logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

24. Pelukan hangat

Selamat membaca!!
***
Malam ini Renata kembali tidak bisa memejamkan matanya, dia terus memikirkan tentang surat yang dia terima disekolahnya.
Siapa yang telah mengirim pesan seperti itu padanya, apa sebelumnya dia memiliki masalah pada orang lain? Jika dipikir dia tidak pernah berurusan dengan siapapun.
Renata mengubah posisinya menjadi duduk. Ibu dan ayahnya masih belum pulang, Renata benar-benar sendirian saat itu. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam.
Dia mengambil ponsel miliknya berharap mereka memberi kabar padanya, namun nihil tidak ada satu pesan apapun yang mereka sampaikan.
Renata kembali menyimpan ponselnya dan berniat untuk memaksakan tidur.
PRANGG
Renata sangat terkejut dengan suara pecahan kaca yang tertembus melalui jedela kamarnya, matanya langsung beralih menuju penyebab pecahnya kaca jendela.
Renata menemukan sebuah batu yang terbungkus dengan kertas, dengan rasa takut Renata mengambil batu tersebut dan memisahkannya.
Rupanya didalam kertas tersebut berisikan sebuah surat, dengan tangan gemetar Renata membaca isi surat yang dikirim untuknya.
To : Renata Adijaya
Maaf, aku harus memecahkan jendela kamarmu, aku hanya ingin mengucapkan selamat malam untukmu. Tidur yang nyenyak jangan sampai menggores lenganmu lagi hanya karena kamu tidak bisa tidur. Tunggu kabar baik yang akan aky sampaikan. SELAMAT MALAM
Dari : Penggemar setiamu ;)
Renata langsung membuang kertas tersebut, dia benar-benar takut. Dengan langakah cepat Renata langsung mengambil ponsel miliknya dan berlari menuju kamar mandi kemudian menguncinya.
"Ayahh aku takut." Renata menangis histeris dan berusaha untuk menghubungi orangtuanya.
"Ibu tolong aku!! selamatkan aku." jerit Renata.
Panggilannya langsung tersambung setelah Renata beberapa kali mengubungi ayahnya.
"Ayah masih ada ra–"
"SELAMATKAN AKU AYAHHH!!!!" Teriaknya.
"Ada apa? sayang dengar ayah, ada ap–"
Renata langsung menjatuhkan ponsel miliknya. Dia menjerit ketakutan.
Disisi lain Anggasta baru saja selesai dari kamar mandi, setelah itu dia langsung turun dan menemui ibunya yang sedang berada diruang tengah.
"Apa ibu sudah makan?" tanyanya.
"Sudah tadi di Rumah Sakit. Apa kamu belum?" tanya Sopia.
"Aku baru saja makan lalu setelah itu pergi mandi." jelasnya.
Sopia memangguk pelan. "Hari ini harusnya Renata melakukan konseling, tapi dia tidak datang. Ibu sudah menghubungi tadi tidak dia jawab, orangtuanya juga sibuk dikantor. Apa kamu tadi disekolah melihatnya?" tanya Sopia.
Anggasta terdiam, apa terjadi sesuatu padanya? Terakhir yang dia lihat Renata sangat pucat. Kenapa dia tidak mengeceknya kembali.
"Anggasta?!" Sopia kembali memanggil Anggasta karena dia malah diam.
"Aku tidak tau, tadi aku lihat dia baik-baik saja." bohongnya.
"Benarkah?"
"Ibu, apa aku boleh meminta nomor ponselnya?!"
Sopia menyerit bingung, kenapa dia malah ingin meminta nomornya.
"Untuk apa? Kamu menyukainya?" tanya Sopia.
"Tidak, berikan saja."
Sopia terkekeh pelan mendengar jawab gugup dari Anggasta. "Ini." Sopia menyodorkan pinsel miliknya dan tentunya langsung diterima oleh Anggasta.
"Karena kamu sudah meminta nomornya, ibu minta kamu untuk pergi kerumahnya untuk mengecek keadaannya. Ibu khawatir mungkin Saat ini dia sendirian dirumahnya."
Anggasta kembali diam, dia benar-benar tidak menyangka jika orangtua Renata akan selalai itu menjaganya, bukankah seharusnya dalam kondisi Renata yang seperti itu mereka harusnya menjaga dan memperhatikannya.
"Baiklah." Anggasta mengembalikan ponsel milik ibunya dan langsung pergi ke dalam kamarnya untuk mengganti pakaian lalu setelah itu dia akan pergi ke rumah Renata.
~~~
Mila dan Harry langsung masuk begitu saja saat sudah sampai didalam rumah, mereka saat itu juga langsung menghentikan rapat dan pulang ke rumah.
Mereka sangat panik saat Renata tiba-tiba saja menghubungi mereka dan menjerit histeris.
"Renata!!" panggil Harry sangat keras.
Harry dan Mila langsung membuka pintu kamar Renata dan mendapati sebuah kaca berserakan dilantai.
"Apa yang terjadi?" Mila sangat terkejut dengan semua kekacauan ini.
Harry berjalan menuju pintu kamar mandi dimana Renata ada didalamnya.
"Sayang ini ayah dan ibu, buka nak," ketuk Harry pelan.
"Sayang ini ibu," panggil Mila.
Renata langsung membuka pintu kamar mandi.
Mila dan Harry sangat terkejut dengan kondisi Renata saat ini, seluruh badannya sudah basah kupup, tetesan darah terus keluar dari lengannya. Lagi-lagi dia menggoreskan lengannya.
"Apa yang terjadi denganmu." tangis Mila.
Harry langsung mengambil handuk dan membungkus badan Renata. Mereka membawa Renata keluar dari kamar dan duduk di kursi ruang tengah.
Renata hanya diam dengan kondisi yang sangat menyedihkan.
"Aku sungguh benci!!!!" teriak Renata marah.
Dia melepas rangkulan ibunya dan menepis lengan Ayahnya, dia juga membuang handuk yang melilit ditubuhnya.
"AKU BENCI KALIAN!!!" Teriaknya lagi.
Mila menutup mulut tidak percaya dengan ucapan anak gadisnya ini.
Bahkan Harry juga tak mampu mengatakan apapun lagi, mereka memang salah karena membiarkan Renata sendirian didalam rumah.
"KENAPA TIDAK MEMBIARKAN AKU MATI SAJA HAH!! AKU SUNGGUH BENCI SEPERTI INI!! KALIAN TIDAK MENYAYANGIKU." Renata menjerit dan menangis sangat keras.
Dia sudah tidak bisa lagi menahan semua ini. Bahkan dalam kondisi seperti ini yang mereka lakukan hanya diam hanya DIAM.
"Aku mohon Ayah, kenapa saat itu kalian menyelamatkanku jika pada akhirnya kalian akan tetap seperti ini. Aku sakit AYAH, aku sakit IBU. Kenapa kalian masih sibuk dengan pekerjaan sialan itu,"
"HANYA AKU YANG MENDERITA HANYA AKU, KENAPA TIDAK KALIAN SAJA, KENAPA AKU YANG HARUS MENANGGUNG SEMUA KESALAHAN KALIAN KENAPA?!!".
"Sayang dengar ibu nak, ibu minta maaf karena pulang larut." Mila menyentuh bahu Renata pelan mencoba untuk membuatnya tenang, namun tangan itu langsung ditepis oleh Renata.
"JANGAN SENTUH AKU!!" Renata berjalan mundur saat Mila mencoba untuk menyentuhnya lagi.
"Apa salahku, aku bahkan tidak pernah menyakiti siapapun. Jelaskan padaku apa salahku?!!" tanyanya.
Mila maupun Harry sama-sama terdiam, mereka tidak tau harus melakukan apa, ini pertama kalinya dia seperti ini.
"Kenapa kalian tidak menjawabku?" Renata mengambil sebuah vas bunga dan melemparnya asal.
Mila menjerit histeris mendengar itu, Renata sudah tidak bisa mengendalikan dirinya lagi.
Pintu masuk tiba-tiba dibuka oleh seseorang, Mila maupun Harry terlihat sangat terkejut. Mereka tidak mengenalnya.
"Apa yang kamu lakukan disitu. Siapa kamu?" tanya Harry.
Dia tidak menjawab ucapan Harry dan langsung berjalan menuju Renata.
Dia langsung memeluk erat tubuh gadis itu tanpa peduli dengan rasa terkejut yang ditunjukan oleh Harry dan Mila.
"Tenanglah, aku sudah ada disini." Anggasta mengusap lembut punggung Renata.
Renata menjerit dan memukul- mukul punggung Anggasta.
"Renata, ini aku Anggasta. Sadarlah ini aku, kamu sudah aman bersamaku. Aku mohon."
Anggasata semakin mengeratkan pelukannya berusaha untuk membuat gadis dalam pelukannya tenang, dia sungguh tidak tega melihatnya seperti ini.
Dia sudah mendengar semuanya, mendengar percakapan antara Renata dan orangtuanya.
"Aku akan selalu ada untukmu, kamu ingat dengan janji yang aku ucapkan waktu itu bukan."
Perlahan tangis Renata mulai mereda, dia membalas pelukan Anggasta dengan sangat erat. "Aku sungguh takut."
***

Book Comment (138)

  • avatar
    SariLinda

    bagus banget ini

    03/08

      0
  • avatar
    WijayaAngga

    Bagus ka, ada lanjutannya ga? atau cerita yang 11 12 ma ini bagus banget soalnya

    23/07

      0
  • avatar
    Abima aKeynan

    bgs

    11/06

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters