logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 5 Hati Yang Mulai Goyah

Semenjak kejadian malam tersebut, Zahra cenderung menjadi lebih pendiam. Jarang sekali dia bertegur sapa dengan Guntur. Rasa bencinya kepada Guntur semakin mendalam. Kesucian Zahra telah Guntur ambil, tapi cintanya dia berikan kepada wanita lain. Ya, Zahra dan Guntur bagaikan orang asing yang berada dalam satu atap.
Untuk melupakan segala kesedihannya, Zahra sengaja mempersibuk dirinya dengan bekerja. Sekarang Zahra sudah bekerja di sebuah perusahaan kecantikan, di mana tempat Meta bekerja. Atas bantuan sahabatnya itu, Zahra bisa bekerja di perusahaan tersebut. Cukup untuk memenuhi segala kebutuhannya sehari-hari, karena Guntur menepati janjinya, tidak bertanggung jawab atas hidup Zahra.
Terasa memang perih, tapi apa mau dikata itu sudah menjadi takdir pernikahan Zahra. Dia hanya bisa menerima dan menjalaninya, tanpa dia tau kapan semuanya akan berujung dan bertepi. Kehormatan kedua orangtuanya adalah nomor satu dalam kehidupan Zahra, termasuk mempertahankan pernikahannya dengan Guntur.
Zahra tak pernah sekali pun memberitahu perihal sikap Guntur kepada kedua orangtuanya. Biarlah dia pendam sendiri, tak ingin berbagi kesedihan dengan yang lain. Cukup Zahra sendiri yang merasakannya.
Hingga kesedihan Zahra pun berada dalam puncaknya. Di mana hari pernikahan Guntur dan Luna telah tiba. Dalam beberapa jam ke depan saja Zahra akan menyandang statusnya sebagai istri pertama. Tak bisa dibayangkan sebelumnya, jika diusianya yang ke 25 tahun harus merasakan hidup dimadu. Sungguh merupakan mimpi buruk bagi hidup Zahra.
Pagi-pagi sekali Guntur sudah mempersiapkan dirinya. Keluar dari kamar, terlihat penampilannya sungguh luar biasa. Setelan jas hitam dan celana hitam, pakaian khusus untuk sebuah acara ijab qobul sangat serasi dengan tubuhnya yang tinggi tegap dan atletis.
Pantas saja jika Luna tak mau melepaskan Guntur begitu saja, meskipun dia tau Guntur sudah mempunyai seorang istri. Rupanya keelokan rupa Guntur mampu menghipnotis hati Luna. Sekali pun dia harus menjadi istri sirinya Guntur. Luna tak mempermasalahkannya, asalkan dia memiliki hati Guntur.
Sedangkan Zahra yang saat ini sedang sarapan pagi sebelum dia berangkat kerja, hanya sekilas melirik ke arah Guntur yang baru ke luar dari kamarnya.
Ada sedikit rasa cemburu yang bersarang di hatinya. Bagaimana tidak? wajah Guntur sangat terlihat bahagia dan begitu bersemangat. Berbeda balik saat pernikahannya tiga bulan yang lalu, saat itu Guntur terlihat kusam dan murung.
"Apakah kamu tidak akan ikut menyaksikan pernikahanku dengan Luna?" tanya Guntur yang berjalan menghampiri Zahra ke arah meja makan. Tak ada sedikit pun Guntur menunjukan sikap rasa bersalahnya kepada Zahra. Setelah dia puas menikmati kesucian Zahra, kini cintanya dia berikan kepada Luna. Jika saja ada kontes pemilihan lelaki terkejam, maka Gunturlah pemenangnya.
"Cih, aku bukan orang gila, yang harus menyaksikan pernikahanmu. Lebih baik kugunakan waktuku untuk berkerja. Buang-buang waktu saja." Zahra berdecak sebal, sembari terus menguyah makanannya. Tak sedikit pun melirik ke arah Guntur.
"Terserah kamu saja, mau ikut atau tidak aku tidak akan memaksa," ucap Guntur yang melirik ke arah Zahra.
Dia memperhatikan sikap Zahra kepadanya, yang cenderung tak peduli. Berbeda dengan sikap Zahra beberapa hari lalu, yang akan melawan dan berontak jika Guntur memperlakukannya dengan semena-mena. Dan biasanya seorang istri akan marah jika suaminya akan menikah lagi, tapi tidak dengan Zahra, dia tampak biasa-biasa saja tak terpengaruh dengan keadaan.
"Apakah dia benar-benar tak memiliki perasaan apa pun kepadaku? hingga dia bersikap begitu," batin Guntur yang menatap Zahra penuh dengan kepenasaran.
"Dan kuperingatkan sekali lagi! jangan pernah kamu memberitahu pernikahanku kepada orangtuaku dan orangtuamu! biarlah untuk sementara waktu kami akan merahasiakannya dari semua orang, hanya kamu dan orang terdekatku saja yang tau pernikahan keduaku ini," seru Guntur penuh penekanan.
"Tenang saja, aku tak akan memberitahu kepada siapa pun. Pernikahanmu itu adalah urusanmu sendiri, aku tak akan ikut campur," sahut Zahra datar, yang segera beranjak, tak ingin berlama-lama berhadapan dengan Guntur.
Sekuat tenaga Zahra menahan rasa sakit di hatinya. Berusaha agar air matanya tak tumpah, tak ingin terlihat lemah di hadapan Guntur.
"Kupegang janjimu, jika saja sampai ada orang lain mengetahui pernikahanku, berarti kamu dalang dari semuanya. Akan kupastikan kamu ...?" Guntur tak meneruskan lagi perkataannya. Seperti dia sudah kehabisan kata-kata, karena ancaman dan hinaan sudah sering dia lontarkan kepada Zahra. Dia menatap punggung Zahra dengan sejuta pertanyaan dalam benaknya.
Entah kenapa Guntur merasakan sakit hati, manakala Zahra merespon perkataannya dengan biasa-biasa saja. Tak ada kata marah, dan cegahan saat dirinya akan menikah lagi. Bukankah seorang istri akan marah jika melihat suaminya akan menikah lagi? tapi tidak dengan Zahra, dia tidak menunjukkan rasa sakit hati dan marah kepada Guntur.
Jujur dalam hati Guntur sejak kejadian malam tersebut, hatinya mulai merasakan sesuatu kepada Zahra. Rasa candu akan tubuh Zahra sering datang dalam benak Guntur, tapi rasa egoisnya yang tinggi mengalahkan perasaan itu semua.
"Kenapa? kamu mengancamku? kamu ingin menceraikanku? lakukanlah!" Dara membalikkan tubuhnya dan menatap tajam ke arah Guntur.
"Aku tak akan menceraikanmu." Kata-kata itu lolos begitu saja dari mulut Guntur, dan itu membuat Zahra sedikit terkejut. Bukankah perceraian yang selalu diinginkan Guntur, tapi kenapa hari ini, di saat detik-detik menjelang pernikahannya dengan Luna, dia bersikap seolah-olah akan mempertahankan pernikahannya dengan Zahra.
"Hahh, aneh sekali," Zahra menyunggingkan bibirnya. Kemudian Zahra cepat berlalu dari hadapan Guntur.
Sedangkan Guntur hanya berdiri mematung saja, melihat Zahra berlalu dari hadapannya. Guntur menghembus nafasnya, mengeluarkan
rasa sesak yang ada di dada, demi melihat sikap Zahra yang terkesan bersikap biasa-biasa saja.
            ***
Acara ijab qobul pernikahan Guntur dan Luna pun sudah selesai. Tak banyak yang menyaksikan pernikahan yang terkesan sembunyi-sembunyi itu. Hanya kedua orangtua Luna dan Adnan yang menyaksikan pernikahan mereka.
Setelah acara ijab qobul selesai. Guntur langsung membawa Luna ke rumahnya.
Rumah terlihat sepi, ya memang Zahra tidak ada di rumah, karena seharian dia selalu disibukkan dengan bekerja.
"Sayang, rumahnya sepi. Ke mana Zahra?" tanya Luna yang baru turun dari mobil. Kemudian melangkah sembari menggandeng mesra tangan Guntur. Bukannya terbalik? seharusnya Guntur yang menggandeng tangan Luna. Ya, Luna memang sangat tergila-gila kepada Guntur. Hingga sikapnya bisa terbilang agresif.
"Dia sedang bekerja. Nanti sore baru dia akan pulang," jawab Guntur datar.
"Baguslah tidak akan ada yang mengganggu kita berdua." Luna menarik sedikit paksa tangan Guntur ingin segera lekas masuk ke dalam kamar.
Guntur dan Luna pun sudah berada di dalam kamar. Tak henti-hentinya Luna memasang senyum manis kepada Guntur. Merasa segala keinginannya dapat terwujud manikah dengan Guntur.
"Sayang apakah selama ini kamu sendirian di sini? tanya Luna yang sudah berbaring manis di atas tempat tidur.
"Ya, selama ini aku selalu tidur sendirian di sini," jawab Guntur seraya melonggarkan dasinya, lalu melepaskan satu per satu pakaian yang dia kenakan dengan pakaian rumahnya.
"Baguslah kalau begitu," sahut Luna.
"Memang kenapa?" tanya Guntur dengan mengkerutkan keningnya.
"Berarti selama ini kamu belum berhubungan intim dengan Zahra. Jadi kesempatanmu untuk menceraikan dia sangat besar. Tak ada alasan lagi kamu mempertahankan dia. Lah, kesuciannya juga belum kamu ambil, tidak ada ruginya buat dia." Zahra bangkit dari tidurnya dan beranjak mendekati Guntur yang sedang berdiri.
Perkataan Luna tersebut bagaikan hantaman bagi Guntur. Bagaimana dia akan menceraikan Zahra? sedangkan dia sudah mengambil kesucian Zahra, yang bisa jadi di rahim Zahra sudah tertanam benih janinnya.
"Emmm, ya, memang aku dan dia belum pernah melakukan hubungan intim, tapi untuk menceraikan dia sepertinya harus dipertimbangkan dulu, karena orangtuaku pasti tak akan mengijinkan jika aku menceraikannya," ucap Guntur berbohong. Ya, selain faktor orangtuanya, hati Guntur pun sekarang bimbang antara perasaannya kepada Luna dan Zahra.
"Tapi kamu harus bisa secepatnya menyingkirkan dia. Aku ingin kamu menjadi milikku seutuhnya," ucap Luna dengan memainkan bibir sensualnya. Sikapnya semakin agresif kepada Guntur.
"Entahlah sayang, nanti aku coba pikirkan lagi," ucapnya datar. Guntur menepis tangan Luna yang berusaha meraih wajahnya. Sungguh sikap Guntur berbeda jauh di saat dirinya belum menikah dengan Luna. Kini sosok Zahra selalu muncul tiba-tiba dalam benaknya.
"Sayang, kamu kenapa? kamu berubah dingin begitu kepadaku." Luna terlihat merenggut, demi melihat penolakan dari Guntur.
"Bukan begitu sayang. Aku masih lelah dan cape, kamu harus mengerti!" Memang wajah Guntur terlihat lelah dan tak bersemangat. Lalu dia segera merangkak ke tempat tidur. Membiarkan Luna terpaku dan berdiri mematung sendirian.
Luna mencengkram keras ujung bajunya, kesal melihat sikap Guntur yang terkesan dingin kepadanya. Hingga Luna pun berasumsi sendiri akan perubahan sikap Guntur kepadanya.
"Apa mungkin Guntur sudah mulai tertarik kepada wanita sialan itu? Aku harus secepatnya bisa menyingkirkan dia dari kehidupan Guntur. Tak akan kubiarkan wanita itu menjadi istri Guntur untuk  selamanya." batin Luna yang penuh dengan kebencian.
Luna mengepalkan kedua tangannya, bersamaan dengan giginya yang bergemeretak keras. Seolah-olah akan memakan Zahra saat itu juga.

Book Comment (153)

  • avatar
    Ernaa RM

    kisah cinta yang romantis walaupun ada duri di dalamnya

    10/05/2022

      0
  • avatar
    Arif Hidayatullah

    👍👍👍👍

    14d

      0
  • avatar
    123Zikri

    yang bagus

    29/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters