logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab Sebelas

Terburu-buru turun dari mobil, aku melihat ada banyak tamu yang datang ke rumah kami. Sebenarnya, aku tidak heran, mereka pasti mendapat undangan makan siang dari Ibu.
Begitu mencintai masak memasak, Ibu nyaris mengajak semua pelayan untuk memasak dalam porsi besar setiap kali dia ingin, lalu mengundang tamu atau teman-temannya untuk menikmati hasil eksperimennya di dapur.
Lagipula, aku ingin segera terbebas dari Rhys sebentar saja. Aku terlalu dekat dengannya dan itu sangat membuatku tidak nyaman. Dia terus berada di kamar pintu merah tua bersamaku, meski aku sudah terbangun dengan perdarahan di hidung yang sudah berhenti.
“ZeeZee? Apa kabarmu, sayang?”
Inilah alasan yang membuatku terburu-buru ingin masuk ke kamar selain karena Rhys. Aku berbalik, Bibi Meida sudah merentangkan kedua tangannya untuk memelukku.
“Baik, Bi. Aku baik-baik saja.” Walau ucapanku bernada biasa, Bibi Meida tetap melanjutkan kegiatan beramah tamahnya padaku.
“Oh, ZeeZee Dimitri Oxley, apa kabarmu, Nak? Lama sekali kau tidak terlihat olehku, setiap kali aku berkunjung ke sini!” seru Paman Teddy, dia muncul begitu tiba-tiba, entah dari mana, aku tidak memperhatikannya.
Kedua mataku segera beralih pada Paman Teddy. “Kabarku baik, Paman. Oh, benarkah? Mungkin saat Paman datang berkunjung, aku sedang ada sedikit urusan.” Aku tersenyum minim, sangat tidak tulus.
Aku menunjukkan wajah lelah, agar mereka pergi, tapi tetap tidak akan ada gunanya. Mereka senang berbincang ribut di depan wajahku.
Penyebabnya hanya satu. Karena mereka semua penjilat yang membutuhkan bantuan Ibu dan Ayah.
Mereka kemudian merasa perlu menjilatku juga. Ah, keenam Kakakku juga tidak luput dari derita ini, tapi akulah yang paling menderita.
Terkadang, aku harus menerima hukuman karena mereka. Sikapku yang kasar, asal bicara dan seenaknya, membuat tamu-tamu kedua orang tuaku malu juga kecewa akan perbuatan sengajaku pada mereka.
Tapi meski begitu, seolah tidak pernah belajar dari pengalaman, mereka terus mengulangi hal yang sama dari waktu ke waktu. Membuatku semakin muak dan meradang.
“Maaf, Paman Teddy dan Bibi Meida ...” Rhys muncul, kupikir dia tidak mungkin menyusulku, tapi sekarang dia di sini, memeluk kedua pundakku, “ZeeZee sedang tidak begitu sehat, dia butuh istirahat. Jadi kami permisi.” Tanpa menunggu reaksi apapun dari keduanya—dia pasti tidak pernah butuh itu—Rhys membawaku pergi.
Keheningan menyertai langkah kami, kurasa, punggungku seperti ditatap oleh banyaknya mata yang memperhatikan kami dalam diam.
Siapapun di Yellowrin, pasti paham seperti apa Rhys Dimitri Oxley. Jadi lebih baik, tidak perlu berurusan dengannya. Tapi yang jadi tidak menyenangkannya, dia terlihat sangat akrab dan penuh perhatian padaku.
Seluruh orang di Yellowrin tahu bahwa keluarga kami terlihat harmonis dan bahagia, juga hubungan yang akur antara setiap anggota keluarga. Tapi tidak pernah ada yang tahu, apalagi melihat seorang Rhys memiliki hubungan yang teramat sangat baik seperti tadi bersamaku.
“Aku berhasil membuat orang-orang takut,” tawa Rhys pelan, mirip ejekan.
“Mereka merasa kasihan padaku,” jawabku asal.
“Ya, target baru Rhys, Adik perempuannya sendiri.”
“Itu terdengar hebat,” kataku, miris.
Rhys melepas rangkulannya, dia berhenti di depan pintu kamarku. Melihatnya masih terus menatapku lekat-lekat, aku langsung mengerti.
“Jam berapa kau pulang ke rumah?”
“Kupikir kau akan meminta keringanan dari kejadian tadi.” Dia menggaruk alisnya dengan sombong. “Jam enam. Aku akan pulang jam enam. Bersiap-siaplah.”
“Baik.”
Setelahnya, Rhys berbalik dan pergi. Melakukan hal yang sama, aku berbalik, memegang gagang pintu dan sebuah tangan besar menahan gerakanku, menempelkan telapak tangannya di pintu kamarku.
Kulihat Hugo, si Putra kedua berdiri di sebelahku, tersenyum singkat, lalu mengedipkan sebelah matanya padaku.
“Lama tidak bertemu, Adikku yang manis,” katanya ramah.
Hugo memang ramah jika dibandingkan dengan kelima Kakakku yang lain. Tapi jika dalam suasana hati yang tidak baik, dan biasanya karena seorang wanita, dia akan sulit diajak bicara.
Dia nyaris selalu berada dalam kondisi itu, bermasalah dengan wanitanya. Tapi entah ada apa kali ini, dia terlihat tenang dan ramah.
“Ya, kau benar.” Aku melepas gagang pintu. Berdiri di sini lebih baik daripada membiarkan dia masuk. Catatan, aku tidak pernah memanggil semua saudara laki-lakiku dengan ‘Kakak’ tapi nyatanya tidak akan mengubah hubungan kami. Kakak beradik yang aneh.
“Jadi ... bagaimana rasanya, Zee?”
“Apa yang kau bicarakan?”
“Rhys. Tentu saja. Kakak tertua kita.”
“Begitu cepat berita menyebar.”
Hugo tertawa. “Kau baru menyadarinya? Kita serumah, meski Rhys jarang berada di tengah-tengah kita, tapi untuk berita seperti ini, sudah jelas orang dalam lebih dulu mengetahuinya.”
“Ibu dan Ayah?”
“Mereka hanya berusaha tidak peduli. Tapi Ayah dan Ibu tahu. Mereka cuma sedang mengatasi kecemasan satu sama lain, karenamu.”
“Mereka selalu cemas karenaku,” tawaku pelan, “akan selalu seperti itu.”
“Ya, selama kau memberontak, mereka akan terus keras padamu. Selama kau mengacau, Ayah dan Ibu semakin senang memberi tugas baru padamu.”
“Tanpa aku bersikap begitupun, mereka akan tetap melakukan hal yang sama.” Aku memandanginya lebih lama dari sebelumnya. “Katakan apa tujuanmu? Kau menghampiriku tepat setelah Rhys menghilang dari sini.”
Hugo menaikkan kedua alisnya. Dia tersenyum manis. Ya, dia memang paling tampan di antara yang tampan di keluarga Oxley.
“Kau selalu pintar.” Dia menunjuk keningku menggunakan ujung telunjuknya dengan pelan. “Aku memang sengaja menunggumu kembali dan berusaha tidak berurusan dengan Rhys. Karena ada penawaran hebat dariku, yang bisa kau lakukan tanpa tertangkap tangan oleh Rhys.”
Aku tertawa. “Itu mustahil. Tidak akan ada yang bisa lolos dari Rhys. Kau sendiri seharusnya tahu lebih dari itu.”
“Tentu. Karena aku lebih tahu, jadi kau akan aman.” Dia tersenyum lagi.
“Apa tugasnya? Kau tahu, aku selalu mengacau. Terakhir kali kau meminta bantuanku, memberiku tugas, sekitar tiga bulan lalu. Aku menggagalkannya.” Aku tertawa untuk kalimat terakhirku.
“Tidak masalah.” Hugo menggeleng tak peduli. “Tugas kali ini bisa kau kerjakan di manapun, saat Rhys sedang tidak bersamamu. Bahkan kau tidak perlu bertemu dengan targetnya.”
“Oh, benarkah?” Aku takjub, tertarik. “Katakan kalau begitu.”
Hugo tersenyum senang. Walau mungkin, bisa saja ini jebakan darinya, tapi rasanya aku tidak perlu khawatir. Ada Rhys bersamaku. Oh, ayolah, kenapa aku tiba-tiba bergantung padanya? Aku bisa mengandalkan diriku sendiri, bukan?
“Pria ini mengganggu wanitaku. Dia pria berengsek yang senang menghabiskan waktu dengan bicara di telepon setidaknya satu kali dalam sehari. Karena dia seorang Aktor, jam kerjanya tentu saja padat. Dia sering mencuri waktu untuk bertemu dengan wanitaku sesekali.
Jadi aku ingin, kau coba masuk sebagai seseorang yang akan merusak segalanya. Apa kau paham?” Hugo menoleh padaku, dan aku yakin dia bisa melihat tatapan tidak tertarik dariku, tapi dia mengabaikannya, tentu saja.
“Kau yakin memberiku tugas ini?”
“Tentu, aku yakin.” Hugo mengangguk-angguk tanpa ragu.
“Ini akan sedikit sulit, karena aku tidak mengenalnya secara pribadi. Perlu pendekatan yang lebih dalam, bukan?” Aku berusaha mengingat kapan terakhir kali aku terlibat hubungan bersama seorang pria.
Kurang lebih setahun lalu. Saat aku berusaha mencintai dan mempercayainya, dia berlari jauh dariku.
Itu karena aku, ZeeZee Dimitri Oxley.
Bersambung.

Book Comment (172)

  • avatar
    Maria Ratu Rosari

    emejing

    14/05/2023

      0
  • avatar
    KhaerunnisaChindar

    Nicee iloveeee yuuuu❤️❤️❤️

    02/02/2023

      0
  • avatar
    PradyaDiva

    bagus banget ceritanya

    28/12/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters