logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 13

“Masih anak-anak yang belum menjadi penerus pengendali Mana seutuhnya,” terdengar suara kecil yang membisik.
Altair berusaha mencari asal suara dan menemukan sebuah makhluk sedang melayang di sebelah bahu kirinya. Memiliki tubuh seperti manusia berbadan ubur-ubur dengan hiasan rumbai seperti gadis belia dengan rambut diikat ke belakang.
“Kamu ini apa?” tanya Altair dengan penasaran.
“Dasar tidak sopan, aku ini salah satu hewan peliharaan dewa!” jawab makhluk kecil itu.
“Ya aku tahu tapi kenapa kamu sangat kecil?” tanya Altair lagi.
“Kami ini bukan seperti hewan dan manusia, kami ini adalah makhluk abadi aku sudah lebih dulu hidup dari pada kamu,” ucapnya dengan marah diikuti dengan menunjuk ke hidung Altair.
“Ada apa makhluk sepertimu memanggil kami?” tanyanya dengan sungut.
“Maafkan aku yang agung,” jawab Altair.
Mendengar sanjungan dari Altair makhluk itu merasa tersipu dan senang. Raut wajahnya berubah menjadi ramah.
“Crystal Pino,” ucapnya.
“Altair Onder de,” jawab Altair dengan senang.
“Seperti kata-kataku tadi, untuk apa kau memanggilku?” tanya Pino.
“Kau pasti tahu kalau aku bukan pemilik tubuh asli ini,”
“Tentu saja,” jawab Pino dengan yakin.
“Aku ingin kembali ke dunia asalku,”
“Tidak bisa,”jawabnya langsung yang berterbangan melihat sekitar.
“Kenapa?” tanya Altair dengan jengkel.
“Pemilik sebelumnya sudah mati namun, dewa bermurah hati agar dia bisa kembali hidup ke dunia asalnya tapi dia menolak.” jawab Pino.
“Kenapa?” tanya Altair lagi.
“Dia bosan karena tuntutan untuk menjadi penerus. Sebelum dia mati dia selalu berbuat masalah, dia mati karena keputusannya sendiri,”
“Dan dia sekarang pasti sudah berada di tubuhmu yang lain,”
Altair hanya mendengarkan perkataan yang menyedihkan dari Pino.
“Hidup itu harus dijalani bukan menyerah dan mati begitu saja. Terlebih lagi hanya karena alasan seperti itu, dia bertindak konyol,” imbuh Altair.
“Hey, jangan marah kepadaku itu keputusan dia sendiri sudah beruntung dewa mau bermurah hati menghidupkannya lagi dan kau tidak mati begitu saja,”
“Kalau ada cara aku bisa berbicara dengannya pasti aku akan memukul kepalanya,” ucap Altair dengan serius.
“Bisa!” jawab Pino dengan spontan.
“Kau harus berbicara sendiri dengan dewa, tapi manusia sepertimu tidak bisa berbicara langsung,” ucap Pino sembari terbang mengelilingi tubuh Altair.
“Kau harus berbicara melalui Saintess,”
“Apa kau sendiri tidak bisa membantuku?” tanya Altair.
“Aku hanya ingin hidup nyaman, jadi jangan memberiku perintah,”
Altair menghela nafas panjang dan membuat keputusan.
“Terima kasih banyak sudah membantuku yang agung,”
“Tidak masalah,” jawab Pino.
Altair pergi meninggalkan Pino sendiri. Menyusuri hutan makhluk magis itu mengikutinya dari belakang Altair merasa jengkel karena makhluk magis itu tidak kunjung kembali ke tempat asalnya.
“Kenapa yang agung tidak kembali di sisi dewa?” tanya Altair.
“Aku bosan, berhubung aku sudah ada di sini aku ingin jalan-jalan di dunia manusia,” jawabnya yang masih mengitari tubuh Altair.
“Bagaimana jika ada orang melihatmu?”
“Tenang saja, aku hanya bisa dilihat oleh orang yang memanggilku saja,” jawab Pino.
Akhirnya mereka berjalan bersama, Pino duduk di pundak Altair.
Langkah kaki Altair berjalan menuju kuil suci dan Altair sudah mengetahui jalan menuju kuil suci setelah membaca isi novel. Tempat itu sangat besar seperti kastil istana semua warnanya berwarna putih dengan tepian yang dilapisi emas.
Banyak orang terlihat berlalu lalang, pendeta dan orang-orang yang datang untuk berdoa di dalam kuil suci.
Altair menaiki tangga yang sangat lebar dan berjalan menyusuri setiap ruangan.
“Kalau kau mau, aku bisa membantumu untuk bertemu langsung dengan Saintess.”
“Sungguh?” tanya Altair meyakinkan.
“Tapi kau harus membayar,” ucap Pino.
“Dengan apa?” tanya Altair.
“Dengan darah dan Manamu lagi,”
“Kau gila ya? Untuk memanggilmu saja, aku sudah kesusahan setengah mati,”
“Itu karena kau masih belum menjadi pengendali Mana seutuhnya.”
“Aku saja bahkan masih belum bisa merubah wujudku untuk menyamar,” ucap Altair dengan marah.
“Ya sudah, aku hanya menawarkan,” sungut Pino.
Mereka kembali lagi untuk berjalan dan menemukan sekumpulan orang-orang yang berdoa dengan pendeta.
Status disetiap ruangan yang mereka datangi berbeda nampak dari pakaian yang mereka kenakan beserta hiasan tempat beribadah.
Setelah menyusuri seluruh kuil suci, Altair tidak menemukan sosok yang membuatnya tertarik ataupun yang terlihat seperti Saintess.
Malam hari hampir tiba, membuat Altair hampir menyerah.
“Bagaimana?” tanya Pino yang menunggu jawaban Altair.
Altair berdiri di sebuah tembok taman di mana matahari senja masuk di antara celah jendela-jendela besar dan pepohonan.
“Apakah kau seorang yang tersesat?” tanya seorang pendeta membuyarkan lamunan Altair.
“Tidak, aku hanya dari tempat yang jauh dan ingin berdoa,” jawab Altair yang masih menundukkan pandangan untuk menutupi dirinya dengan tudung jubah.
Jika seseorang melihat sosok aslinya, semua orang akan segera mengenali bahwa dia adalah anak dari Duke Leon ciri khas dari keluarga Onder de.
“Sebenarnya tadi siang aku baru sampai lalu berdoa dan berniat untuk segera kembali pulang namun, karena terlalu hikmat berdoa, tidak terasa sudah senja,”
“Aku takut untuk kembali ke tempat asalku namun, perbekalan ku tidak banyak untuk menyewa tempat untuk menginap,” jawab Altair yang mencoba untuk berbohong.
“Kami disini menyediakan tempat untuk orang yang membutuhkan,”
“Saya orang dari luar, apakah boleh tinggal di kuil yang suci ini?” tanya Altair ragu.
“Dewa tidak memandang dia dari Rhodes atau bukan karena dia Maha Pengasih kepada semua, seharusnya semua orang memiliki sifat seperti dewa,” jawab pendeta itu dengan senyuman.
Pendeta tersebut mengantarkan Altair di tempat peristirahatan di tempat yang nyaman serta bersih hanya terlihat barang-barang yang sederhana di kamar itu.
“Jika kau lapar, kami juga menyediakan dapur umum untuk tamu,”
“Terima kasih banyak,” jawab Altair.
Pendeta itu pergi meninggalkan Altair dan menutup pintu kamar.
“Cih, tidak punya uang?” ledek Pino.
“Kau tahu sendiri berapa banyak uang yang dibutuhkan untuk bisa memanggilku?” ucap Pino.
“Kau sudah tahu masih saja memaksaku,”
“Aku tidak mungkin menginap dengan sosok seperti ini, di luar sangat ramai,”
“Aku lelah dan lapar.” ucap Altair yang merasa jengkel.
Altair meninggalkan Pino sendiri di kamar untuk mandi dan makan di dapur umum lalu kembali ke kamar langsung tertidur. Pino yang berkutat tidak kemana-mana merasa bosan berada di kamar yang menurutnya terasa sempit.
Pino pergi menembus dinding kamar melihat di sekeliling banyak tamu asing yang datang dari berbagai negara.
Mengintip tempat dapur yang berisikan makanan. Pino pergi menuju sebuah lemari dan rak tempat makanan yang terbuat dari kayu. Berisikan buah-buahan dan sayuran segar yang sangat Pino sukai. Pino yang berukuran seperti burung pipit duduk di atas pisang memakan makanan persedian kuil.
Orang-orang di dapur tidak menyadari bahwa persediaan makanan mereka sedang dimakan olehnya. Setelah puas, Pino mulai melayang lagi menyusuri semua tempat di dalam kuil.
Sehingga tidak sadar dia sudah berada di luar kuil suci tersembunyi. Pino pergi mendekati tempat dengan angin malam yang semilir serta dedaunan yang mulai gugur berterbangan tertiup angin.
Seolah-olah Pino tahu kalau dirinya memang merasa tidak asing dengan tempat itu tidak jauh dari dia pergi di kastil kuil. Pino melihat sebuah rumah kayu yang mungil di dalam terdapat lentera yang bercahaya dari ruangan.
Diterangi cahaya remang-remang dan hangat. Rumah kayu itu ditumbuhi beberapa tanaman menjalar yang hampir saja menutupi rumah yang berdiri.
Pino terbang mendekati rumah kayu mengintip dari arah jendela terlihat sosok yang sedang membaca buku, Pino masuk menembus jendela kaca rumah.
Melihat dengan seksama seorang pria yang fokus dengan buku di hadapannya. Sosok dengan rambut berwarna putih silver, kulit yang putih seperti salju dengan bola mata merah darah.
“Jadi, ini calon Saintess yang selanjutnya?” jawab Pino.
Pino melayang memperhatikan pria tersebut dan melihat ke arah buku yang sedang dia baca.
Terdapat tulisan yang hanya diketahui oleh manusia namun, tidak bisa dibaca oleh hewan peliharaan seperti Pino.
“Apa yang sedang dia lakukan?” tanya Pino mendekati buku yang berada di atas meja dengan tangan pria itu juga berada di samping buku.
“Aku pernah mendengar dari sesama rekan ku, kalau seseorang sedang melakukan seperti ini biasanya disebut apa ya?” tanya Pino yang mulai berfikir.
Pino melayang ke beberapa buku yang bertumpuk di sebelah pria yang sedang fokus dengan bukunya beberapa kali terdengar suara kertas yang di balik.
“Ini yang membuatku sangat jengkel!” gerutu Pino.
“Kenapa dewa tidak mengajarkan apapun yang berhubungan dengan hal seperti ini untuk kami,” ucapnya dengan marah.
Pino kembali melihat buku yang berada di tangan manusia itu tidak sengaja tubuh Pino menyentuh punggung tangan orang saat hendak membalikkan lembaran kertas.
Orang itu terkejut dan berteriak kecil seperti sedang merasakan kesakitan. Pino yang masih berada di situ juga terkejut dan langsung terbang pergi meninggalkan manusia dan rumah di belakangnya.
Laki-laki itu masih memegang punggung tangannya yang terasa seperti ditusuk besi yang panas.
Mengabaikan rasa sakit, dia berpikir dirinya mungkin saja hanya terkena serpihan kayu di meja rias tersebut, kembali membaca buku yang membuatnya sangat penasaran.
Pino melayang dengan cepat dan terbang seperti telah melakukan suatu kesalahan.
“Aku harus segera pergi dan menjauh dengan tempat ini.”
“Jika orang-orang seperti mereka baik itu Saintess atau calon Saintess mengetahui bahwa hewan peliharaan dewa sedang berkeliaran di dunia manusia mereka akan mengadukannya kepada dewa,”

Book Comment (153)

  • avatar
    15Heranim

    Suka banget sama ceritanya. Bikin emosiku gak karuan..Semangat! Mari mampir juga ke ceritaku ^^

    17/01/2022

      4
  • avatar
    Ssraah

    saya sangat menyukai cerita ini, mempunyai jalan cerita yang menarik dan tata bahasa yang rapi dan mudah dimengerti.

    21/12/2021

      0
  • avatar
    Yesmi Anita

    lima ribu DM 5.000

    3d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters