah Brandon.
“Brandon kok belum pulang? Aku telepon dari tadi handphone-nya nggak aktif,” kata Arini dengan raut khawatir.
Semua yang ada di ruangan itu hanya terdiam. Kebingungan mencari alasan.
“Mas Brandon tiba-tiba ada urusan ke Singapura Kak. Katanya ada proyek gabungan, jadi langsung terbang ke sana,” sahut Farzan berbohong.
Lima pasang mata langsung melihat kepadanya. Semua terkejut mendengar kenekatan Farzan mengarang cerita yang tidak akan dipercaya dengan mudah oleh Arini.
“Nggak mungkin, Dek. Masa Mas nggak kabari kakak sih? Luar negeri dadakan loh.” Arini terdiam sebentar. “Passport-nya ada di lemari.”
Tanpa perlu dikomando lagi, Elfarehza langsung berlari ke kamar mengamankan passport Brandon. Sementara Alyssa menghampiri Arini dan mengajaknya duduk di sofa.
“Brandon tadi telepon Mama, Rin. Katanya coba hubungi handphone kamu, tapi tidak aktif,” imbuh Lisa jadi ikut berbohong juga.
“Masa sih, Ma? Aku mau ke kamar dulu cek passport Brandon.” Arini kembali berdiri dan bersiap melangkah ke kamar.
“Beneran, Kak. Makanya Mas suruh aku nginap di sini malam ini.”
Arini melihat kepada Farzan dan Nadzifa bergantian. Dia tampak memikirkan sesuatu, kemudian membalikkan tubuh ke arah kamar.
Dua langkah mencapai kamar, langkahnya berhenti. “Bran?” panggil Arini mengayunkan kaki menuju kamar.
Elfarehza yang masih berada di dalam kamar terkejut bukan main. Dia kembali mencari keberadaan passport Brandon di dalam lemari, tapi gagal.
“Kamu di kamar ya?” panggil Arini lagi celingak-celinguk ke dalam kamar.
Farzan langsung berlari mengejar Arini. Dia tahu saat ini Arini pasti lupa dengan apa yang baru saja dikatakannya tadi.
“Mas lagi ke Singapura, Kak,” ulang Farzan membuat Arini memutar balik badan lagi.
Tubuh Farzan mulai bergetar melihat kondisi Arini yang semakin menurun sekarang. Baru saja mengatakan Brandon ke Singapura, wanita itu kembali memanggil suaminya.
“Ngapain ke Singapura? Kok nggak kabari Kakak?” Arini melihat Farzan dengan raut bingung.
Pria itu segera menarik tubuh ramping Arini ke dalam pelukan. Tangis yang sejak tadi ditahan, akhirnya keluar begitu saja.
“Mas … tadi udah telepon Kakak, tapi handphone kakak mati. Jadinya telepon aku sama Mama,” kata Farzan kembali menjelaskan.
Elfarehza yang melihat itu kembali menarik napas berat berusaha menahan sesak di dada. Bulir bening turun di pipi. Dia tidak tahan dengan keadaan sang Ibu yang terus menanyakan ayahnya.
Farzan memberi kode kepada El agar segera mencari passport Brandon. Setelahnya dia mengajak Arini lagi ke ruang keluarga.
“Kakak di sini aja dulu. Kita udah lama nggak ngumpul. Kakak nggak mau cerita?” tutur Farzan setelah wanita itu duduk di samping Nadzifa.
“Cerita apa ya?” Arini kembali terdiam. Sesaat kemudian ia tersenyum lebar. “Kakak ingat dulu gimana awal bertemu sama Brandon.”
Lisa dan Sandy saling berbagi pandangan mendengar Arini bernostalgia lagi saat pertama kali mengenal Brandon. Dia bisa melihat binar cinta yang tidak pernah padam dari wanita itu. Pasangan lansia itu berusaha untuk tidak menangis di hadapan Arini. Begitu juga dengan Alyssa, suaminya dan Nadzifa.
“Kamu tahu nggak dulu Brandon itu nyebelin banget. Kakak sampai panggil dia si Kunyuk Dekil.” Arini tertawa lagi. Sesaat kemudian wajah yang tadi semringah mendung lagi.
“Ini baru pertama loh Brandon pergi nggak ngomong-ngomong. Kirim chat juga nggak ada,” keluh Arini lesu.
Semua yang ada di ruang keluarga memilih diam mendengar celotehan Arini.
“Kalian tahu nggak?” Arini kembali melihat Farzan dan Nadzifa bergantian. “Selama ini Kakak dan Mas Brandon, selalu sama-sama. Pisah juga nggak pernah lama, kecuali waktu Kakak nikah.”
“Oya, Kakak pernah kabur juga waktu Mas Brandon mau dinikahkan sama Sheila oleh Om Sandy,” sambung Arini. Dia kembali mengenang saat berpisah dengan Brandon. Cara wanita itu bercerita terdengar seperti anak-anak membacakan dongeng.
Arini mengusap dada kiri. “Sakit banget di sini kalau pisah sama Bran. Arini nggak bisa hidup tanpa Brandon,” isaknya dengan berlinang air mata.
Tangis yang sejak tadi ditahan oleh Lisa akhirnya pecah. Alyssa juga memilih meletakkan dagu di pundak sang Suami, menangis membelakangi Arini.
Nadzifa yang duduk di dekat wanita itu, mengusap lembut punggungnya mencoba menenangkan.
“Lebih baik aku mati daripada nggak pernah lihat Bran lagi,” lirih Arini memukul dada yang terasa nyeri.
Farzan terkejut mendengar perkataan Arini barusan. Bagaimana bisa wanita itu berbicara yang bukan-bukan?
Dia melihat kepada Alyssa dan Lisa bergantian, memastikan tidak ada yang memberitahukan Arini tentang apa yang terjadi kepada Brandon. Kedua wanita beda generasi itu menggeleng cepat. Farzan menatap Elfarehza yang keluar dengan sebuah passport dengan penuh tanya. Pemuda itu juga menggelengkan kepala.
“Kalian bohong sama aku, ‘kan?” Arini memandang seluruh orang yang duduk di ruang tamu itu bergantian. “Brandon nggak mungkin pergi tanpa ngomong sama aku. Dia nggak gitu.”
Wanita itu menarik napas panjang seraya menyeka pipi yang basah oleh air mata. “Sekarang jawab pertanyaanku. Kenapa Brandon belum pulang??!!” pekiknya frustasi.
Bersambung....

Book Comment (82)

  • avatar
    Yuliana Virgo

    menarik

    31/05/2023

      1
  • avatar
    Joezeus Maria Catalanoto

    leen,novelmu buagus smua nih. nungguin trus novel barumu yg lain. udah ku baca berulang" ttep aja bgus. kok lama bgt gak ada novel bru drimu sih.

    22/12/2022

      1
  • avatar
    Sugiarto

    bgs

    05/12/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters