logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 28

Pukul enam lebih lima belas menit. Ayana dan Argatha sudah sampai di sekolah. Argatha merasa ada yang beda dengan Ayana. Gadis itu daritadi hanya diam sepanjang perjalanan.
“Lo kenapa? Sakit?” tanya Argatha.
“Ayana nggak apa-apa kok,” jawab Ayana.
“Ayo ke kelas,” Argatha menggenggam tangan Ayana.
Ayana melepaskan genggaman tangan Argatha. “Argatha ke kelas duluan aja, Ayana mau ke toilet dulu,” ucap Ayana gugup.
Argatha merasa curiga dengan sikap Ayana yang tiba-tiba berubah.
“Oh, oke.”
Argatha berjalan meninggalkan Ayana. Otak Argatha berpikir keras, ada apa dengan Ayana? Kenapa sikap gadis itu berubah? Atau ada yang disembunyikan Ayana?
Melihat Argatha yang perlahan menjauh, Ayana langsung menuju Aula, karena ia yakin bahwa Arken sudah menunggunya.
Setelah sampai di aula, tempat itu sangat sepi dan gelap, bahkan sepertinya Ayana adalah orang pertama yang menginjakkan kaki di tempat itu.
“Arken,” panggil Ayana.
“Arken dimana?” ucap Ayana dengan suara sedikit keras.
Perlahan satu per satu lampu di aula menyala, terlihat seorang pria membawa rangkaian bunga mawar yang sangat cantik.
“Gue senang lo datang kesini,” ucap Arken sembari menghampiri Ayana.
Ayana terdiam sejenak. Ia sedikit bingung dengan apa yang terjadi saat ini.
“Buat lo,” Arken memberikan bunga tersebut pada Ayana.
“Ini maksudnya apa?” tanya Ayana.
Arken menggenggam tangan Ayana. Kedua matanya menatap Ayana dalam. “Gue tau menurut lo ini terkesan buru-buru, tapi gue udah nggak bisa tahan lagi. Lagi pula, waktu kita di sekolah ini udah nggak lama, dan gue nggak mau sia-siain waktu ini,” ucap Arken.
“Ayana nggak ngerti maksud Arken.”
“Dari awal gue lihat lo di kelas, gue jatuh cinta sama lo,” ucap Arken.
Ayana terkekeh pelan. “Arken lagi becanda nih pasti.”
“Nggak Ay. Gue serius. Gue jatuh cinta sama lo,” jelas Arken.
“Lo mau kan jadi pacar gue?” tanya Arken.
“Bercandanya Arken nggak lucu.”
“Perlu gue bilang berapa kali ke lo? Gue nggak becanda. Gue benar-benar suka sama lo,” ucap Arken dengan sangat jelas.
“Tapi kenapa harus secepat ini?” tanya Ayana.
“Gue tau ini terkesan buru-buru, tapi gue harus ngelakuin ini atau nggak sama sekali, Ay,” Arken semakin erat menggenggam tangan Ayana.
“Setidaknya gue pernah ngelakuin ini, yang bikin gue nggak akan nyesal nantinya karena menyimpan rasa sama lo,” tambahnya.
“Maaf, Ayana nggak bisa.”
“Kenapa?”
“Gue kurang apa?” tanya Arken lagi.
“Arken nggak ada kurangnya, Arken udah baik banget. Tapi maaf, Ayana nggak bisa balas perasaan Arken,” ucap Ayana dengan sangat lembut.
“Sekali lagi Ayana minta maaf.”
Ayana hendak meninggalkan Arken, namun langkahnya tertahan saat Arken menarik tangannya.
“Kasih gue satu alasan kenapa lo nggak bisa balas perasaan gue?”
“Dia milik gue,” ucap seseorang  yang berada di tengah pintu.
Ayana dan Arken melihat orang tersebut. Kedua mata Ayana membulat saat ia melihat sosok yang berdiri di tengah pintu adalah Argatha.
“Argatha,” ucap Ayana.
Argatha berjalan mendekati Ayana dan Argatha. Ia melepaskan genggaman tangan Arken dari tangan kekasihnya.
“Jangan sentuh pacar gue,” ucap Argatha dingin.
“Pacar?” tanya Arken bingung.
“Iya. Ayana pacar gue,” ucap Argatha penuh penekanan.
Arken terdiam.
“Ayo Ay, kita kelas.”
Tanpa basa-basi lagi, Argatha langsung menarik tangan Ayana.
Ayana merasa takut karena ia ketahuan berbohong, dan ditambah lagi Argatha melihatnya berduaan di aula.
Argatha menghentikan langkahnya, membuat Ayana menabrak punggung Argatha.
“Aduh,” lirih Ayana.
“Kok nggak bilang sih kalau mau berhenti,” gerutu Ayana.
Ocehan Ayana langsung terhenti saat melihat Argatha yang menatapnya tajam.
Ayana memegang ujung roknya. Ia merasa takut.
“Argatha kenapa ngelihatin Ayana kayak gitu?” tanya Ayana hati-hati.
Argatha menarik napasnya panjang, berusaha mengontrol emosinya.
“Sejak kapan toilet pindah ke aula?” tanya Argatha membuka pembicaraan.
“Ayana bisa jelasin,” ucap Ayana dengan cepat.
“Nggak usah.”
“Ayana Cuma nggak pengin Argatha tau kalau Arken ngajak ketemuan di aula,” jelas Ayana.
Ayana menundukkan kepalanya, ia benar-benar merasa sedih dan merasa bersalah.
“Emang kenapa kalau gue tau?”
“Ayana takut Argatha marah.”
“Lebih baik gue tau dari lo, daripada gue harus lihat sendiri kayak tadi,” ucap Argatha.
“Dan, lo pikir sekarang gue nggak marah?”
“Ayana minta maaf,” lirih Ayana.
“Kalau Argatha mau marah silahkan, Ayana akan terima. Karena ini semua selah Ayana,” tambahnya.
Argatha menghela napasnya. Ia langsung memeluk tubuh Ayana. “Jangan diulangi lagi ya.”
“Argatha nggak marah?”
“Marah sih nggak, gue Cuma sedikit kecewa,” ucap Argatha.
“Maafin Ayana.”
Argatha melepaskan pelukannya, perlahan tangannya mengelus rambut Ayana dengan lembut.
“Gue boleh tanya sesuatu?”
“Apa?”
“Toilet beneran pindah ke aula?” goda Argatha.
“Ih, Argatha!”

Book Comment (252)

  • avatar
    Cunda Damayanti

    keren bgt sumpa

    9d

      0
  • avatar
    EN CHo Ng

    hi thank u

    15d

      0
  • avatar
    NgegameAlfat

    ini saya yang mau bicara ya tolong cerita ini sangat menyentuh hati dan prasaan hampir sama seperti yang kisah ku

    22/08

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters