logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

4. Kerumah Mama

POV Bebi
Pagi harinya aku terbangun saat mendengar keributan di depan rumah, masih pukul delapan pagi.
'Siapa sih? Pagi-pagi ribut di depan rumah orang!'
Dengan malas aku beranjak turun dari tempat tidur, kutinggalkan Mas Bayu yang masih pulas. Kuseret langkah ke ruang tamu.
Suara keributan semakin jelas dari ruang tamu, penasaran kusibak sedikit horden yang menutupi jendela.
Pantas saja ribut, ternyata jalan gang depan rumahku di padati warga. Mereka berkumpul tepat di depan rumahku, ada apa ini, ya?
Tanpa mencuci muka aku langsung membuka pintu dan berlari ke halaman depan, ingin tahu apa yang membuat warga berkumpul.
"Huuuuu .... "
Kompak warga menyoraki aku, pasti karena mereka kagum dengan kecantikanku. Yah, begitulah orang kampung, lihat yang bening sedikit histeris.
Tak lama aku sudah berdiri di depan pagar rumah, tepat di hadapanku terpasang karangan bunga yang sangat besar. Karangan bunga yang sangat indah menurutku, saat acara pesta kemarin saja tak ada yang seindah ini.
Tapi mataku terbelalak saat membaca ucapan di karangan bunga itu.
'Selamat menempuh hidup baru untuk suamiku dan pelakor. Dari istri sahmu.'
Apa-apaan ini? Siapa yang mengirimkan karangan bunga seperti ini? Tidak sopan sekali mengataiku pelakor.
Di sebelah karangan bunga itu juga terpasang spanduk tak kalah besar. Ada gambarku dan Mas Bayu, ucapan tak kalah menyakitkan terpampang di atas gambar kami.
'Aku berpeluh mencari uang, mereka berpeluh mencari kenikmatan'
Sakit hatiku, dadaku seketika panas. Kurang ajar sekali! Aku harus buat perhitungan dengan si pengirim karangan bunga dan spanduk ini, siapapun itu aku tidak perduli.
"Cantik-cantik kok jadi pelakor!"
"Kalau suamimu direbut pelakor lain, baru tau rasa!"
"Pelakor gak tau diri! Gak punya malu!"
"Siap-siap kenak karma, deh."
Warga ramai mencibirku, membuat hatiku semakin terbakar. Aku harus segera membangunkan Mas Bayu supaya secepatnya karangan bunga ini di buang, aku tidak terima di sebut pelakor.
Baru mau melangkah ke dalam rumah, kerumunan warga tersibak memberi jalan untuk seseorang.
Ternyata yang datang adalah Jenar, istri Mas Bayu, jangan-jangan dia yang mengirim karangan bunga ini.
"Mau apa kamu datang ke sini?" tanyaku setengah berteriak.
"Aku hanya ingin memastikan hadiah ini tidak salah alamat," jawabnya sok cantik.
"Jadi yang mengirim ini semua kamu!"
Ternyata benar dugaanku, dia yang sengaja mengirim karangan bunga dan spanduk besar itu. Pasti tujuannya untuk mempermalukan kami. Berani sekali perempuan ini, belum tahu sedang berhadapan dengan siapa.
Cibiran warga semakin menjadi, apalagi mereka sekarang tahu kalau Jenar adalah istri Mas Bayu. Banyak yang mengatai dan menyumpahiku, mendengarnya aku semakin terbakar.
Aku dan Mas bayu beberapa hari sebelum pernikahan memang datang ke rumah ini, untuk memasukkan barang-barangku. Pada tetangga yang kebetulan lewat Mas Bayu memperkenalkan aku sebagai calon istrinya.
"Loh, nikah lagi? Istri yang dulu kemana?"
"Dia sudah lama ndak ada kabar. Namanya kerja di luar negeri kita mana tahu dia masih hidup atau sudah tidak ada," sahutku waktu itu.
Mas Bayu setuju dengan yang kukatakan. Ya, begitulah kami menganggap istri Mas Bayu sudah tidak ada. Dia, 'kan memang tidak ada di Indonesia.
"Ada apa ini, 'kok rame-rame?"
Mas Bayu akhirnya keluar, pasti dia baru bangun mukanya masih kusut.
"Huuuu .... "
Sama seperti tadi warga juga menyoraki suamiku, malah ada beberapa yang melemparkan tisu. Mas Bayu menggunakan kedua lengannya untuk menghalau.
"Cukup!" ujar Jenar.
Tiba-tiba warga kembali tenang dan menghentikan lemparannya. Kurang ajar, kenapa warga malah nurut dengan kata-kata Jenar.
"Aku ingin bicara sama kalian, boleh aku masuk?"
Belum sempat kami menjawab, Jenar sudah nyelonong. Sangat tidak sopan, akhirnya aku dan Mas Bayu mengekorinya.
"Aku datang kasini untuk menagih hutang."
Baru saja kami masuk ke ruang tamu, Jenar sudah mengatakan sesuatu yang membuat aku gerah.
"Kami tidak punya hutang!" sahutku.
Sengaja aku berdiri dengan tangan menolak pinggang, biar kutantang perempuan tak sopan itu. Namun, Jenar malah mengabaikan aku dan meminta buku tabungan pada Mas Bayu.
Aku melihat Mas Bayu seperti gugup, wajahnya jadi tegang. Lalu ia menghampiri Jenar, mereka duduk di sofa yang sama dengan jarak agak berjauhan.
Yang dilakukan Mas Bayu selanjutnya, adalah mengatakan alasan pernikahan kami. Mas Bayu meminta istrinya untuk menerima aku sebagai adik madunya.
Aku menyunggingkan senyum, lihatlah Mas Bayu sangat memperjuangkan pernikahan kami. Ia juga memikirkan anak di perutku, yang jelas bukan darah dagingnya. Aku memang tidakbsalah pilih suami.
Memang dasarnya perempuan urakan, Jenar tidak mau menerima tawaran Mas Bayu. Padahal menurutku itu tawaran yang bagus dan tidak merugikan. Yah, walaupun aku juga tidak mungkin menerima dia menjadi kakak madu sepenuh hati.
Ia pergi begitu saja setelah berdebat dengan Mas Bayu. Di luar warga masih berkumpul, sepertinya jumlahnya semakin banyak. Aku segera menutup pintu rapat-rapat, takut kalau warga bertindak nekat.
"Mas, kita harus segera membuang karangan bunga dan spanduk itu. Aku malu gambar kita jadi tontonan seperti itu!" kataku setelah mengunci pintu.
"Nanti aku suruh orang untuk membuangnya," ucap Mas Bayu lesu.
"Sekarang, Mas!" tegasku.
Aku tidak mau kalau sampai hal ini viral dan diketahui oleh teman-teman apalagi keluargaku, bisa habis dibuli aku. Akan sangat memalukan jika mereka tahu aku menikah dengan pria beristri.
"Nanti!"
Sepatah kata Mas Bayu tegas, ia menatapku tajam, mulutku seketika bungkam.
"Maksudku, kamu sabar sebentar. Sekarang kepalaku sedang pusing," ucap Mas Bayu melunak.
Kami saling diam beberapa saat, tak ada yang berniat bicara lebih dulu. Akhirnya dengan hati-hati aku mulai membuka obrolan.
"Kenapa kemarin Mas biarkan dia membawa mobil yang harusnya kita gunakan?"
Mas Bayu menghela nafas dalam sebelum menjawab. "Itu memang miliknya."
Jawaban Mas Bayu sulit di percaya. Jelas-jelas mobil itu selalu ia gunakan setiap menjemputku, saat kami mulai dekat beberapa bulan lalu.
"Lalu kenapa dia selalu minta, Mas mengembalikan uang, dan benda-benda milik kita?"
"Karena semuanya memang miliknya, dia yang selama ini bekerja hingga kami bisa memiliki semua ini," jawab Mas Bayu tambah lesu.
"Apa? Jadi yang dia katakan kemarin benar?"
Aku tak bisa menyembunyikan rasa kaget mendengar penuturan Mas Bayu, jadi semua ini milik Jenar.
Mas Bayu hanya menunduk tak bergairah, ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
Aku merasa ditipu, ternyata Mas Bayu tidak punya apa-apa. Lalu bagaimana hidup kami selanjutnya? Bagaimana kalau Jenar benar-benar mengambil semua kekayaan ini. Aku tidak mau hidup susah, aku harus berfikir bagaimana caranya supaya kekayaan ini jatuh ke tanganku.
"Apa kamu tidak bisa membujuknya, supaya mau menerima pernikahan kita?" tanyaku hati-hati.
"Nanti kucoba."
Huh, jawaban yang tidak memuaskan, Mas Bayu senang sekali menjawab nanti, nanti dan nanti. Kenapa tidak langsung bergerak sekarang. Mengulur waktu untuk hal yang penting begini, kalau tidak cepat bergerak bisa-bisa kalah langkah.
Sabar Bebi, sabar. Kamu jangan gegabah. Ini masalah besar, masalah kelangsungan hidup.
"Kita datangi rumahnya Mas, coba kita bicara lagi baik-baik," ucapku, berharap Mas Bayu segera bergerak.
"Rencanaku begitu, tapi aku tidak yakin dia akan langsung setuju."
Mas Bayu menyandarkan tubuhnya pada sofa, suamiku benar-benar terlihat kusut dan tidak bergairah.
"Kita juga tidak bisa diam saja, Mas. biar pun dia yang bekerja tapi ada hakmu juga," sergahku cepat.
Aku tidak mau kalah cepat bergerak, pkoknya Mas Bayu harus segera membujuk Jenar. Kalau dia tidak bisa biar nanti aku maju sendiri.
"Kamu benar, Beb! Kalau bukan karna aku mana mungkin bisa seperti sekarang ini. Jenar tidak bisa seenaknya sendiri," ujar Mas Bayu, wajahnya sedikit cerah.
"Iya, Mas. Kamu berhak juga memiliki harta ini," timpalku.
Akhirnya sekarang Mas Bayu sadar kalau semua ini bukan milik Jenar seutuhnya.
"Kapan kita datangi rumahnya, Mas?" tanyaku bersemangat.
"Besok, sekarang aku ingin membereskan kekacauan di depan dulu," jawab Mas Bayu sembari berlalu ke dalam.
Tak lama terdengar ia berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon. Tiga puluh menit kemudian beberapa orang mengendarai mobil bak terbuka datang, mereka melepas spanduk dan karangan bunga yang merusak pemandangan depan rumahku.
Sekarang sudah tidak ada lagi warga yang berkumpul, jalan gang depan rumah kembali lengang.
Aku harus memberi tahu hal ini pada Mama, siapa tahu ia bisa membantu. Kulihat Mas Bayu sedang sibuk dengan leptopnya, coba kuminta izin untuk ke rumah Mama.
"Mas, aku mau ke rumah Mama boleh? Ada beberapa barang yang lupa kubawa," ucapku seraya memijit bahu Mas Bayu lembut.
"Boleh, mau kuantar?"
"Tidak usah, Mas. Aku cuma sebentar saja, kok," kataku menolak.
"Yasudah, aku siap-siap dulu."
Aku segera mandi dan berdandan, setelah siap kuminta Mas Bayu memesan taksi online untukku.
"Aku pergi dulu, Mas," pamitku.
"Ya, hati-hati, Beb," Mas Bayu mengecup pipiku.
Lima belas menit perjalanan aku sampai di rumah Mama, agak lambat karena jalanan lumayan macet.
Setelah sedikit membahas masalah pesta kemarin, aku langsung menceritakan apa yang menjadi niat awalku kemari.
Mama juga terkejut setelah mengetahui kalau harta Mas Bayu ternyata milik Istrinya.
"Kamu gimana, sih, Beb? Kenapa masalah seperti itu baru ketahuan sekarang?"
"Aku mana kepikiran sampe kesana, Ma," kataku membela diri.
"Lagian selama ini, Mas Bayu yang aku kenal bos travel bukan penjual cilok," sambungku.
"Harusnya kamu selidiki dulu! Kalau sudah begini lalu gimana?" Mama menyalahkanku.
"Ya, Mama bantu mikir dong! Aku kesini tujuannya supaya Mama kasih solusi," jawabku sewot.
"Lagian ngapain si Jenar itu tiba-tiba pulang ke Indonesia," sungutku kesal.
"Huh, merepotkan saja." Mama mendengkus kesal.
"Kita harus hati-hati, sepertinya Jenar lumayan pintar," ucap Mama pelan seperti pada diri sendiri.
"Kita datangi saja rumahnya, Ma," ujarku.
"Ide bagus!" sahut Mama bersemangat.
"Kamu tahu alamatnya?" tanya Mama kemudian.
Ya Tuhan, aku lupa. Aku, 'kan tidak tahu alamat rumah Jenar. Kenapa kamu kacau sekali, sih, Beb!

Book Comment (54)

  • avatar
    StathamAdiezha

    kapan lanjutannya ini? nanggung bet

    19d

      0
  • avatar
    SafitriAfif

    gatau caption nya🦖

    17/08

      0
  • avatar
    IngrizaResva

    bagus alur ceritanya

    03/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters