logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 7 SISTER COMPLEX

Tak lama mereka telah duduk di sebuah Cafe yang berada di dalam Mall tersebut. Cafe yang terkenal dengan berbagai jenis Kopi Nusantaranya itu memang terkesan sepi dengan sedikitnya pengunjung yang duduk di situ, padahal saat ini sedang jam makan siang yang identik dengan penuh nya Tempat makan.
Bukan karena Cafe tersebut tidak terkenal, tapi karena Cafe tersebut merupakan salah satu Cafe ekslusif yang  tentu membuat pengunjung berpikir 2 kali untuk masuk, mengingat harga 1 gelas kopi nya saja bisa mencapai 80.000 rupiah.
"Kalian sering yaa makan di sini...?" Anya berkata basa-basi saat Johan dan Lira sedang membuka 1 buku menu untuk di baca berdua.
"Kadang-kadang..." Johan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari buku menu.
"Pemiliknya teman baik Papa, dulu kami sering di ajak ke sini waktu awal-awal Cafe buka di Mall ini." Lira tersenyum menerangkan.
"Ah !" Anya menepukkan kedua tangannya. "Aku baru ingat jika kalian anak dari Aji Prawira, salah satu Konglomerat Negeri ini." Anya tersenyum sumringah.
Lira tersenyum kaku menanggapinya, sedangkan Johan memilih mengabaikan omongan dari gadis berambut pendek itu dan masih sibuk memilih menu.
"Beberapa waktu lalu, aku lihat foto Kakak tertua kalian di Koran. James Prawira, dia menjadi Ketua Himpunan Pebisnis Muda Indonesia kan..?" Anya tersenyum lebar sambil memandangi Johan yang kini telah menutup buku menu dan menatapnya.
"Apa kau sudah menentukan apa yang ingin kau makan..?" Ia tersenyum, tapi hanya seperti bibirnya yang tertarik ke atas, sedang matanya menyorot dingin ke arahnya.
"Ah, iya Kak !" Cepat-cepat Anya membuka buku menu di depannya. "Aku memuji Kakaknya kenapa malah ia seperti tersinggung...??" Anya berkata dalam hati. Di liriknya Lelaki yang duduk di seberang meja depannya yang sedang berbicara dengan Pelayan yang mencatat pesanannya.
"Dasar Anya, dia nggak tahu kalau hubungan Kak Johan dan Kak James buruk..." Lira berkata dalam hati, tapi diam-diam ia juga merasa senang. Karena jujur saja, ia sebal dengan sikap Anya yang langsung sok akrab dengan Kakaknya.
"Lir, kau pesan apa....?" Tanya Johan yang membuatnya sedikit terkejut.
"Oriental chicken salad dan mineral water saja Kak." Jawab Lira kepada Johan, lalu melihat ke arah Pelayan yang berdiri di samping dia duduk dan tengah menulis apa yang tadi ia katakan.
"Anya..?" Gantian Lira memandang ke arah gadis berambut pendek yang duduk di seberangnya.
"Dory sandwich dan minumnya..." Anya kembali membuka menu di tangannya. "Fruit Flappeo yang mixed berries." Lanjutnya sambil tersenyum pada si Pelayan.
"Robusta gold satu." Johan berkata sambil melihat si Pelayan yang tersipu-sipu di tatap oleh nya.
Meski begitu, si Pelayan tetap bekerja secara profesional dengan bersikap sopan meskipun hati nya berdesir tiap kali Johan memesan sesuatu sambil tersenyum menatapnya.
"Baik, silahkam di tunggu pesannya." Ucap si Pelayan setelah mencatat apa yang di minta dan segera permisi.
"Kak, apa kau tahu jika Lira suka dengan Kak Andreas..?" Anya langsung berkata setelah Pelayan tadi pergi.
"Anyaaa...!" Wajah Lira merah padam. Ia terkejut, tak menyangka Kawan barunya itu akan membahas hal itu di depan Kakaknya.
Anya terkekeh geli melihat sikap Lira yang langsung panik.
Sebaliknya, wajah Johan kaku, yang sayangnya tidak disadari oleh 2 orang wanita yang tengah duduk bersamanya.
"Benar Lir...?" Johan bertanya setelah beberapa saat sambil memandangnya.
"Enggak Kak, sungguh...aku cuma..aku cuma..." Lira kebingungan mencari alasan, karena ia bukan type orang yang gampang berbohong.
Di pandangi Adiknya yang mengeleng-gelengkan kepalanya panik dengan kedua tangannya yang terangkat dan bergerak-gerak.
"Benar Kak !" Anya tersenyum lebar. Ia berkata seperti itu hanya supaya ada bahan obrolan dengan Johan.
Dan rencananya sepertinya berhasil, kini Lelaki beralis tebal tersebut telah memandanginya menuntut penjelasan lebih.
"Anya, tolong sudahlah..." Lira berkata dengan wajah memohon. "Kau nggak tahu seberapa anehnya Kakakku jika sudah menyangkut laki-laki yang dekat denganku." Lira berkata dalam hati.
Sudah sejak dulu Johan begitu over protective padanya, siapa pun tidak ad yang boleh dekat denganya, lebih-lebih jika itu laki-laki.
Tapi lama-lama Lira jengah juga, dan ketika awal masuk Kuliah ini, Lira bertekad untuk membuktikan pada Kakaknya jika ia bukan anak kecil yang harus terus menerus ia lindungi.
Tapi sepertinya bukan hanya tekad yang di butuhkan Lira untuk bisa lepas dari sifat Kakaknya yang dari jaman berseragam putih-biru, sudah mendapat julukan sister complex dari teman-temannya.
"Tadi sepanjag OSPEK Lira terus melihat ke arah Kak Andreas." Lagi-lagi Anya berkata yang membuat Lira menyesal mengenalnya.
"Lir...??" Ia menatap Lira, menuntut kejujuran dari nya.
"Tentu saja aku melihatnya terus, soalnya...soalnyan kan Kak Andreas yang jadi Penanggung jawab kelompokku." Akhirnya ia mendapat alasan yang pas.
"Andreas jadi Penanggung jawab kelompokmu...??" Mata Johan membulat.
"Benar, Kak !" Lira menjawab cepat. Kemudian menoleh ke arah Anya yang menutup mulutnya dan tertawa cekikian.
Lira mendesis pelan, ia benar-benar kesal dengan Anya.
Sebenarnya Johan ingin bertanya lebih lanjut, tapi ponsel dari saku celananya terus berbunyi.
Ia memilih bangkit dari duduknya. "Aku angkat telpon dulu." Ucapnya sambil berjalan menjauh mencari tempat agak sepi.
"Kenapa tadi kau membahas soal Kak Andreas di depan ku...??" Tanya Lira begitu Johan pergi.
"Tentu saja agar Kak Johan membantumu dekat dengan Kak Andreas." Jawab Anya enteng, membuat kening Lira langsung berkerut. "Kak Johan kan President BEM, pasti dia bisa melakukan sesuatu supaya Adiknya ini bisa dekat dengan lelaki yang di sukai nya itu." Anya tersenyum lebar.
"Kau nggak tahu Kakak ku !" Ucap Lira lantang.
Membuat mata Anya membulat, ia sedikit terkejut Lira bisa bersuara selantang itu.
"Kakak itu selalu khawatir berlebihan jika aku dekat dengan seseorang." Lira menerangkan. "Apa lagi jika ada lelaki yang dekat dengan ku, Kak Johan nggak suka dan selalu berpikir negatif tentang mereka."
"Waah...sister complex" Anya berucap.
"Nah itu julukannya sejak kami duduk di bangku SMP." Lira berkata.
Anya mengerucutkan bibirnya sambil bertopang dagu. Wajahnya tampak sedang memikirkan sesuatu. "Sepertinya aku harus benar-benar berteman dengannya untuk mendapatkan Kakaknya..." ia berucap dalam hati.
"...Jadi aku mohon..nanti setelah Kakak datang, kau nggak membahas Kak Andreas lagi..." pinta Lira dengan raut wajah memelas.
Anya menutup mulutnya dan tertawa kecil. "Iya, kau tenang saja. Aku janji nggak akan membahas nya lagi." Ia berkata.
Lira tersenyum meskipun hatinya belum 100% percaya dengan apa yang Anya bilang.
"Tapi bantu aku dekat dengan Kakakmu yaa...??" Anya mengedipkan sebelah matanya.
"A...apa..??" Lira membulatkan mulutnya.
"Kak Johan beneran belum punya pacar kan...?" Tanya Anya memastikan.
Lira mengigit bibir bawahnya, ia terlihat gundah. "....Aku kurang tahu..." ucapnya.
"Masa Adiknya nggak tahu." Anya tak percaya.
"Sejak dulu Kakak selalu di kelilingi banyak wanita...tapi kalau untuk pacar aku kurang tahu." Lira kembali berkata.
Bersamaan dengan itu datang Pelayan yang membawkan baki berisi pesanan mereka dan menaruhnya di atas meja.
"Terimakasih." Lira tersenyum pada si Pelayan yang telah selesai mengantar pesanan dan di jawab angukan dan senyum sebelum ia kembali bekerja.
"Lira.." Anya tiba-tiba memegangi kedua tangan Lira dan menangkupnya dengan kedua tangannya di atas meja.
Lira memandang tak mengerti.
"Dekatkan aku dengan Kakakmu yaa...??" Ia memohon. "Nanti aku bantu juga supaya kau bisa dekat dengan Kak Andreas."
Seketika wajah Lira berubah gamang.

Book Comment (186)

  • avatar
    hisammudindamia batrisyia

    nice

    25/06

      0
  • avatar
    leynselly

    bagus banget,,,

    19/01

      0
  • avatar
    TopJunak

    hai yg seru ya ceritanya

    09/01

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters