logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 20 Pintu Rahasia

”Kita lewat mana mas Adnan?” Nadia membisikiku pelan dari arah belakang motor yang aku kemudikan.
”Kita lewat jalur belakang, aku tahu jalannya.”
Saat sampai di dekat rawa dan pohon besar beringin, aku berhenti dan memarkir motor matic-ku. Nadia turun dan akupun turun, kami mengendap perlahan melewati masuk areal pohon bambu. Nadia mengikutiku dari belakang, sesekali aku menengok ke belakang agar Nadia tidak mengambil jalur lain dan terus mengikutiku.
Kami pun melewati kuburan yang tertulis Pati Sahaga, atau mbah Pati. Aku sudah menanyakan hal itu pada Mamakku. Katanya sih, mbah Pati sebelum meninggal memberi wasiat agar di kuburkan di belakang rumahnya sendiri. Dia ingin berada di pekarangan rumahnya sendiri karena memang dia sudah biasa hidup sendirian di dunia ini.
Masyarakat pun yang mendengar wasiat mbah Pati sebelum meninggal menguburkan mbah Pati di belakang rumahnya. Tepatnya sekarang aku lewati bersama Nadia. Aku mengendap lagi dan sampailah di belakang rumah almarhum mbah Pati.
Asumsi dari masyarakat kemudian itulah awal mula dari horor di rumah tua peninggalan mbah Pati dimana mereka banyak melaporkan kalau hantu arwah mbah Pati gentayangan dan banyak yang sudah ditakutinya saat malam di sekitar rumah mbah Pati.
Mbah Pati sendiri sebelum meninggal memberikan wasiat kepada lurah pak Norman dan sekretaris desa agar nanti kalau meninggal dikuburkan di belakang rumahnya.
Jadi, aku sudah tahu soal kisah itu. Namun, Nadia pun juga sudah mengetahui kisah hal tersebut.
Aku mengendap lagi dan disusul oleh Nadia. Kami tepat di belakang rumah mbah Pati. Aku masuk dari arah belakang rumah karena tak dikunci, Nadia pun mengikutiku terus.
Aku mengintip dari celah jendela yang berlubang-lubang, aman tak ada orang. Aku masuk melalui pintu itu, meski dikunci namun ada cara membukanya dengan memasukkan tangan ke celah di samping pintu untuk membuka kunci kayu yang horizontal menutup dari dalam.
Ngeeekkk!
Pintu terbuka, karena siang hari tak ada rasa kekhawatiran pada kami. Mungkin, ini pertama kalinya aku masuk rumah ini setelah mbah Pati meninggal. Dulu waktu masih sekolah, aku pernah beberapa kali kesini.
”Ayo cari sesuatu mas Adnan,” suara lembut itu mengagetkanku lagi dari lamunanku.
”Oya benar,” aku menjawabnya.
Kami masuk, nyatanya ruangan itu seperti bukan rumah tua dari arah belakang. Kenapa rumah yang tak berpenghuni tidak terlalu kotor. Orang – orang yang kulihat waktu itu juga masuk dari pintu belakang ini saat membawa kandi-kandi.
Aku jadi penasaran, ”Kita berpencar ruangan mas Adnan, cari tahu ada apa di dalamnya.”
Aku kaget, ”Jangan Nadia, kita harus selalu bersama.”
”Bilang saja mas Adnan takut!” Nadia tampak sewot.
”Bukan begitu, aku mengkhawatirkanmu Nadia, itu saja.”
”hmmm... preeeet,” Nadia nampak memajukan bibir bawahnya, malah tambah kelihatan cantik dia. Hehehehe.
Aku pun menceritakan pada Nadia beberapa hari yang lalu melihat beberapa orang membawa beberapa kandi putih dan dimasukkan ke dalam rumah ini. Mendengar itu, Nadia menjadi penasaran dan mengajakku mencari tahu apakah isi kandi tersebut.
Kami memasuki beberapa ruangan sambil mengendap, tidak ada siapapun dan tidak ada apapun. Tapi, kami melihat sesuatu dari salah satu kamar.
Ada yang aneh menurutku.
Aku dan Nadia melongo melihatnya. Salah satu kamar, yang dulu dijadikan kamar oleh almarhum mbah Pati ternyata sangat rapi. Bahkan, disana ada kasur springbed yang sangat bagus.
Di sekitarnya memang biasa, namun ada cermin untuk berhias.
”Kenapa kamar yang sudah tak ditempat ini bisa bersih dan ada meja riasnya?” Nadia jadi penasaran.
”Tidak mungkin ada hantu yang merias dirinya saat malam kan Nadia?”
Nadia pun melihatku, matanya mendelik.
”Maaf, hanya bercanda.”
Kami pun mencari di ruangan lain, masih kosong. Tidak ada apapun, karena lelah aku pun duduk di dapur, menduduki sebuah papan yang seperti meja namun semua sisi bawahnya tertutup oleh papan.
”Pasti ada sesuatu disini!” Nadia masih saja penasaran akan apa yang tersembunyi dari rumah tua itu. Namun, aku ingin segera pergi, lama-lama aku merasa rumah ini seperti sedang memberikan aroma bunga dan sesuatu yang janggal.
”Sudah yuk Nadia, kita pulang sekarang.”
Nadia lagi – lagi sewot, ”Nanti dulu mas Adnan, kita harus menemukan petunjuk yan lain. Soal kamar itu, masih misteri.”
”Benar juga,” aku bangun dari tempat dudukku, tanpa sengaja aku memegang sebuah kotak kecil di belakang tempat dudukku saat akan berdiri. Aku tak sengaja memencet kotak yang menempel pada dinding.
Claak!
Papan tempatku duduk itu bergetar, aku pun lansung melompat. Aku sangat kaget begitupun dengan Nadia yang juga mundur dari tempat berdirinya.
Ada sesuatu, kami tahu itu. Aku menggeser papan seperti meja yang tertutup itu, dan lantai itu berlubang dan ada tangga ke bawah. Ruang bawah tanah?
Nadia menganggukkan kepalanya, tandanya harus diperiksa. Aku pun turun ke bawah tangga itu diikuti Nadia. Kami perlahan masuk, cukup gelap namun masih terlihat. Ruangan itu sekitar 4 kali 5 meter, sekitar tiga meter dari arah lantai rumah.
Kami ada di bawah tanah dengan satu ruangan itu. Di sana ada banyak kandi yang mungkin saja adalah kandi yang dimasukkan tempo hari yang aku lihat waktu di belakang rumah itu.
”Tidak mungkin kan pupuk dimasukkan di bawah tanah ini?”
Nadia melewatiku, dia melihat ada pisau yang tergeletak di sisi kandi. Nadia duduk dan aku ikut duduk di sebelahnya.
Dia menyobek kandi itu sedikit, ada butiran seperti tepung yang keluar dari lubang yang terkena ujung pisau itu.
Pisau itu menembus plastik di dalam kandi dan butiran putih itu terus keluar. Nadia mengambil sedikit dan mencoba menciumnya.
”Ini bukan tepung,” Nadia menebak.

Book Comment (233)

  • avatar
    GunawanMia

    novelnya cukup baguss... bahasanya ringan dan menghibur..... 👍👍

    07/02/2022

      6
  • avatar
    Pella Nur Anggraini

    Keren ceritanya

    23h

      0
  • avatar
    NdesXyzz

    bagus

    10d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters