logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

26. lemparan Bola

Selamat membaca!!
***
Anggasta sudah sampai didepan kelas, baru saja kakinya melangkah masuk, semua orang didalam kelas langsung riuh bersorak. Anggasta hanya membuang nafas pelan, dia sudah tau siapa dalang dibalik semua ini. Siapa lagi jika bukan Erik.
Anggasta berjalan menuju mejanya, dia tidak peduli dengan sorakan semua orang, bahkan Erik yang begitu antusias dia abaikan.
"Wahhh selamat-selamat, akhirnya seorang Anggasta bisa memiliki seorang kekasih, apalagi dia seorang Renata." goda Erik.
Anggasya hanya memutar bola matanga malas, "Berisik, jika kamu iri maka pergi sana cari pacar sendiri."
"Aku sudah memiliki seorang pacar kau tau."
"Benarkah? Lalu dimana pacarmu sekarang, apa dia sedang bersama pria lain?" ejekan Anggasta langsung membuat Erik sedikit kesal.
"Jangan bicara sembarangan, tentu saja dia sedang berada dikelasnya."
"Tapi aku tidak pernah melihatnya, apa mungkin dia malu memiliki pacar sepertimu." ejek Anggasta lagi.
"Wahh apa kamu sedang balas dendam saat ini?" Erik menunjuk Anggasta kesal.
Anggata tertawa sangat keras, Erik benar-benar marah padanya, siapa suruh selalu menganggunya.
"Aku kan berbicara fakta, aku tidak pernah melihat pacarmu itu."ucap Anggasta lagi.
"Baiklah nanti saat istirahat aku akan membawa pacarku kehadapanmu." sekali lagi Erik menunjuk Anggasta yang tengah asik tertawa.
"Oke aku tunggu sampai kamu membawanya kehadapanku, baru aku akan percaya."
"Oke." Erik langsung pergi meninggalkan Anggasta yang masih sedikit terkekeh karena tingkah Erik.
Anggasta tiba-tiba terdiam saat peristiwa semalam terlintas dibenaknya.
Gadis itu selama ini sangat menderita, hidupnya tidak pernah baik, Anggasta benar-benar menyesal karena telah berfikiran buruk mengenai Renata waktu itu.
Bahkan dalam kondisi seperti itu dia tidak pernah memiliki dukungan dari siapapun, orangtuanya bahkan mengakui jika mereka lebih sering menghabiskan watunya dalam bekerja dibandingkan mengurus Renata.
Mungkin juga mereka tidak tau akan surat acaman yang Renata dapatkan, entah siapa yang mengirim pesan itu yang jelas Anggasta tau jika Renata pasti merasa tertekan dan takut.
Dia pasti akan mencari tau siapa pengirim surat itu, kali ini dia juga  tidak akan lengah lagi terhadap Renata.
~~~
Renata, Andini dan siswa dikelasnya hari ini tengah berolahraga bersama, mereka semua asik dengan permainan yang saat ini tengah mereka mainkan.
Yaitu permainan bola beracun dimana semua orang harus menghindari lemparan bola yang akan diarah oleh tim yang menjadi kucing atau orang yang kalah dalam bersuten.
Renata maupun Andini sama-sama menghindar dan berlari saat boka mengarah kepada mereka.
Kali ini Baim yang memegang bola tersebut, dia sedang mencari target untuk dia lempari.
Dan dia langsung tersenyum dan mengarahkan bola saat dia sudah memiliki target yang cocok untuk dia lempar,
Renata mengetahui jika Baim menargetkan Andini, terlihat sangat jelas karena Baim terus-terusan menatap Andini.
Baim langsung melempar bola dengan lumayan kencang. Semua orang langsung terkejut saat bola tersebut melesat tepat mengenai kepala Renata.
Renata terdiam karena merasa sangat pusing dikepalanya, Andini juga langsung menghampiri dirinya dan disusul oleh semua orang.
"Aku tidak sengaja, sungguh." Baim terlihat sangat merasa bersalah karena sejujurnya dia menargetkan Andini tapi bolanya malah melesat dikepala Renata.
"Renata, kamu baik-baik saja?" tanya Andini khawatir.
Renata masih belum menjawab karena pandangannya mulai kabur, kepalanya sangat nyeri dan pusing.
"Bawa ke UKS saja." Bima langsung menyuruh Andini juga beberapa temannya untuk membawa Renata ke UKS.
Andini mengangguk dan memapah Renata untuk pergi ke UKS. Begitu sampai dia langsung berbaring diatas kasur.
Kepalanya masih sangat pusing. Meri yang saat itu ikut membantunya memberi air pada Renata.
"Ini minum dulu."
Renata menerimanya, "terimakasih."
Meri mengangguk, "apa masih pusing?" tanyanya.
Renata mengangguk pelan "sedikit."
Andini menghampiri mereka dengan membawa alat kompres untuk Renata. "Ini. Simpan diatas kepalamu yang sakit." Andini menyodorkan alat kompres.
"Terimakasih."
"Aku akan kembali ke lapangan, Andini tetaplah disini, aku akan memberitahu guru jika kamu sedang menemani Renata." ucap Meri.
"Tidak usah, Andini sebaiknya kamu juga kembali ke lapangan, aku baik- baik saja disini."
Andini dan Meri menatap Renata, "sebaikanya ada orang yang menjagamu." saran Meri.
Renata menggeleng pelan, "aku benar baik-baik saja. Sudah kalian kembali kelapangan saja. Terimkasih sudah membawaku kesini."
Mendengar itu Andini maupun Meri hanya bisa menghela nafas pasrah atas ucapan Renata. "Beritahu aku segera jika terjadi sesuatu." ucap Andini pada Renata.
Renata hanya mengangguk sebagai jawaban dan setelah itu Andini maupun Meri keluar dari UKS.
Setelah kepergian mereka Renata langsung berbaring, kepalanya benar-benar pusing. Mungkin dengan tidur sebentar rasa sakit itu akan sedikit menghilang.
Baru saja dia akan memejamkan mata, tiba-tiba pintu UKS dibuka, Renata kembali bangun saat Baim menghampiri dirinya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanyanya.
Renata mengangguk. "Sudah sedikit membaik."
"Aku benar-benar minta maaf, aku tidak sengaja harusnya aku mengarahkan bola itu pada Andini tapi malah kamu yang terkena lemparan." ucap Baim.
"Tidak apa-apa, aku juga sudah merasa baik."
Baim terlihat seperti akan mengeluarkan sesuatu, Renata menatap Baim sedikit curiga pasalnya hari ini Baim terlihat sangat berbeda dari biasanya. Dia menatap Renata dingin.
"Renata...," panggil seseorang.
Renata maupun Baim langsung menoleh, rupanya itu Anggasta.
Anggasta masih mengatur nafasnya sebelumnya kembali berbicara. "Apa kamu baik-baik saja?" Anggasta menghampiri Renata.
Renata mengangguk pelan. Anggasta juga menoleh pada Baim yang saat ini masih diam berdiri menatapnya.
"Sepertinya aku harus kembali kelapangan," Baim mengeluarkan sesuatu dalam saku olahraganya. "Ini untukmu, sekali lagi aku mintamaaf" ternyata Baim mengantongi minuman yang dia beli kantin untuk Renata.
"Terimakasih." ucap Renata dan dibalas anggukan oleh Baim.
Setelah Baim pergi, Anggasta langsung duduk didepan Renata, pria itu menatap Renata lekat.
Renata yang melihat itu tentu saja terlihat bingung, kenapa Anggasta terus menatap dirinya, apa ada yang salah dengan wajahnya.
"Kenapa terus menatapku?" tanya Renata heran.
"Aku hanya memeriksa siapa tau adq luka lain diwajahmu." jawab Anggasta masih menatap Renata, kemudian pria itu mengelus lembut kepala Renata.
Renata hanya diam, dia juga menatap Anggasta. Ada apa dengan pria ini, kenapa sikapnya menjadi seperti ini. Apa mungkin dia sudah tau semuanya?
Renata langsung menepis pelan lengan Anggasta yang masih mengelus kepalanya.
Anggasta menatap kaget dengan reaksi Renata. "Ahh maaf, aku sangat lancang memegang kepalamu."
Anggasta sadar jika perbuatannya memang kurang ajar.
Tatapan Renata menjadi dingin, dia kemudian berbaring membelakangi Anggasta. "Aku akan tidur, sebaiknya kamu kembali kekelas." ucap Renata pelan.
Anggasta tentu saja menyadari perubahan sikap Renata, apa mungkin dia marah karena tingkahnya?
Anggasta masih diam menatap punggung gadis itu, lalu setelah itu dia berdiri. "Aku akan kembali kekelas, beritahu aku segera jika terjadi sesuatu." ucapnya.
Anggasta masih diam berharap mendapat Respon dari Renata, dia tau jika Renata saat ini tidak tertidur dia hanya memejamkam matanya.
Tidak mendapat respon apapun Anggasta berbalik dan pergi dari UKS.
Renata kembali membuka mata setelah mendengar pintu UKS kembali ditutup. "Maaf." gumamnya.
***

Book Comment (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters