logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 4 Terjebak

Pintu kamar yang terkunci dan gak bisa kebuka akhirnya didobrak Si Ojan.
Bruuggh!
Braakk!
Dengan tenaga kuda lumping, pintu jati yang kokoh ternyata bisa dihancurkan oleh kekuatan cinta. Eehhh kekuatan Si Manusia Singa. Daun pintu yang terkoyak teronggok dilantai, sementara puing-puing sebagian masih bergelantung di tiang-tiang kusen.
"Ojan, elo ternyata hebat. Kirain ga bisa debus." mulutku meracau dengan mata masih melotot. Tak percaya kekuatannya entah datang darimana.
"Maksain diri. Takut khilaf gue." lha apa hubungannya kekuatan sama takut khilaf. Emang otak porsi aki-aki beda sama remaja imut kayak aku.
"Cepet keluar!" usirnya sembari mendorong punggungku keluar dari kamarnya.
Akhirnya, aku bebas dari kerangkeng setelah Bunda dateng. Namun, Si Manusia Singa masih tetep jutek, dingin, kaku, beku, dan ga ada ahlak.
Kehidupanku selalu berlanjut seperti ini. Seperti langganan de javu. Mungkin dari masih orok. Selalu berkelumit diasuhan Si Manusia Singa.
Sudah mendarah daging mungkin, jiwanya yang melindungi membuat aku tak pernah ada yang berani mendekati. Banyak teman lelaki yang mundur teratur kala melihat seringai Si Manusia Singa. Memang calon bapak tiri yang galak.
Tapi tak apa, aku justru merasa aman. Karena pernah suatu saat didekati Si Andri. Yang ternyata gelagat tidak baiknya sudah terendus duluan sama Si Manusia Singa.
Ya, semenjak Umi sering bolak-balik Cianjur. Aku memang sering tinggal di rumah Bunda, tentunya dengan pengawasan Si Manusia Singa. Aku pun sudah merasa cuek dengan sifat dan sikapnya yang nyeleneh. Justru aku bersyukur, punya pelindung dari segala ancaman.
Tidak terasa, hari ini, hari pertamaku sebagai siswi kelas XII. Siswi senior yang harus bersikap lebih dewasa, juga penampilan harus lebih terawat. Dan mulai sering terasa risih dengan minyak dan jerawat di muka.
Malam ini, aku kembali dititipkan Umi di rumah Bunda. Dari rumah, aku berjalan gontai menjinjing tas yang isinya baju ganti. Cukup beberapa belas langkah, aku sudah sampai di rumah Bunda.
Aku disambut dengan menu makan malam yang istimewa, makanan pavoritku. Sayur asem, ikan asin, dan sambel terasi. Ditambah nasinya yang wangi khas aroma pandan. Oleh-oleh dari Cianjur.
"Bundaaaaa, aku sayang." aku bergelendot manja di bahu wanita pengganti Umi.
"Bunda tau, seminggu ini kamu jarang makan. Bang Malik bilang, kamu lagi kasmaran." tetiba aku nyengir kuda. Sungguh Si Manusia Singa memang bukan orang yang cocok diajak curhat.
Dalam beberapa menit, menu di meja sudah beralih ke perutku dan ke perut Bunda. Nikmat sekali rasanya kalo makan sama menu pavorit. Sungguh kedua wanitaku memang ibu-ibu hebat.
"Assalamualaikum!" pintu terbuka ketika terdengar suara salam diucapkan Si Ojan. Jarum jam menunjukkan pukul tujuh malam, tapi penampilan Si Ojan gak ada kusut-kusutnya. Masih rapi, klimis, dan wangi. Berbanding terbalik kalo lagi di rumah. Berantakan, rambutnya bener-bener mirip singa.
"Waalaikumsalam." jawabku dan Bunda.
"Laper, Bun. Abang mau makan."
"Entar Bunda bikinin telor dadar dulu. Sayur asemnya diabisin Olan tuh. Sisa ikan asin aja sama sambel."
"Hehe... Olan lagi laper, Buuaaaaang." aku terkekeh sembari menyiduk nasi ke piring Si Ojan.
"Ah elu mah emang bawaannya rakus. Tiap dititipin disini ngabisin duit gue melulu." gerutunya sembari melipat kemeja sampai sikut. Sekalian buka kancingnya juga dong, Baaang. Aish nih mulut minus tatakrama.
"Waduh, ternyata telornya abis Bang." teriak Bunda dari balik pintu kulkas.
"Gapapa, Bun. Abang makan ikan asin ama sambel aja. Nikmat inih nasinya masih ngepul-ngepul." jelasnya ketika menyuapkan nasi ke mulut.
"Lagian jangan banyak makan telor, entar jadi banyak." bisikku di telinga Si Ojan. Tertawa lepas kemudian lari melesat ke arah ruang tamu. Sementara matanya malah menatap tajam dengan seringai yang menakutkan. Alamat bakal ada yang balas dendam ini mah.
***
Tuh kan bener. Jam 6 pagi ada notifikasi chat dari seseorang.
[Olan, ini aku udah di depan rumah Bang Malik] Pake emot lope-lope lagi.
Ternyata Si Udin yang kirim chat di pagi buta kayak gini. Emang gak tau adab dia. Udah mah oon, penampilan taun 70-an, lebay, iiihhh pokonya gada nilai tambahnya lah. Ditambah tuh emot serem bener lagi.
[Ngapain pagi2 depan rumah orang?]
[Kan smalem kamu ngajakin lari pagi.] Hih, dasar brehoh.
Siapa pula yang ngajakin dia. Bikin stroke aja ni bocah. Tetiba bilang diajakin lari-larian. Harusnya dia lari sendirian. Lari dari kenyataan, kalo perlu lari yang jauh dari dunia ini.
"Olaaaaannn, tuh Aa Udin sayang ngajakin joging." terdengar teriakan di depan pintu sembari tertawa terbahak-bahak.
Nah inih pasti biang keroknya. Kecerdasan otak aku tuh pasti gak meleset dari suara hati yang meronta ini. Jelas pasti ini cara Si Ojan balas dendam. Dia mah, aku ngerjainnya setetes dia bales selautan. Dasar, tua-tua keladi. Makin tua makin tak tau diri.
Mau tak mau, masih dengan piyama dan rambut bak disasak aku pun menghampiri Si Udin yang duduk di depan pager.
"Elo, Din. Maaf gue ga jadi lari pagi. Ternyata gue lagi pe em es. Ga enak badan inih." tolakku dengan halus agar hatinya tidak terluka meskipun boong dikit.
Soalnya, kata Umi jangan galak-galak sama cowok entar bisa jodoh. Eeeeeeuuuh aku mah kalo jodoh ama dia. O..ra..su..di. Ya Alloh maaf.
Udin pun pulang dengan wajah lesu. Gagal mengajakku lari pagi. Aku membalikan badan seketika menabrak tubuh kekar Si Ojan. Dia menatapku lekat, membuat jantungku menari-nari di dalam rongga dada. Semenit kemudian dia terbahak sembari mengacak rambut indahku.
"Ngaca, Dol." katanya beranjak pergi kemudian menaiki motornya.
Buru-buru kuhampiri cermin besar di ruang tamu dan.. Umiiiiiii...anak gadismu terhina di hadapan dua pemuda. Wajah yang mulai mulus ini dilukis oleh iler dengan motif abstrak hampir memenuhi sebelah pipi kiri. Huaaaaa.
Tapi tak apa, masih tetep lucu dan manis. Biar tambah menarik aku segera berlari ke kamar mandi, membersihkan diri dan memakai wewangian. Berdandan dengan hijab kekinian. Kemudian berpose cekrek kanan cekrek kiri. Tak lupa mode kamera jahat diaktifkan, ngikut trend ter-aptudet biar ada yang ngelirik. Ahay.
Setelah ratusan kali jeprat jepret, lanjut pilih-pilih pose terkeceh. Langsung apdet gambar terbaik disemua medsos milikku. Di menit ketiga muncul sepuluh notifikasi, selang semenit kemudian terus bermunculan notifikasi. Sampai berhenti di angka 117.
Kubuka ratusan komentar yang sembilan puluh persennya teman di dunia maya. Memuji, menggoda, menggembel, karena terpesona penampilan kecehku. Yaps, efek kamera hape keren baday. Hape pemberian Si Ojan seharga mendekati sepuluh jeti.
Aneh ya? Kok bisa?
Karena hape baruku dibantingnya sampe berkeping-keping, setelah Si Andri mengirimiku video vulgar Jepang. Untung sebenernya, hape lama beli gresnya aja cuman delapan ratusan ini gantinya dengan harga sebelas kali lipet. Kan uhuy.
Kadang ingin banget meluk Si Ojan. Baiknya cacat logika. Apa bener gitu dia bakalan jadi bapa tiriku. Trus aku dibaik-baikin gitu. Gak ikhlas sumpah, meskipun sogokannya aku terima juga.
Skrol ke atas kembali lagi ke bawah. Ku balas satu-satu pujian yang diucapkan teman-teman dumayku. Beberapa teman-teman sekolahku menimpali. Tak lama ada notifikasi chat masuk dari nomor tanpa nama.
[Fotonya bagus]
Kulihat foto profilnya, sepertinya aku mengenalnya. Wajahnya nampak tak asing. Sama-sama foto dengan efek kamera sahabat manusia insekyur yang kadar kecantikan atau ketampanannya dilevel menengah ke bawah. Tapi, kalo diteliti sih lumayan. Ganteng.
[Makacih]
Balasku digenit-genitin, karena ku tau pengirimnya orang dengan wajah yang diatas rata-rata.
[Pangling. Dua taunan ga ketemu.]
[Iya. kamu juga pangling, sekarang jadi enak di liat nya] balasku cepat.
[Kalo kamu dr dlu juga enak aku liatin. Skr malah tambah betah diliatin]
[Ah kamu, Sarkopagus... Bikin aku ge-er aja]
[Kamu kok manggilnya gitu?]
[Maf, Gus. Keceplosan...betewe, kok tau WA aku?]
[Ituh ada d profil kamu...hapus ya, ntar banyak yg iseng]
Dimulai dari sering komenan di status medsos. Hubungan berlanjut lebih intens via chat WA. Bahkan dengan gombalannya aku sering dibuat kege-eran. Bahkan berharap lebih dari seorang teman lama yang kembali berkomunikasi.
Banyak cerita yang kita kupas di chat pribadi. Bahkan kadang hampir nyerempet-nyerempet ke arah yang lebih privasi. Semua chatnya tak pernah ku hapus, selalu ku baca berulang kali. Mungkinkah aku jatuh cinta pada teman lama?
"Jangan jadi cewe gampangan." tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara berat dengan tangan kekarnya mentoyor kepala yang isinya bunga semua.
"Sembarangan, gue bukan cewe murahan."
"Ituh katanya mau dipeluk kalo ketemuan." gerutunya.
Lhaa..dia kok bisa tau sih isi chat aku? Udah mulai jadi paranormal nih orang. Kebangetan.
"Sarkopagus. Nama mahluk apa itu." gumamnya di samping telingaku, dengan gigi gemelutuk seolah sedang menahan marah.
"Lo... Lo, tau dari mana?" lirih ku menunduk, takutnya emang dia bener-bener udah jadi dukun. Udah tau segala isi hape, jangan-jangan tau juga isi kepala, dan takutnya bisa tau isi baju. Umiiiiiiiii.
"Apaan si lo? Udah sana pergi dari kamar gue." kilahku sembari mendorong bahunya dari ranjang.
"Olaaaaaann, ini kamar gue dodol. Harusnya elo yang keluar." nah loh, aku yang salah ya.
Tanpa menunggu amukannya, aku beringsut dari tempat tidur dan segera berlari ke arah pintu, sepertinya Si Manusia Singa mulai murka. Tapi anehnya kenapa bisa tau semua.
Tiba-tiba suara notifikasi aplikasi chat berbunyi.
[Siapa Sarkopagus?] Pake emot tanduk.
Tuh kan bener dia marah. Dasar Manusia Singa. Mungkin salah aku juga belum cerita kalo lagi deket sama temen cowok.
[Siapa Sarkopagus?
Anak mana?
Berapa umurnya?
Anak sekolahan bukan?
Bales dodol]
Pake emot tanduk seratus biji.
[Yampun, Ojaaaannn. Kayak polisi ngintrogasi maling aja...lagian dari mana lo tau isi chat gue?] Balasku kesal.
[Nih..]
Dia mengirimkan gambar chat WA. Lha itu kan chat aku sama Si Agus. Kenapa bisa dia tau gitu?
[Gue punya kloningan semua akun elo, jangan berani macem2 sama cowo yang gak lo kenal. Isi otak cowo sembilan puluh persen nafsu]
Ga nyadar apa kalo dianya sendiri cowok. Pake ngejelekin sesama cowok pula. Dasar otak mesum juga. Gak nyadar banget.
Bener-bener keterlaluan, aku udah kaya tersangka yang diawasi intel. Curiganya entar kalo aku merit di malam pertama bakal diawasin juga. Hih najong.
Hubungan komunikasi ku dengan Gustian terus berlanjut meskipun dengan diawasi intel jadi-jadian. Toh sejauh ini, Agus aku memanggilnya, tak pernah aneh-aneh. Sikap dan pembicaraannya normal-normal saja. Gak seperti Si Andri yang omes.
Semakin hari, hatiku makin terjebak di hatinya. Meskipun Agus tak mengatakan cinta, tapi bahasa dan perhatiannya seolah-olah menjurus ke sana. Meskipun jika ujung-ujungnya aku cuman di pehape-in atau jika sebenarnya rasa ini cuman karena aku yang ge-er. Aku tak mengapa.
Hingga tibalah hari ini. Hari pertemuanku dengan Agus. Setelah dua taun tak bertemu, membuat penasaran dengannya saat ini.
Meskipun awalnya aku tak mengerti. Tempat yang ditentukannya untuk ketemuan di Cafe Pelangi, mendadak dicanselnya. Ternyata Agus lebih memilih datang ke rumah Bunda. Tuh kan jentel banget Agus mah.
Tapi, tentu saja Si Manusia Singa jadi wasitnya, membuat suasana semencekam di lokasi adu nyali. Bahkan cucurangan keringat nampak membasahi pipi putih Agus saking tegangnya diawasi. Padahal Si Ojan kan bukan pak penghulu. Hihi.
"Saya mau mencoba serius dengan Olan, Bang."
"Emangnya baju, pake dicoba-coba."
"Eeeeee... Maksud saya mau nembak Olan, Bang."
"Dia bukan burung."
"Emm..saya mau Olan jadi pacar saya, Bang."
"Gue ga kenal lo, siapa tau lo cuman modus."
"Saya serius, Bang. Dari SMP saya udah suka sama Olan."
"Olan itu jelek, gak modis, gak apdet, bau lagi." terus lah kau jatuhkan harga diriku, Ojaaaan.
"Tapi saya suka." tegas Agus mendongakan kepala yang sedari tadi menunduk.
"Dia jarang mandi, jorok, bawel. Lo bakalan gak betah ama cewek kayak dia." lagi-lagi kau menghina ku di depan calon imamku, Buambbaaaaaaang.
"Saya gak peduli." Agus sepertinya bulat dengan tekadnya. Dan aku ...
"Saaah...." teriakku.
Lamaran akhirnya diterima. Aeeehhh kok lamaran. Maunya.
Kita jadian akhirnya. Aku benar-benar terjebak di tengah pusaran kasmaran seperti ini. Dan tentunya terjebak di bawah pengawasan Si Manusia Singa kedepannya. Ojan surojan.
#
cocok gak Agus sama Olan?

Book Comment (50)

  • avatar
    AndreasJhon

    bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Ramadhanzaki

    yabgus

    08/07

      0
  • avatar
    AurelEnjel

    wow

    27/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters