logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 15

ANAKKU MENJADI SAKSI PERSELINGKUHAN SUAMIKU
BAB 15
Brak!
Mas Frengky membanting pintu dengan kasar, matanya masih menyiratkan sorot kemarahan.
Kami telah sampai di rumah, Cahaya pun sudah masuk ke dalam kamar untuk beristirahat.
Aku mulai mengamati ruang tamu, menuju ke ruang keluarga, meja makan dan dapur.
Aneh ... di mana Gilang menempatkan CCTV nya, aku tak melihat benda hitam itu sama sekali.
"Nyari apa kamu?" tanya Mas Frengky mengagetkanku. Tiba-tiba saja dia sudah berdiri di belakangku.
"Ah enggak, Mas. Hanya saja aku rindu suasana rumah. Padahal baru beberapa jam aku meninggalkannya. Memang sebaik apapun rumah orang, masih lebih nyaman di rumah sendiri. Apalagi rumah yang dibeli dengan hasil kerja keras dan keringat sendiri," ujarku sembari meliriknya sekilas.
Mas Frengky hanya melengos, perkara teh tadi di rumah Ibu mampu membuatnya uring-uringan.
"Kamu kalo capek istirahat, nggak usah marah-marah nggak jelas. Kok jadi ngelampiasin ke aku?" ujarku memandangnya malas.
"Maaf, Sayang. Habis aku kesel banget sama Reno. Ya sudah aku mandi dulu, ya!" pamit Mas Frengky bergegas meninggalkan menuju ke kamar.
Setelah memastikan dirinya masuk ke dalam kamar, aku naik ke lantai atas. Berniat menghubungi Gilang, bagaimana pun aku belum tau letak dari CCTV ku sendiri. Sekalian aku minta ajarkan untuk bisa menyambung ke ponselku.
Jadi sewaktu-waktu ku tinggal kerja pun aku tak khawatir. Bisa kupantau dari butik.
Aku masuk ke dalam kamar tamu, kunyalakan AC dengan suhu 16°C. Setelah deringan kedua, Gilang mengangkat panggilanku. Gercep juga tuh laki.
"Halo ... ya, Mbak?" ujarnya di seberang telfon.
"Halo ... Assalamualaikum. Gilang, ini CCTV nya kamu pasang di mana aja, sih? Kenapa aku nggak bisa temukan satu pun, kamu bohongi aku, ya?" kataku sebal.
Terdengar suara Gilang terbahak di ujung sana.
"Santai dong, Mbak. Aku letakkan pertama di teras untuk menyorot langsung ke jalan. Biar rumah Mbak lebih safety, jadi nggak cuma untuk mengintai perselingkuhan aja. Keamanan juga patut dijaga. Kedua aku memasangnya di ruang tamu yang bisa menyorot hingga ke ruang keluarga, namun hanya sebatas bisa melihat siapa yang keluar masuk pintu kamar yang berada di sana. Ketiga aku memasangnya di kamar Rosa, keempat di dapur, kelima di lantai atas yang sama fungsinya seperti di ruang tamu. Dan keenam di ...," ujarnya menggantung.
"Di mana?" tanyaku tak sabaran.
"Kamar mandi," kata Gilang sembari menahan tawa.
"Nggak lucu! Yang serius, dong!" bentakku karena kesal.
"Hahaha, yang keenam di taman alias mencakup semua wahana bermain milik Cahaya," kata Gilang masih menyisakan tawa.
Berani sekali dia menggodaku ... huft.
"Kenapa di sana juga dikasih? Nggak berguna banget!" kataku dengan kesal.
"Eits, jangan salah. Menurut tukang yang sudah berpengalaman memasang CCTV, tempat yang paling jarang dijangkau merupakan tempat yang paling sering dipakai untuk bercumbu. Aku jadi yakin Mbak Nayla pasti akan berterimakasih nantinya padaku. Percayalah, Mbak, CCTV di sana pasti akan berguna. Lebih berguna dari yang Mbak bayangkan," ujar Gilang percaya diri.
Aku berpikir sejenak, benarkah mereka akan melakukan sesuatu di sana?
Aku jadi tidak sabar melihat tayangan live mereka nantinya.
"Ya sudah, kalau sampai ini sia-sia, aku nggak akan segan bikin perhitungan sama kamu!" kataku pedas.
"Iya-iya. Mbak Nayla sudah download link yang aku kirim?" tanya Gilang.
"Sudah, tapi aku nggak bisa login. Gimana nih?" kataku balas bertanya.
"Yaiyalah nggak bisa, 'kan masih tersambung di ponselku. Ya sudah aku kirim kode beserta paswordnya, ya. Nanti Mbak Nayla bisa ganti sendiri paswordnya. Di situ juga ada enam pilihan layar, mau dilihat semua juga bisa. Dan kalau Mbak Nayla perlu, Mbak bisa merekam langsung dari sana tanpa menunggu memutarnya melalui media. Dari sini apa sudah bisa dipahami?" tanya Gilang memastikan.
"Ya ... paham," jawabku singkat.
"Ya sudah, itu kualitas terbaik dari yang paling baik, eh sama aja, ya, hehe. Soal kualitas suara juga nggak perlu Mbak ragukan, desahan semerdu apa pun pasti dijamin terdengar dan terekam dengan sempurna!" katanya tanpa merasa bersalah. Aku yakin lelaki itu pasti menertawakan ku di sana.
"Oke, makasih. Oh, ya, untuk semua biaya sudah aku transfer. Maaf aku lupa bilang. Silakan dicek, jangan kapok, ya, Lang. Mungkin saja aku perlu bantuanmu lagi nantinya. Terima kasih banyak selamat beristirahat," ujarku hendak menutup panggilan, sebelum akhirnya mengingat sesuatu.
"Waalaikumsalam."
"Eh, tunggu, Lang!" sergahku dengan sedikit berteriak.
"Ya?" sahutnya di sana.
"Aku sampai lupa, boleh minta tolong sekali lagi?" pintaku dengan suara memohon.
"Apa?" tanya Gilang.
"Tolong belikan aku satu pak obat yang mirip seperti punya Mas Frengky, ya. Yang biasanya sering dipesan. Tapi kirim aja ke alamat butikku, nanti aku kirim by WA alamat lengkapnya. Uangnya aku transfer aja, bisa?"
"Oke, memang buat apa Mbak Nayla ikut-ikutan membeli gituan?" tanya Gilang terlihat penasaran.
Bisa kutebak pasti dia di sana sedang mengerutkan keningnya, sama halnya seperti jika selama ini dirinya terlihat penasaran akan suatu hal, pasti dia akan mengerutkan kening.
"Udah, deh. Jangan banyak nanya, lakuin aja sesuai perintah!" kataku sebelum akhirnya memutuskan sambungan telefon.
Aku tak mau berbelit-belit berurusan dengan Gilang.
Bisa makin tengsin aku dibuatnya. Kemarin aja dia berani mengataiku lemot dan b*doh.
Ah, rasanya sudah cukup lama aku berada di sini. Aku akan segera turun, sambil mengirimkan alamat butik melalui chat ke pada Gilang.
Setelah selesai dan Gilang membalas emoticon jempol, aku segera menghapus semua pesanku bersama Gilang.
Jariku beralih membuka link CCTV, benar saja aku berhasil login. Dengan cepat aku mengganti Passwordnya. Setelah selesai, aku mencoba mengetesnya.
Hmm ... ini ruang tengah terlihat kosong, tak ada siapa pun.
Tanganku mengusap layar ponsel beralih ke samping.
Layar ponselku menunjukkan area dapur yang juga kosong. Sibuk bermain-main dan menggeser, mataku tertarik menatap ke CCTV utama yang menyorot jalanan.
Tampak sebuah taxi berwarna biru berhenti tepat di depan pagar.
Seorang wanita turun dari taxi tersebut dan terlihat sedang membuka pagar.
"Wah, Rosa datang!" pekikku senang.
Entah kenapa, melihat kepulangannya membuatku girang, rasanya aku sudah lupa bagaimana sakit hati itu.
Aku kembali bersembunyi di dalam kamar tamu di lantai atas.
Sibuk menatap layar ponselku. Aku tak berkedip memandanginya, seakan tak ingin melewatkan sedetik pun aksi Rosa nantinya.
Terlihat Rosa masuk ke dalam, aku beralih ke ruang tamu.
Pintu kamarku terbuka, Mas Frengky keluar.
Melihat kedatangan Rosa, Mas Frengky bergegas menghambur ke pelukannya.
Mereka saling tersenyum dan berpelukan bak teletubbies.
Seakan lama tak berjumpa, Rosa masih saja membenamkan kepalanya di dada bidang milik Mas Frengky.
Tangan Mas Frengky pun dengan gatal menyambutnya. Tangan yang selama ini membelai pucuk kepalaku dengan lembut, kini juga membelai rambut Rosa dengan tatapan sayang.
Sial!
Perkataan Cahaya benar, kini aku bisa melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
Tenang, mereka masih sebatas berpelukan. Aku tak akan gegabah memergokinya sekarang.
Namun, sedikit niat usilku pun muncul untuk mengerjai mereka.
Aku keluar dari kamar, menuruni tangga dengan hati-hati berusaha tanpa menimbulkan suara.
Mereka masih saja berpelukan tanpa menyadari diriku yang sudah sampai di anak tangga terakhir.
Dengan sekuat tenaga aku menjerit bak orang kerasukan.
"ROSA! Kau sudah datang?" tanyaku dengan berteriak kencang.
Aku berteriak seolah-olah tak melihat mereka sedang berpelukan.
Mas Frengky langsung berjingkat dan mendorong tubuh Rosa hingga perempuan itu terjatuh ke lantai.
Bugh!
"Aw!" pekik Rosa yang terduduk dengan paksa sembari memegangi pantatnya.
"Loh, kamu kenapa, Ros? Dan Mas Frengky, kenapa kamu bisa berdiri sedekat itu di depan Rosa? Kalian ...," ujarku seraya menutup mulut berpura-pura kaget.
"Nggak! Nggak, Bunda. Ini nggak seperti yang Bunda bayangin!" kata Mas Frengky sembari melangkahkan kaki mendekatiku yang berdiri mematung.
"Kenapa? Emang aku ngebayangin apa, Mas? Kenapa wajahmu pucat begitu?" tanyaku sedikit melotot.
"Tadi Rosa sedang bercerita, dia baru saja berduka karena Bapaknya sakit tapi dia juga berat meninggalkan Cahaya lama-lama. Jadinya dia sempat bimbang. Aku cuma berusaha menenangkannya, Bun. Jadi itu hanya reflek gerakan simpatik. Aku cuma pegang bahu Rosa sebentar dan mengusapnya pelan, berharap Rosa bisa sedikit melupakan rasa bimbang nya," ujar Mas Frengky takut-takut.
"Oh, ya sudah. Rosa, kenapa kamu tak kunjung berdiri? Apa pantatmu ambeien?" tanyaku sembari tersenyum licik.
Rosa mendengkus kasar, ia segera beranjak dan berdiri sembari merapikan kausnya yang ketat.
Masa iya gadis desa yang terkenal polos dan lugu berpenampilan bak spg counter ponsel.
"Kenapa kamu nggak bales chat dariku?" tanyaku sembari melangkahkan kaki mendekatinya.
"Maaf, Mbak. Tadi nggak sempet lihat ponsel," jawabnya santai.
"Oh, tapi kalo bales chat Mas Frengky kok sempet, ya?" ujarku sembari menatap matanya tajam.
"Bukan gitu, Mbak. Kebetulan pas Rosa lihat ponsel tadi chat dari Mas Frengky masuk, jadi Rosa balas sekalian," jawabnya sembari tertunduk.
Halah ... sok merasa bersalah.
"Kenapa kamu sudah pulang? Bukannya rumah di desa bisa memakan waktu hampir lima jam untuk kembali lagi ke sini?" kataku sembari tersenyum simpul.
"Eh, iya ... tadi Rosa pas sudah sampai langsung pulang lagi, karena Mas Frengky bilang Cahaya pengen ketemu sama Rosa," ujarnya sembari membusungkan dada.
Sepertinya dia terlihat bangga karena merasa dibutuhkan.
"Oh, oke! Sekarang cepat kamu mandi dan bebersih diri. Bikinkan aku teh hangat!" perintahku pada Rosa.
Bisa kulihat Rosa memandang Mas Frengky dengan senyum culasnya.
Aha ... tunggu, dong!
Kalian kira kalian akan berhasil mencapai puncak kenikmatan malam ini?
Jangan harap!
*****
Hai hai .... Mamak kembali!
Boleh bantu share, dong, supaya makin banyak yang kepo sama cerita ini. Dan cerita ini bisa masuk ke beranda.
Yuk, buat teman kalian ikutan baper dan greget karena baca cerita ini!

Book Comment (137)

  • avatar
    NuorthetaAnnissa

    bagus ceritanya ditunggu kelanjutannya ceritanya 🤗

    17/12/2021

      0
  • avatar
    AnaDesy

    baik sekali

    31/07

      0
  • avatar
    ryapantunpakpahan

    baguss bgtttt

    22/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters