logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 10

Altair berjalan ke ibu kota Rhodes melihat lingkungan di luar mansion terlihat sangat ramai banyak orang yang berkeliaran. Altair memutuskan untuk keluar dari mansion untuk beberapa hari, setelah mandi Altair bersiap melengkapi barang-barang yang akan dibawa untuk pergi malam itu.
Altair memilih untuk keluar kabur dari keluarganya karena jika dia meminta izin terlebih dahulu sangat dipastikan ayahnya tidak akan memberi izin meninggalkan mansion. Altair juga sudah memberikan selembar kertas ke ayahnya jika di akan pergi beberapa hari untuk mengunjungi kota ibunya dulu.
Altair berharap jika dirinya terlibat masalah selama diluar ayahnya bisa memakluminya. Meskipun Altair tidak berharap ayahnya tidak dapat membela atau membantunya nanti.
Setelah memastikan semua orang tidak terlihat berkeliaran di sekitar mansion Altair pergi melalui jendela di dalam kamarnya. Memakai jubah hitam menutupi wajahnya dan menyandang tas kecil yang berisikan beberapa koin emas dan cawan.
Dia berlari di tanah lapang yang luas dan rimbun untuk menuju gerbang di luar, Altair masih harus menyelinap keluar dari para penjaga dan ksatria. Melewati taman bunga dan pepohonan dengan mengendap-ngendap.
“Malam ini bulan purnama bersinar sangat terang,” terdengar suara seseorang hampir saja langkah kaki Altair keluar bersamaan dengan suara tersebut.
Altair tetap bersembunyi di dalam semak belukar, cabang semak yang tajam membuat jubah Altair sobek di beberapa bagian setelah mendengarkan suara langkah kaki yang telah menjauh Altair memeriksa kembali keadaan di luar.
Setelah memastikan tidak ada lagi orang di sana dengan cepat Altair berlari menuju pintu gerbang. Altair yang melihat pintu keluar dengan tembok yang tinggi dan kokoh sedang menghadang langkah kakinya.
Beberapa orang tengah berjaga dengan baju besi, diterangi cahaya lampu yang terbuat dari Mana batu keras. Altair berusaha untuk mencari celah. Di salah satu tembok terlihat tempat yang gelap membuat Altair memunculkan sebuah ide.
Di sebelah dinding terlihat pohon yang memiliki tinggi setara dengan tembok Altair mendekati tempat tersebut dan memanjat ke atas pohon dengan melompatinya.
Setelah mencapai dengan ketinggian yang diinginkan Altair mencoba untuk melompat dengan mengandalkan Mana miliknya ke arah kaki.
HAP! Sekali lompatan berhasil membuat Altair terlontar cukup jauh dan melesat ke atas namun, karena Altair tidak cukup banyak mengeluarkan Mana untuk membuat jarak lompatan jauh akhirnya tidak terjangkau.
“Oh, tidak aku akan jatuh!” ucap Altair dalam hatinya.
Beruntung salah satu tangannya berhasil memegang tepi ujung tembok suara gesekan tembok membuat salah satu penjaga pergi melihat keadaan. Penjaga yang memakai baju besi berjalan ke arah tepian tembok memeriksa tempat-tempat yang mencurigakan dari atas tembok.
Altair berusaha sekuat tenaga untuk tidak bergerak dan menimbulkan suara sedikitpun karena posisi bergelantungnya bertepatan di bawah tempat penjaga berdiri.
“Hey kau yang disana! Apa kau tidak melihat ada yang mencurigakan di sekitarmu?” tanya penjaga di atas tembok sambil berteriak dengan suara keras.
“Tidak ada,” jawab penjaga yang lain.
Jantung Altair berdebar dengan kencang serta diserang perasaan khawatir, akhirnya karena tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan penjaga itu pergi meninggalkan tempatnya sedangkan penjaga lain yang menjawab pertanyaan penjaga yang diatas tembok tidak melihat Altair sebab tertutupi oleh pohon.
Altair buru-buru melepaskan situasi yang sangat tidak menguntungkan, berlari melewati beberapa penjaga yang kebetulan membelakanginya. Setelah turun dari tembok Altair bersembunyi lagi di balik semak dan menyusuri beberapa semak lainnya sehingga Altair tidak melihat lagi tembok besar milik Onder de.
Altair berjalan menuju pusat ibu kota yang ramai dengan beberapa orang yang sedang berkelompok melihat ke arahnya.
“Aku harus segera mencari tempat untuk menginap,” ucap Altair dengan langkah kaki bergegas.
Altair pergi dan masuk ke suatu toko yang masih buka di malam itu.
“Selamat datang,” ucap seseorang dari jauh.
Dia sedang berdiri di tempat kerjanya membersihkan gelas-gelas yang kotor yang baru saja dicuci di tempatnya itu terdapat beberapa botol-botol minuman keras yang sedang terpajang rapi.
Altair berjalan mendekati orang tersebut yang menyambutnya tadi toko tersebut terlihat seperti kedai atau cafe di mata Altair, hanya saja pengunjung disana semuanya laki-laki.
Hanya dua perempuan yang sedang sibuk mengantarkan minuman kepada pelanggan dengan membawa nampan berisikan gelas bir besar dan makanan.
“Paman, apakah ada tempat untuk menginap?” tanya Altair sambil memperbaiki tudung yang berada di atas kepalanya.
“Kau ingin menginap?” tanya pemilik kafe.
“Disini kami memiliki kamar untuk tamu,” ujarnya lagi yang tidak berhenti menggosok gelas kaca.
“Apakah kamu pengunjung dari luar kerajaan Rhodes?” tanyanya balik sambil melihat ke arah Altair.
Semua orang yang berada disana menatap ke arahnya, Altair yang mengetahui bahwa jika dirinya mengaku dari luar Rhodes maka akan menjadi sasaran empuk bagi orang-orang di sana namun, jika dirinya mengaku dari warga Rhodes bisa saja mereka akan menanyakan dari keluarga mana.
“Aku hanya pejalan kaki ingin ke kota seberang, aku takut tidur di hutan jadi bolehkah aku menginap disini?” jawab Altair dengan nada sesedih mungkin.
“Aku akan keluar besok pagi-pagi sekali dan kau tidak akan melihatku besok di kamar,”
“Dan aku akan membayarnya,” ucap Altair sambil mengeluarkan tiga koin emas di kantongnya.
Tanpa berfikir panjang, pria itu mengambil uang emas di hadapannya dan mengantarkan Altair ke atas menuju kamar. Orang-orang melihat Altair yang tertutup oleh masker hitam dan tudung jubah.
Kamar tersebut bersih dan rapi namun, terlihat lebih sederhana.
Pria itu pergi meninggalkan Altair tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“Haaaaaaah...” terdengar suara helaan nafas Altair yang membuka masker hitamnya.
Membuka jubah serta meletakkan tas kecilnya di atas meja melihat tas yang Altair bawa terlihat kosong membuat Altair panik dia khawatir jika cawannya terjatuh di suatu tempat dengan cepat dia membuka isi tasnya dan melihat cawan yang dia bawa tadi berubah menjadi sebuah cincin.
Cincin itu memiliki ruas rongga di tengah seperti kaca jika melihat lebih teliti, di dalamnya terdapat cairan merah.
“Ini pasti darahku dan cawan ini berubah jika berada di luar wilayah sihir Onder de,” kata Altair yang masih sibuk melihat detail cincin di tangannya.
“Bagaimana supaya cincin ini berubah menjadi cawan lagi?”
“Apakah harus dialiri Mana juga? Kalau begitu, persediaan Mana milikku pasti gampang terkuras.” jawab Altair sendiri.
Altair mencoba mengeluarkan Mana miliknya dan memfokuskan kepada cincin tersebut benar saja cincin tersebut berubah menjadi cawan.
Setelah mengetahui bagaimana menggunakan cincinnya akhirnya Altair berniat untuk segera tidur.
Sebelum matahari terbit Altair sudah bangun dan bersiap meninggalkan kamarnya. Dia pergi meninggalkan penginapan melalui jendela untuk keluar dari sana karena tempat tidurnya terlalu tinggi Altair terpaksa untuk melompat.
Suasana di pagi hari yang masih gelap terlihat beberapa orang tengah mempersiapkan diri untuk bekerja dan berjualan. Altair membuka tudung jubah miliknya dan menggunakan kalung yang dia temukan kemarin.
Merubah warna rambut serta bola mata seperti penduduk ibu kota Rhodes, Altair berjalan dengan perasaan tenang dan senang melewati beberapa orang tanpa merasa khawatir.
“Bibi, apakah toko roti sudah buka?” tanya Altair dengan ramah.
“Halo, masih belum,” jawab bibi tersebut yang masih membereskan kotak kayu yang berisikan tepung.
“Tapi karena kau adalah pengunjung pertama dan kau sangat tampan sekali aku akan membiarkanmu membeli roti-rotiku dulu,” jawab bibi lagi dengan suara merayu.
Altair hanya tertawa mendengarkan cara berdagang bibi itu.
Bibi itu membawa beberapa roti hangat yang baru saja keluar dari panggangan, terlihat asap yang mengepul di atas roti.
“Tolong beri 5 untuk saya,” pinta Altair.
“Waaa... memang ya laki-laki besar makannya juga porsi besar,” jawab bibi tersebut diikuti suara tawa.
Altair mengeluarkan 2 koin emas miliknya.
“Terima kasih banyak, tampan. Sering-seringlah ke sini biar bibi tua ini bisa mendapatkan siraman rohani,”
“Tentu saja bibi,” jawab Altair dengan mengeluarkan senyum manis di bibirnya.
Altair pergi meninggalkan toko roti dan pergi mencari penginapan untuk dirinya selama beberapa hari kedepan. Setiap 2 hari sekali dia akan merubah wujudnya dan berpindah tempat namun, uang yang dia pegang belum tentu bisa memenuhi kebutuhan Altair selama di luar karena dia pergi dari rumahnya dengan diam-diam dan hanya membawa sedikit uang.
“Apa aku coba untuk berjudi ya?” tanya Altair kepada dirinya sendiri.

Book Comment (153)

  • avatar
    15Heranim

    Suka banget sama ceritanya. Bikin emosiku gak karuan..Semangat! Mari mampir juga ke ceritaku ^^

    17/01/2022

      4
  • avatar
    Ssraah

    saya sangat menyukai cerita ini, mempunyai jalan cerita yang menarik dan tata bahasa yang rapi dan mudah dimengerti.

    21/12/2021

      0
  • avatar
    Yesmi Anita

    lima ribu DM 5.000

    3d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters