logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 12

ANAKKU MENJADI SAKSI PERSELINGKUHAN SUAMIKU.
BAB 12
"Apa?"
"Obat anti depresan, bahkan hampir satu minggu sekali paketan obat itu selalu mendarat ke alamat Resto. Aku sering menerimanya. Awalnya aku tak ingin tau, tapi karena terlalu seringnya obat itu bertandang ke mari, akhirnya aku kepo juga. Aku sempat tanya ke Mas Frengky, dia hanya bilang itu untuk Mbak Nayla yang susah tidur karena insomnia. Dari situ aku nggak mau ikut campur lagi, sampai puncaknya aku nemuin ponsel Mas Frengky yang khusus ia gunakan untuk berhubungan dengan seseorang. Aku sempat lihat beberapa balok notifikasi yang muncul di layar ponselnya ketika tak sengaja tertinggal di meja kerjaku, dan itu membuatku hampir pingsan karena tak menyangka," kata Gilang seakan menerawang kejadian waktu itu.
"Ppo-ponsel? Bukannya Mas Frengky hanya punya satu ponsel?" tanyaku tergagap.
"Aku mengira juga seperti itu. Saat ponselnya tertinggal di meja, aku ingin menghubungi nomornya. Tapi 'kan mana bisa, mengingat ponselnya ada di meja kerjaku, jadi konyol kalo aku nekat meneleponnya. Hingga beberapa menit kemudian, panggilan masuk dari kontak Mas Frengky untuk menanyakan apa ponsel cadangannya tertinggal bersamaku, dia menyuruhku menyimpannya hingga sore hari. Melihat layar ponsel yang berkedip, seketika mataku tak bisa lepas dari benda tersebut. Dan disitulah terjadinya ketidak sengajaanku menemukan hal besar."
"Hal besar?" mataku membulat sempurna. Banyak hal yang tidak kuduga terungkap semua di hari ini.
"Ya ... kenyataan bahwa Mas Frengky sudah sering mencekokimu dengan obat-obatan anti depresan agar kau tidur nyenyak. Bukan itu saja, ternyata tujuannya memberikan obat itu, hanya demi memuaskan nafsu setannya bersama perempuan yang juga kukenal." Gilang memandangku kasihan.
"Ap—Apa?" lututku terasa lemas seketika. Badanku rasanya melayang.
Jadi, selama ini Mas Frengky dengan sengaja mencampurkan obat itu ke dalam minumanku?
Supaya aku bisa terlelap dalam mimpi dan tak mengganggu aksi bejadnya.
"Mbak Nayla yang sabar, jangan gegabah. Cari semua bukti, pasang CCTV di titik tertentu. Biar Gilang bantu. Setelah Mbak Nayla mempunyai bukti yang kuat agar mereka tak bisa menyanggah, maka saat itulah Mbak Nayla harus bisa memutuskan kelanjutan hidup. Bertahankah? Atau memilih berpisah? Karena bagiku ini sudah kelewatan. Hanya saja jika Mbak Nayla terlalu gegabah saat ini, aku yakin Mbak Nayla akan rugi dan hanya akan mendapatkan luka yang menganga. Jadi tunggulah saat yang tepat untuk menghancurkan mereka tanpa sisa!" kata Gilang mantap.
Bayangan kehidupanku yang telah hancur, membuatku emosiku semakin membara. Tekadku kuat, aku akan menghancurkan mereka dengan tanganku sendiri.
"Dan jangan lupa, selamatkan aset-aset pribadi milik Mbak Nayla, hasil kerja keras pribadi milik Mbak Nayla yang dibeli saat sebelum menikah. Karena jika sudah menikah, itu bisa dikatakan harta gono-gini, dan akan dibagi dua sama rata," imbuhnya.
"Mbak Nayla tenang aja, masih banyak orang baik di sekitar Mbak yang mau support Mbak dalam kondisi apa pun, Gilang bersedia membantu kapan dan di mana pun Gilang dibutuhkan. Namun, menghadapi musuh yang cerdik seperti Mas Frengky, Mbak sepertinya butuh pengacara untuk menyusun strategi dan menjebak mereka," ujar Gilang.
Pria dengan mata elang tersebut menatapku teduh, berusaha menghadirkan pelangi di saat hujan telah membasahi.
Aku hanya mengangguk, aku akan membuat perhitungan kepada mereka.
Tak hanya tentang uang, tapi rumah, mobil dan semua hasil keringatku akan kuambil dengan suka cita. Terutama karunia terindah milikku, yakni Cahaya. Putri kecilku harus ikut hidup bersamaku.
Enak saja Rosa, ikut menikmati hasil jerih payahku selama ini.
Pulanglah, Ros. Sepertinya aku menjadi tak sabar menanti kepulanganmu. Tanganku terkepal kuat.
"Makasih atas semua rasa pedulimu. Kamu tak usah khawatir, aku bisa menghadapi mereka. Jika aku memerlukan sesuatu, aku tak akan canggung untuk menghubungimu," ujarku kepada Gilang. Bertepatan dengan Mas Frengky yang sedang melangkah ke mari.
Gilang hanya mengacungkan jempol.
"Aduh, pada asyik banget. Lagi ngomongin apa, nih?" sapa Mas Frengky sembari mengambil kursi di sampingku.
"Hanya pertanyaan kecil, kenapa lelaki pekerja keras di depanku ini tak kunjung mencari tambatan hati," kataku sembari mengisyaratkan bahasa tubuh kepada Gilang untuk mengiyakan saja perkataanku.
"Tau, nih, Mbak Nayla menyudutkanku terus," kekehnya dengan dibuat-buat.
"Ya sudah, aku pamit ke belakang dulu, ya. Masih banyak tugas negara yang harus diselesaikan," pamit Gilang beranjak meninggalkan kami.
"Sudah makan? Bunda pengen apa?" tanya Mas Frengky sembari mengelus pipiku lembut.
Semakin muak aku dibuatnya.
"Nggak, aku pengen pulang. Badanku rasanya letih," jawabku seraya menyingkirkan tangannya dari pipiku dengan halus.
"Cahaya pengen apa, Nak?" kini Mas Frengky beralih memandang Cahaya.
Gadis kecil dengan balutan sweater itu hanya tersenyum, "Cahaya lagi nggak pengen apa-apa."
"Oh, oke. Yasudah berarti kita pulang ini, ya? Nggak jadi main ke Nenek?" tanya Mas Frengky masih tetap memandang Cahaya.
Cahaya menggeleng lalu berujar, "Aya pengen main sama Tante Rosa."
Nyes.
Hatiku berdesir, bagaimana bisa putriku mencari wanita jal*ng itu padahal di sebelahnya ada aku sebagai ibu kandungnya.
"Kasihan Cahaya, Mas. Apa kamu tau tempat tinggal Rosa? Biar kita susul aja ke sana," ujarku enteng.
Mas Frengky menggeleng.
"Aku nggak tahu, Bun. Bagaimana kalo kita ke Mall?" tawar Mas Frengky berusaha membujur Cahaya.
Lagi-lagi putriku menggeleng.
"Cahaya maunya sama Rosa, Mas. Bukan mau ke Mall, coba saja aku minta alamat ke Gilang. Bukannya dia menyimpan semua berkas milik karyawan di sini," sahutku sembari beranjak berdiri.
"Ja-Jangan!" sergah Mas Frengky sembari mencengkal tanganku.
"Kenapa kamu menahanku? Apa ada yang sedang kau sembunyikan?" tanyaku sedikit melotot.
"Bukan gitu, di sana 'kan Bapaknya Rosa sedang sakit. Nggak etis banget kalo kita ke sana rusuh, nanti yang ada malah merepotkan. Cahaya maunya main terus sama Rosa, kasihan Bapaknya butuh istirahat. Kalo kita ke sana takut mereka terganggu," jawab Mas Frengky dengan hati-hati.
"Tak apa, sekalian kita bersilaturahmi 'kan dengan orang tuanya. Lagian Cahaya pasti mengerti, dia hanya butuh bertemu dengan Rosa. Aku yakin putriku pintar, dia tak akan membuat gaduh seperti yang kamu khawatirkan," ucapku mantap.
"Nggak usah, Bun. Udah kita di rumah aja, biar nanti aku telefon Rosa agar balik lebih cepat. Mungkin nanti malam dia sudah sampai ke rumah. Bunda tenang aja, ya. Bujuk Cahaya sampai Rosa datang nanti," perintah Mas Frengky membuatku muak.
"Kenapa kamu bisa yakin dia akan kembali nanti malam? Bukannya desanya jauh dan memerlukan waktu hampir lima jam? Bahkan mungkin dia baru saja sampai sekarang ini. Apa kamu sempat menghubunginya?" selidikku pas ke manik matanya.
"Tadi dia cuma berkirim pesan kalau keadaan Bapaknya sudah baikan, nanti biar ku telefon saja, agar pulang hari ini," ujar Mas Frengky salah tingkah.
"Benarkah? Lalu, kenapa dia malah mengirimimu pesan? Bukan membalas pesanku?" tanyaku bertubi-tubi. Mas Frengky terlihat jengah, ia bingung menjawab rentetan pertanyaan yang aku lontarkan.
"Sudahlah, Bun. Hanya hal kecil dan sepele, tak usah kau besar-besarkan. Tumben kamu hari ini kritis sekali? Jadi makin cerewet!" tandasnya sembari menggendong Cahaya.
Blam!
Setelah bertahun-tahun menikah, baru kali ini Mas Frengky berani mengataiku seperti ini.
Oh, oke. Kamu jual aku beli. Setelah bukti kudapatkan, hancurlah kau, Mas!
Mas Frengky menggendong Cahaya, melangkah menuju ke parkiran.
Aku mengambil ponselku dan mengetikkan pesan singkat untuk Gilang.
[Tolong kamu beli CCTV yang paling minim terlihat, siapkan juga beserta tukang. Aku butuh cepat, setidaknya pasang hari ini, ya. Kunci pagar dan rumah ada di bawah keset bermotif doraemon. Aku akan cegah Mas Frengky ke rumah ibunya dulu, lakukan sebelum jam sembilan malam. Aku harap kau bisa kuandalkan untuk saat ini] Send.
Tak menunggu lama, satu balok notifikasi balasan dari Gilang muncul.
[Akhirnya Nyonya sultan sadar juga. Sip, laksanakan. Akan kupastikan semua terpasang dan siap sebelum jam sembilan malam. Kau tenang saja, nikmati waktumu bersamanya sebelum salam perpisahan tiba, xixi]
balasan dari Gilang membuatku lega. Tapi apa katanya?
Nikmati waktu sebelum perpisahan, rasanya menyebut kata berpisah membuat dadaku nyeri.
Bagaimanapun kami pernah melewati segala keadaan berdua selama ini. Tak mudah membelenggu semua kenangan indah yang telah tercipta.
Namun demi kewarasan hidupku, aku rela melepas semuanya.
Segera kuhapus semua pesan bersama Gilang. Aku tak mau rencana pertamaku gagal, jangan sampai aku teledor sedikit saja. Biarlah Mas Frengky mengira, aku masih Nayla yang dengan mudah menurut dan mengiyakan semua ucapannya.
Biarkan dia menikmati perannya untuk saat ini.
Mas Frengky dan Cahaya sudah berjalan mendahuluiku. Mereka sudah duduk dengan manis di dalam mobil.
Aku segera mengambil tempat duduk di samping kemudi.
Cahaya terlihat mengantuk, matanya sayu.
Entah kenapa gadisku akhir-akhir ini terlihat sayu dan keaktifannya berkurang.
Setelah memanaskan mobil sejenak, Mas Frengky menancap gas membelah jalan raya.
"Kita ke rumah Ibu, ya. Dari pada di rumah, nggak papa kita ke sana," ujarku memecah keheningan yang tercipta.
"Kamu yakin, Bun? Bukannya tadi katamu badanmu letih dan ingin bersantai di rumah saja?" kata Mas Frengky sembari menautkan alisnya yang tebal.
"Iya, nggak papa kita ke rumah Ibu. Benar katamu, mungkin saja Cahaya rindu dengan Neneknya. Aku tak boleh egois bukan?" kataku dengan senyum terpaksa.
Mas Frengky tersenyum lebar, dia mengacak rambutku dengan manja.
Kulirik dari spion tengah, tampak Cahaya sudah tertidur sambil memeluk boneka beruang favoritnya.
'Ah ... apa salahnya bermain-main dengan ibu mertuaku sejenak, sebelum sebentar lagi menjadi mantan ibu mertua," batinku dalam hati.
*****
Cerbung ini akan FREE, ya, sampai TAMAT.
Janji!
Tapi sebelumnya, boleh dong difollow dulu akunku dan juga cerita ini😁

Book Comment (137)

  • avatar
    NuorthetaAnnissa

    bagus ceritanya ditunggu kelanjutannya ceritanya 🤗

    17/12/2021

      0
  • avatar
    AnaDesy

    baik sekali

    31/07

      0
  • avatar
    ryapantunpakpahan

    baguss bgtttt

    22/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters