logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Ge-er

Ge-er

Syaf Ghe


Chapter 1 Pembelajaran

Hari ini Umi menyediakan sarapan jam lima pagi atas permintaanku. Sarapan apa sahur, Non? Haha...daripada kelaperan kan? Soalnya, aku terbiasa datang pagi ke sekolah. Ciri murid disiplin.
Sebenernya sih mulai hari ini, aku harus datang lebih pagi ke sekolah, kalo perlu solat subuh di angkot. Bukan tanpa alasan aku bela-belain bangun jam tiga pagi, tahajud, mandi keramas sama luluran.
Penyebabnya tak lain dan tak bukan karena kemarin kakak kelas ganteng sengaja menclok di depan pintu kelas, nungguin, ngajak ngobrol sampe di ciye-ciye-in aku tuh, kan baper.
Apalagi dia bilang, rindu katanya. Ah, ser-seran lah. Berharap hari ini pun doi datang lagi, siapa tau ngajakin lanjut.
Omaygat, hidup aku bener-bener lagi di atas angin. Mujur banget nasibku yang ga cantik-cantik amat ini.
"Olan!" seseorang memanggil namaku dari arah gerbang sekolah. Tentu langkah kaki kuhentikan segera berbalik dan tersenyum lebar menyambutnya.
"Tunggu...aku anter sampe kelas ya?" lanjutnya yang sudah berada disampingku. 
"Kak Safar kok pagi-pagi dateng ke sekolahnya? Emang piket ya?" tanyaku malu-malu meong. 
"Engga, sengaja aja pengen ngobrol dulu ama kamu." tatapan matanya bener-bener menghipnotisku ternyata.
"Ga tiap hari juga kali." aku menunduk menahan malu. Mmeooong.
"Kan biar lebih deket." tegasnya sambil mengelus pundakku.
Ya ampun umiiii. Anakmu kayak balon gas. Terbang ke udara.
"Yuk ka duduk...ini bangku Olan." ku simpan tas di atas meja dan duduk di bangku sebrang.
"Kamu sebangku ama Via?" pria kece itu menatap lekat kornea mataku. Membuat jantung lupa fungsinya. Untung ga keterusan.
"Iya. Kok kenal Via?" kedua alisku bertaut. Ada rasa seperti tak rela si doi memanggil wanita lain.
"Kan temen kamu waktu orientasi sekolah kemaren, jadi hafal. Baydewey kok dia belum datang?"
"Biasanya siangan datengnya, Kak!"
"Yaudah, aku tungguin aja."
"Tungguin?"
"Tungguin kamu lah, Olan. Kasian sendirian di kelas."
"Tapi Olan udah biasa kok sendirian, justru bahaya kalo ditemenin." cengirku memperlihatkan kebahagiaan yang unlimited.
"Bahaya kenapa?"
"Kan ga boleh beduaan sama yang bukan muhrim, yang ketiganya setan lho."
"Yaudah kita tunggu Via aja biar ga beduaan." Kak Safar masih senyum-senyum.
Omaygat. 
Jadi gini rasanya jadi sinderela. Disukain pangeran ganteng. Mimpi apa aku selama ini, bisa ketiban durian runtuh sama pohon-pohonnya.
Tapi, saat khusu mengamati wajah indah ciptaan Tuhan, siswa kelas X mulai berdatangan. Sungguh tidak asik. Mengganggu momen berharga yang susah aku dapatkan dari semenjak orok.
Gerombolan demi gerombolan semakin banyak masuk ke dalam kelas. Tak terkecuali teman sebangkuku, Via. Dia tiba dan langsung duduk di samping Kak Safar. Via... Via, kurang sopan banget kamu. Dateng-dateng langsung menclok di sana.
"Hai Via." sapa Kak Safar sembari mengukirkan senyum lebar yang terlihat lebih lepas dari senyumnya yang tadi-tadi.
"Hai...lagi ngapain kak?" Via menyimpan tasnya di atas meja.
"Nungguin kamu." jawab Kak Safar sangat lugas, jelas, padat, singkat, dan berisi.
Dan...what? 
Menunggu Via?
Kok aku ngerasa jadi yang ketiga di antara perbincangan dua manusia. 
Yang ke tiga? Setan donk. Alamaaakk.
"Kak Safar, aku mau duduk di situ lho ini. Bentar lagi kan masuk." dengan berat, kutarik kedua ujung bibir menyunggingkan senyum terindah.
"Eh iya, Olan. Maaf, jadi ga fokus sama kamu, lupa saya." tangannya menggaruk kepala dan berhaha hehe.
Dasar plin-plan.
"Oh ya...nanti istaraht aku traktir deh. Olan, ajakin temen sebangku kamu ya, biar ramean." tangannya lembut mengusap bahuku. Seketika aku kembali terbuai.
"Oke." ku acungkan dua ibu jari tangan dengan senyum lepas yang rido dan ikhlas.
*
Bunyi bel istirahat membuat semangatku naik level. Teringat ajakan Kak Safar tadi pagi langsung aku keluar kelas. Saat kaki melaju beberapa langkah, teringat pesannya untuk mengajak teman. Dan mau tak mau aku harus mengajak Via, selain teman sebangku hanya dia teman terdekatku.
"Via, ke kantin yu!"
"Nanti aja ah."
"Iiih cepet aku laper. Tadi sarapannya jam lima pagi." rayuku memelas meminta dikasihani. Heuh, ga juga kalee.
"Iya bentar ini belum selse nulisnya. Atau aku nitip aja deh." matanya masih fokus menatap papan tulis dan mencatat materi pelajaran tadi. Hufhh, keong.
"Via, kita ke kantin kelas XII. Kan tadi Kak Safar ngajakin, kayaknya mau ditraktir inih."
"Oh, yaudah bentar deh. Ini sebaris lagi."
Setelah menunggu dua menit kita langsung menuju kantin yang terletak dekat dengan kelas XII. Biasanya kantin ini dipenuhi oleh siswa khusus kelas XII karena letaknya yang memang lebih dekat dengan kelas XII. Sementara di kelas X dan XI juga ada kantin yang sepertinya memang selalu diminati oleh adik-adik kelas. Karena tak pernah terlihat senior mangkal disana.
"Tuh Kak Safar, yuk samperin." ajakku menarik tangan Via.
"Hai Via. Mari duduk." Kak Safar menuntun lengan Via mendekati mejanya.
Aku pun mengikuti langkah mereka berdua. Di belakang. Sendiri. Seperti asisten. Atau tepatnya makhluk ke tiga. Kok bisa?
Mereka duduk bersebelahan. Ku edarkan pandangan, tak menemukan bangku kosong untuk mendaratkan badan.
"Kak...." yang kupanggil tak mendengar suaraku.
"Kak Safar...." kucoba panggil lagi. Dia tetap fokus pada Via.
"Kak, aku duduk dimana ini?" kunaikan volume suara disamping telinga Kak Safar.
"Ih Olaaan. Aku ga budeg lho. Tuh minta kursi ama Mang Jaja." dengan ketus Kak Safar menghardikku. 
Tunggu ... aku disuruh nyari bangku sendiri? Helloooo...gadis seimut dan semanis ini harus ngangkutin bangku buat duduk. Bisa luntur pesona Olan yang keceh badai kalo keti-nya sampe bau asem keringetan karena abis jadi kuli angkut. No.
Akhirnya, aku disini. Landing di bawah pohon karet rindang. Yang jaraknya dua meter di hadapan mereka berdua. Duduk beralas selembar koran. Memangku semangkok mi ayam. Sendirian. Sedangkan mereka lagi cekikikan main suap-suapan ceker ayam. Norak gak sih?
Catet. Aku bukan penunggu pohon karetnya ya. Cuman numpang jajan doang. Itu juga terpaksa karena gak kebagian bangku. Nasip.
Sungguh menyebalkan.
Aku seperti anak yang hilang. Atau mungkin lebih tepatnya gembel. Kok sakit ya inih. Bagian dada sebelah kiri rasanya cenat-cenut kayak ditusuk-tusuk duri.
Apalagi barusan, Kak Safar bicara kasar lho sama aku. Heran, biasanya lemah lembut dan romantis. Kang gombal aja bisa kalah telak ama doi. Lha, tapi barusan apa? Kok ngerasa ada yang ganjil ya?
Mungkinkah kesambet penunggu pohon karet? Secara ni pohon seremnya pake banget. Pohonnya yang gak terlalu tinggi dengan dahan-dahan hampir menyentuh tanah. Sudah pasti ada penunggunya. Kalo bukan Nyai Kukun pasti Babang Ruwo.
Tarikan nafas yang dalam membuat otakku berfikir keras. Pembelajaran pertama yang aku fahami dari kejadian ini. Fix, kudu dirukiyah.

Book Comment (50)

  • avatar
    AndreasJhon

    bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Ramadhanzaki

    yabgus

    08/07

      0
  • avatar
    AurelEnjel

    wow

    27/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters