logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Kembalikan Uangku,  Mas!

Kembalikan Uangku, Mas!

Jenar


1. Kejutan Saat Pulang

Aku menyeret langkah, masuk ke ruangan yang di penuhi hiasan bunga. Dengan dekorasi yang mengusung tema glamour, ruangan besar ini terlihat mewah. Mawar putih dan beberapa bunga lain ditata sedemikian rupa, menghasilkan perpaduan yang indah. Lampu kristal besar tergantung di tengah ruangan, dikeliling hiasan kristal menjuntai, menambah kesan mewah.
Karpet merah menyambut kedatanganku, luar biasa ini benar-benar pesta yang sangat mewah. Dua meja panjang dipenuhi dengan berbagai menu makanan, tidak main-main dipesan langsung dari restoran ternama, jelas makanan mahal.
Aku datang di saat yang tepat, tamu undangan sedang ramai. Aku segera ikut mengantri dengan tamu yang lain, untuk naik ke pelaminan dan bersalaman dengan kedua mempelai.
Benar-benar pesta pernikahan yang tertata, ingin bersalaman saja kami diawasi oleh beberapa orang berseragam batik. Seperti acara pernikahan anak pejabat atau tokoh penting yang sering kulihat di siaran televisi. Antrian tamu yang mengekor mengharuskan aku lebih bersabar.
Satu orang lagi tiba giliranku untuk bersalaman dengan kedua mempelai, aku memastikan pria yang berdiri menggunakan tuksedo putih itu adalah Mas Bayu, suamiku.
Tiba saatnya, aku sudah berdiri di depan sepasang pengantin yang sangat serasi.
"Selamat atas pernikahannya, Mas."
Aku mengulurkan tangan untuk bersalaman, tapi pria di depanku tidak segera membalas. Mata elangnya asik melihat wajahku yang sebagian tertutup masker.
Salah satu tanganku bergerak melepas masker yang kupakai, sekarang wajahku bisa dilihat dengan jelas oleh pria itu.
"Jenar!"
Suara Mas Bayu lirih, sangat lirih. Mata elangnya seketika membola, kutebak ia terkejut dengan kedatanganku.
"Iya, Mas aku Jenar. Kenapa, kamu kaget?" ujarku santai.
Kubuat wajahku biasa saja, padahal di dalam dada sudah berkobar api kekecewaan. Luar biasa panas dan sesak. Aku siap menyemburkan api iinipada wajah suamiku.
"Bagaimana bisa kamu ada di sini?"
Wajah pengantin pria yang masih sah menjadi suamiku beberapa detik lalu terlihat cerah dan bahagia, menerima ucapan selamat dari tamu undangan. Sekarang lenyap seketika. Pertanyaannya kubalas dengan pertanyaan pula.
"Bagaimana bisa kamu menikah dengan perempuan lain, Mas?"
Wajah Mas Bayu sekarang menegang, pipinya memerah lebih merah dari kepiting rebus. Mungkin dia malu, ah, aku sangsi dia masih punya rasa malu.
"Dasar penghianat kamu, Mas!" kataku dengan penekanan pada setiap kata.
Dadaku bergemuruh hebat, aku berusaha menahan supaya suaraku tidak menggelegar di ruangan ini.
"Maaf ... maaf Jenar, aku tidak bermaksud menghianatimu, aku bisa menjela—"
"Semuanya sudah jelas. Kamu berhianat, Mas!" potongku dengan senyum sinis.
Penjelasan tanpa bukti tidak akan berarti apa-apa, sedangkan bukti sudah terpampang nyata di depan mata. Dasar suami tak tahu diuntung.
"Tap—"
"Tidak usah khawatir, Mas aku ikhlas kamu menikah dengan pelakor ini, tapi kembalikan uangku!" kataku sembari menunjuk wajah perempuan yang didandani cantik.
Perempuan itu hanya berdiri memperhatikanku dan Mas Bayu bergantian. Mungkin usianya lebih muda dariku beberapa tahun.
"Jenar, aku terpaksa melakukan ini," cicit Mas Bayu. Wajahnya memelas, sayang dia mengucap kalimat itu dengan lirih. Padahal aku ingin semua tamu di sini mendengarnya.
"Mas Bayu!" bentak perempuan di sampingnya. Ya, perempuan itu istri Mas Bayu.
"Aku tidak perduli, Mas! Sekarang mana kontak mobilku?" Kusodorkan tangan kanan tepat di depan wajah pria yang sebenarnya masih kucintai.
Mas Bayu meletakkan kontak mobil dengan wajah tertunduk, air mukanya berubah keruh.
"Terima kasih, Mas. Terima kasih atas penghianatanmu!"
"Nikmati pernikahan mewah ini, tapi ingat setelah acara selesai segera kembalikan uangku! Aku yakin ini semua menggunakan uangku, 'kan," kataku sembari melipat tangan di depan dada.
"Jaga mulutmu!" bentak perempuan bersanggul di sebelah istri baru Mas Bayu.
Perempuan itu menatap tak terima, dilihat dari perawakannya mungkin seumuran ibuku.
Sebenarnya aku ingin segera pergi dari sini, tapi melihat perempuan tua itu aku jadi ingin bermain-main sebentar.
"Oh, ini mertuamu Mas? Dia pasti belum tahu siapa kamu yang sebenarnya, 'kan. Biar aku bantu mengatakan padanya, Mas," kataku seraya melangkah mendekati perempuan berlipstik merah darah itu.
"Ibu mertua yang terhormat, apa kabar?" ucapku seraya mengulurkan tangan pada perempuan yang menatapku tajam itu.
Saat tangan keriputnya akan menyentuh kulit tanganku, aku segera menarik tanganku.
"Ups, maaf aku takut ada virus di tangan Ibu, aku tidak terbiasa bersalaman dengan sembarang orang," cibirku, kembali kulipat kedua tangan di depan dada.
Perempuan bertubuh gemuk itu memelototkan matanya ke arah wajahku, mungkin dia emosi.
"Siapa kamu? Ber—"
"Shhhtt .... " Sengaja aku memotong kalimat orang tua itu.
Kuletakkan jari telunjuk di depan bibir, seperti guru menyuruh diam anak didiknya yang berisik.
"Ibu tidak perlu tahu siapa aku, yang perlu Ibu ketahui adalah siapa menantumu itu?"
Aku menunjuk Mas Bayu ia hanya berdiri mematung, dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Suami anakmu itu sebenarnya hanya penjual cilok keliling, dia bekerja pada ke—"
"Cukup Jenar!" bentakan Mas Bayu memotong kalimatku.
Hebat, suamiku yang selama ini lembut baru saja membentakku. Membentak di depan keluarga istri barunya, benar-benar tidak tahu diri. Ternyata bbegini sifat aslinya.
"Kenapa Mas? Kamu malu? Kamu takut mertuamu mengetahui keadaanmu yang sebenarnya?" cecarku.
Sungguh emosiku sudah di ubun-ubun, seandainya tidak berada di tempat yang ramai sudah kuhajar pria bernama Bayu Wicaksono itu.
"Maaf Ibu mertua yang terhormat, rupanya menantumu keberatan kalau aku yang mewakilinya. Biar dia sendiri yang mengatakan, nanti Ibu jangan kaget, ya," ucapku dengan suara sengaja dibuat-buat, kububuhi senyum sinis di akhir.
Perempuan itu hanya menatapku, entah apa arti tatapannya.
"Ya sudah, aku pergi dulu Mas. Ingat setelah acara ini segera kembalikan semua uangku yang selama ini kamu pakai!"
Kurasa sudah cukup sedikit permainan untuk mertua Mas Bayu, semoga berkesan.
"Dan perceraian kita akan segera kuurus!" Kuberikan penekanan pada kata perceraian.
Aku melangkah ingin meninggalkan pelaminan, baru beberapa langkah Mas Bayu mengejarku. Ia menarik lenganku ingin membawa kesuatu tempat, tapi aku berontak. Kutepis tangannya kasar.
"Tetap di tempatmu Mas, aku tidak mau acara yang membahagiakan ini hancur karena tidak ada pengantin prianya," kataku dengan tegas dan intonasi tinggi.
Bintik-bintik air terlihat di sekitar kening dan hidung Mas Bayu, mungkin keringat. Aneh, padahal ruangan ini di lengkapi dengan alat pendingin ruangan.
Jujur berada dalam jarak sangat dekat seperti ini, membuat hatiku kembali bergetar. Sebenarnya aku sangat rindu pada suamiku, tapi melihat keadaan sekarang rinduku berubah menjadi benci.
Bibir Mas Bayu bergerak seperti akan mengucap sesuatu.
"Mas, Biarkan perempuan gila itu pergi!" teriak perempuan bergun mewah yang baru saja dinikahi suamiku. Aku meliriknya tajam.
"Dasar gila!" umpatnya.
Senyum sinis tersungging di bibirku, sebelum melangkah pergi kusempatkan mengacungkan jari tengah tangan kiriku ke arah perempuan itu.
Tak kuperdulikan puluhan pasang mata tamu yang ikut melihat. Toh, aku tidak meminta mereka melihat apa yang kulakukan.
Setelah itu aku melangkah cepat keluar dari gedung itu, langkahku tak luput dari pandangan puluhan pasang mata tamu. Aku tidak perlu mengartikan tatapan mereka, lagi pula aku tidak ada masalah dengan mereka.
Aku melangkah dengan dagu terangkat, senyum terukir di bibir, tak ingin terlihat menyedihkan. Biar kutahan gemuruh di hati sebentar lagi, terlalu miris kalau air mataku jatuh di sini.
Sampai di halaman parkir segera kucari mobilku, mobil yang selama ini kupercayakan pada Mas Bayu.
Aku berhenti tepat di depan mobil merah metalik yang dihiasi dengan bunga dan pita, sangat cantik. Tidak salah lagi ini mobilku, ditandai dengan plat nomor kendaraan yang kupesan khusus. JEN 4 R kombinasi angka dan huruf, jika di baca menjadi ejaan namaku.
Dengan tanganku sendiri kulepas paksa pita dan bunga yang terpasang di mobil itu. Aku tidak rela mobil yang kubeli dari hasil keringat dan kerja kerasku, digunakan oleh Mas Bayu dan istri barunya. Kulemparkan begitu saja rangkaian bunga itu kedalam selokan.
Hiasan yang cantik tapi malang.
Setelah itu aku segera masuk dan melajukan mobil, meninggalkan gedung besar nan megah. Sudah cukup pembuktian, kulihat dengan mataku sendiri suamiku sedang bersanding dengan perempuan lain. Sakit? Entahlah, yang pasti aku tidak sedang bahagia seperti mereka.
Di perjalanan air mataku mengalir begitu saja, ambruk sudah bendungan air mata. Luka di dada yang sejak tadi kutahan, sekarang sakitnya menembus sampai ke jantung.
Aku tidak menyangka Mas Bayu tega menghianati cinta tulusku, laki-laki yang selama ini kukira setia ternyata tega menusuk dari belakang. Menusuk dengan belati beracun.
Aku sengaja ingin memberi kejutan untuknya, dengan merahasiakan kepulanganku ke Indonesia. Rupanya Mas Bayu malah memberiku kejutan besar, pernikahannya dengan perempuan lain. Kejutan yang menyakitkan.
Aku sangat menyesal sudah percaya pada laki-laki itu. Delapan tahun aku pergi bekerja keluar negeri, selama itu kami menjalin hubungan jarak jauh.
Kupercayakan semua yang kupunya padanya, mobil, rumah, uang bahkan seluruh rasa cintaku. Malang, ternyata aku harus menerima kenyataan pahit.
Apa kurangnya aku? Selama ini aku menjadi istri yang penurut, apa yang ia katakan dan minta selalu kuusahakan.
Delapan tahun bukan waktu yang sebentar. Mas Bayu terlalu pintar menyimpan bangkai, atau aku yang terlalu bodoh.
Mungkin ini cara Tuhan membuka kebusukan suamiku, dengan memperlihatkan langsung di depan mataku.
Aku sudah mantap untuk bercerai dari Mas Bayu. Buat apa mempertahankan suami tak tahu diri sepertinya. Lagi pula siapa yang rela berbagi suami dengan perempuan lain.
Dia tanpa malu menggunakan uang hasil kerjaku untuk membuat pesta mewah pernikahan keduanya, sedangkan saat menikahiku dulu hanya memberi maskawin uang limapuluh ribu rupiah.
Tak ada pesta, bahkan untuk jamuan makan keluarga orang tuaku yang menyediakan. Benar-benar berbading terbalik.
Aku bukan sapi perahmu, Mas!
Aku akan berontak, setelah ini dia harus sadar diri siapa dia sebenarnya.
Kulajukan mobil dengan kecepatan sedang membelah kepadatan jalan kota gudek, tujuanku sekarang pulang ke rumah orang tuaku.

Book Comment (54)

  • avatar
    StathamAdiezha

    kapan lanjutannya ini? nanggung bet

    19d

      0
  • avatar
    SafitriAfif

    gatau caption nya🦖

    17/08

      0
  • avatar
    IngrizaResva

    bagus alur ceritanya

    03/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters