logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 12 Pertengkaran Ulum menjadi kesempatan Tia

"Itu teman Fatma Mas," kata Fatma.
"Tadi katamu tidak ada tamu?" tanya Ulum.
"Maaf Fatma berbohong," kata Fatma.
"Kamu ada hubungan apa dengan dia? Kalian terlihat begitu mesra." tanya Ulum.
"Dia hanya temanku," kata Fatma.
Ulum masuk kedalam kamar, saat duduk diatas ranjang Ulum menemukan bungkus alat kontrasepsi diatas ranjang.
"Fatma...," panggil Ulum dengan nada tinggi.
"Ada apa sih Mas? Kok marah?" tanya Fatma berlari kekamar.
"Ini apa?" tanya Ulum menunjukkan bungkus alat kontrasepsi pada Fatma.
Fatma sangat kaget, Ulum memeriksa tong sampah terdapat sebuah alat kontrasepsi bekas pakai disana.
"Siapa yang menjadi selingkuhan mu?" tanya Ulum.
"Aku tidak selingkuh Mas." sanggah Fatma.
"Ini sudah ada buktinya kamu masih mengelak? Jawab jujur Fatma." bentak Ulum.
"Maaf Mas saya melakukannya agar dapat uang buat kebutuhan kita." kata Fatma.
"Jadi kamu jual diri?" tanya Ulum penuh emosi.
"Ya mau gimana lagi Mas Ulum kan beberapa bulan tidak kerja." jawab Fatma.
"Tapi aku tidak menyuruh kamu jual diri Fatma." kata Ulum lalu keluar dari rumah dengan membawa sepeda motornya.
Ulum pergi tanpa tujuan hingga waktu malam tiba dia masih berkeliaran diluar.
"Ulum...," panggil Tia.
"Tia, sedang apa disini?" tanya Ulum.
"Aku mau makan, kamu sendiri ngapain?" tanya Tia.
"Saya sedang sedih Tia, Fatma selingkuh." jawab Ulum.
"Mari kita pergi makan sambil ngobrol!" ajak Tia.
Ulum dan Tia masuk ke sebuah cafe mereka makan lalu berbincang-bincang.
"Kenapa kamu bisa meyimpulkan kalau Fatma selingkuh?" tanya Tia.
"Aku menemukan alat kontrasepsi bekas pakai ditong sampah. Dia juga sudah mengakui katanya dia melakukan itu untuk mendapatkan uang." kata Ulum. "Semua memang salahku aku terlalu lama menganggap." kata Ulum menyalahkan dirinya sendiri.
"Tidak sepenuhnya salah kamu, semua tergantung Fatma kalau dia imannya kuat nggak akan melakukan itu." kata Tia. "Kamu jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri." kata Tia.
"Lalu aku harus gimana?" tanya Ulum.
"Biarkan Fatma dulu, jika dia masih mengulang baru kamu kasih tindakan. Misalnya kamu ceraikan dia." kata Tia.
"Cerai? Aku belum bisa melakukan itu." kata Ulum.
"Kamu itu lelaki jangan mau ditindas sama perempuan." kata Tia. "Kalau Fatma orang yang baik pasti dia akan jaga dirinya bukan malah menjualnya." tambah Tia.
"Benar juga sih," kata Ulum.
"Kamu kan tampan pasti banyak yang mau sama kamu." kata Tia sambil menggenggam tangan Ulum.
Seketika Ulum langsung merasa diperhatikan oleh Tia.
"Terimakasih Tia kamu sudah mau mendengar curhatan ku." kata Ulum.
"Jika ada masalah jangan sungkan cerita sama aku. Kalau aku bisa pasti aku bantu." kata Tia tersenyum pada Ulum.
"Tia sudah punya suami?" tanya Ulum.
"Aku masih single Ulum, jadi bebas dekat sama siapa saja." kata Tia.
"Wah cantik begini kok jomblo sih, sayang aku udah punya istri kalau belum udah aku pacar." kata Ulum.
"Dipacar juga boleh kok," kata Tia.
"Masak Tia yang bos dari perusahaan punya kekasih seorang OB. Apa Tia nggak malu?" tanya Ulum.
"Ya nggak lah, apa Ulum nggak mau ya sama aku?" tanya Tia.
"Mau lah, tapi gimana dengan Fatma?'' tanya Ulum
"Soal Fatma mah gampang, kalau Fatma bisa selingkuh kenapa kamu tidak." kata Tia.
Mulai saat itu hubungan Tia dan Ulum semakin dekat.
"Tia yakin mau jalin hubungan dengan Ulum?" tanya Ulum meyakinkan.
"Yakinlah, pasti kamu yang tidak yakin." kata Tia menunjukkan wajah sedihnya.
"Tia jangan sedih gitu, aku cuma takut kalau Fatma nanti bakal menyelakai kamu kalau tahu hubungan kita." kata Ulum.
"Aku nggak akan takut dengan Fatma." kata Tia.
"Baiklah kalau gitu, jangan sampai Fatma tahu." kata Ulum.
"Pasti iti," kata Tia tersenyum senang.
"Terus gimana dengan teman kantor?" tanya Ulum.
"Bilang saja kamu teman lama ku jadi wajar kalau kita akrab. Tapi jangan sampai mereka tahu hubungan kita." kata Tia.
"Baiklah kalau begitu," jawab Ulum tersenyum.
Ulum merasa dirinya sangat beruntung bisa dekat dengan Tia yang kaya raya dan cantik itu. Ulum yakin Tia akan royal dengan dia.
"Kok ngelamun sih," kata Tia.
"Ngelamunin kamu lah," jawab Ulum menggoda.
"Ih kamu deh bikin gemes," kata Tia manja. "Oh ya sepertinya aku akan beli rumah dikampung Ulum jadi kita bisa gampang kalau mau ketemu." kata Tia.
"Wah bagus itu Tia," kata Ulum.
"Oh ya Fatma nggak cerita ya, kan dia yang mengurus pembelian rumah itu?" tanya Tia.
"Nggak tuh, dia nggak cerita." jawab Ulum.
"Tuh kan dia mulai rahasia-rahasia sama kamu. Berarti dia takut kamu minta bagian kalau dia dapat uang." kata Tia.
"Benar juga sih," kata Ulum.
"Padahal suami istri kan harusnya saling percaya. Tapi Fatma sudah tidak percaya pada kamu." kata Tia.
"Dasar Fatma mata duitan, pantas saja aku nggak kerja dia selalu punya uang." kata Ulum.
"Harga diri kamu jadi lelaki udah diremehkan sama dia." kata Tia.
"Biarkan saja nanti kalau aku sukses biar aku balas." kata Ulum.
"Harus itu biar dia tahu kekuatan lelaki." kata Tia.
Ulum tampak sudah nyaman curhat dengan Tia. Begitupun Tia dia senang karena aksinya mendekati Ulum berjalan dengan lancar.
"Tia kira-kira kapan ya saya bisa naik jabatan kerja dikantor? Bukan OB lagi." tanya Ulum.
"Sabar ya yang penting kamu rajin kerjanya biar cepat naik jabatan. Lagian saat ini belum ada lowongan yang tepat buat kamu." jawab Tia.
"Baiklah kalau begitu," kata Ulum.
Ponsel Ulum berdering, Ulum tidak mengangkatnya.
"Siapa? fatma ya?" tanya Tia.
"Iya paling nyuruh pulang." jawab Ulum.
"Ngapain juga sih dia masih cariin kamu. Dia kan yang bikin salah, kalau dia minta maaf jangan kamu maafin. Pasti nanti diulangi lagi," kata Tia.
"Tapi pasti dia nangis-nangis alu nggak tega kalau lihat wanita nanti." kata Ulum.
"Kamu harus tega dan tegas sama dia. Dia kan udah nyakitin hati kamu." kata Tia.
"Iya juga sih," kata Ulum.
"Kamu jangan lemah menghadapi istri kamu yang licik itu." kata Tia.
"Tia kalau keluarga kamu tahu hubungan kita gimana?" tanya Ulum.
"Keluarga aku itu bebasin aku berhubungan sama siapa saja." kata Tia. "Mereka nggak suka ngatur-ngatur aku, aku kan udah dewasa." kata Tia.
"Bagus kalau begitu,"kata Ulum senang.
"Iyalah aku kan anak kesayangan Mama dan Papa. Jadi mereka membebaskan aku." kata Tia.
"Enak nih kalau gitu," kata Ulum.
"Pastinya dong," kata Tia tersenyum.
"Oh ya udah malam nih gimana kalau kita pulang saja?" tanya Ulum.
"Kamu mau pulang kerumah?" tanya Tia.
"Kalau nggak kerumah mau kemana lagi Tia? Masak ikut kerumah Tia." goda Ulum.
"Ya nggak juga sih," kata Tia tersipu malu.
Mereka lalu pulang kerumah masing-masing.
Fatma masih menunggu Ulum pulang padahal sudah Jam 11 malam.
"Darimana saja baru pulang?" tanya Fatma sinis.
"Bukan urusan kamu, urus tuh selingkuhan kamu. Mentang-mentang suami hanya jadi OB jadi kamu remehin." kata Ulum.
"Siapa yang remehin kamu mas? Aku malah bantu kamu. Kalau aku nggak cari duit kita makan pakai apa selama kamu menganggur? mikir dong." kata Fatma.
"Kamu dong harusnya yang mikir, apa harus dengan jual diri buat bantu suami? Itu namanya kamu nggak bisa jaga harga dirimu sendiri." jawab Ulum.
"Terus salahin aku mas, biar kamu puas." teriak Fatma.
"Ya tentu memang kamu salah." bentak Ulum.
Malam ini mereka pisah ranjang, Ulum merasa sudah tidak dihargai oleh Fatma. Sebagai seorang suami Ulum sudah berusaha agar mendapat pekerjaan namun belum ada yang memanggilnya.
"Siapa yang betah sama wanita kayak kamu Fatma. Diluar saja banyak cewek cantik yang mau sama aku termasuk Tia." kata Ulum sambil merebahkan tubuhnya diatas ranjang.
Ulum tertidur dan mimpi menikah dengan Tia, hidup mereka bahagia. 
"Senangnya bisa menikahi kamu Tia?" tanya  Ulum tersenyum senang.
"Aku juga senang Ulum, kita pasti akan hidup bahagia." kata Tia. 
Namun datanglah Fatma mengacaukan pesta pernikahan mereka.
"Dasar wanita perebut suami orang," teriak Fatma dengan sangat marah.
"Pak Satpam, tolong usir wanita ini!" perintah Tia.
Fatma diseret oleh dua satpam rumah Tia.
"Akan aku balas perbuatan kamu Tia dan Ulum. Kalian akan menyesal telah menyakiti aku." kata Fatma.
Ulum merasa kasihan melihat Fatma diseret, "Tolong hentikan," teriak Ulum.
Ulum mendekati Fatma, tangan Fatma sudah dilepaskan oleh 2 satpam tadi.
Plak
Fatma menampar pipi Ulum dengan sangat kasar.
"Dasar lelaki mata duitan kamu menikahi Tia karena dia kaya kan? Karena kamu ingin hartanya kan?" bentak Fatma.
"Jaga mulut kamu, jangan bikin malu," kata Ulum.
Fatma mengambil minuman lalu menyiramnya ke wajah Ulum.
Seketika Ulum terbangun, Fatma sudah berkacak pinggang dengan gayung kosong ditangannya.
"Kenapa kamu guyur aku?" tanya Ulum.
"Waktunya kerja, jangan tidur melulu. Apa kamu mau dipecat Tia?" teriak Fatma. 
Ulum meraih ponselnya benar saja sudah pukul 7 dia bergegas mandi. Tanpa sarapan dia langsung berangkat kerja. Fatma merasa dicuekin oleh Ulum.
Fatma akhirnya kerumah sakit karena dia bosan dirumah.
****
Sesampainya dikantor Ulum langsung kerja untung saja tidak terlalu telat.
"Baru datang ya?" tanya Tia yang baru sampai kantor.
"Iya bu, telat bangun." jawab Ulum.
"Makanya jangan bergadang," kata Tia.
"Kan bergadang sama kamu," goda Ulum.
"Ah kamu bisa aja, udah sana kerja yang rajin." kata Tia menepuk bahu Ulum.
Beberapa karyawan yang melihat tampak curiga dengan kedekatan mereka.
"Ulum ada hubungan apa kamu sama Bu Tia?" tanya Susi.
"Nggak ada dia teman lama aku jadi wajar jika kami akrab." jawab Ulum.
"Ah aku nggak percaya, pasti ada sesuatu diantara kalian." kata Susi. "Jangan-jangan kamu mantan pacar Bu Tia." kata Susi.
"Bukan lah, kamu udah sana kerja nanti dimarahin Bu Tia." kata Ulum.
Susi masih mencurigai Ulum yang sangat dekat denga Bu Tia. Padahal baru kerja 2 hari tapi mereka tampak sangat akrab dan mesra.
"Dia berani godain Bu Tia lagi pasti ada sesuatu." kata Susi.
"Siapa Sus yang berani godain saya?" tanya Tia.
"Nggak Bu, Ibu salah dengar kali." jawab Susi gelagepan.
"Nggak kok tadi aku dengar kamu nyebut namaku." kata Tia.
"Itu Ulum Bu maksud aku," jawab Susi.
"Dia teman lama aku jadi wajar kalau kita akrab. Kamu dan yang lain jangan curiga sama kita." kata Bu Tia.
"Iya Bu, maafkan saya Bu." kata Susi.
"Iya nggak apa-apa Sus." kata Tia lalu masuk keruangannya.
"Kasihan kena omel bu Tia," kata Hana.
"Nggak kok Bu Tia nggak marah dia cuma bilang dia dan Ulum teman lama." kata Susi.
"Oh ya kamu percaya?" tanya Hana.
"Nggak tahu ah, malas ngurusin mereka takut dipecat." kata Susi lalu duduk ditempatnya.
"Punya rasa takut juga kamu ternyata, kirain kamu berani sama Bu Tia." kata Hana.
"Ya takut lah Bu Tia kan salah satu pimpinan disini, kalau dipecat nanti nggak bisa shoping lagi dong. Jadi pengangguran tuh nggak enak." kata Susi.
"Emang pernah nganggur kamu?" tanya Hana.
"Pernah lah, malah aku nggak dikasih jatah uang belang sama suami." kata Susi.
"Ngenes banget kamu Sus," kata Hana.
"Jangan ngerumpi kerja," kata Amalia.
"Tuh Hana ngajak ngobrol terus." kata Susi.
"Kalian sama aja sih, doyan gibah." kata Amalia.
"Kayak kamu nggak aja," kata Hana sambil duduk dan menyalakan komputernya.
Amalia duduk ditempatnya dia membawa beberapa dokumen kerjanya Tia.
"Selamat pagi, Tia ini ada beberapa dokumen yang harus kamu cek." kata Amalia sembari duduk.
"Taruh meja aja dulu," kata Tua sambil menatap layar leptopnya.
"Semalam kayaknya ada yang tidur malam nih?" tanya Amalia.
"Kok kamu tahu?" tanya Tia.
"Tuh kantung mata kamu kelihatan." kata Amalia.
"Iya semalam aku ketemu Ulum dia curhat kalau istrinya jual diri." kata Tia.
"Hah kok bisa?" tanya Amalia penasaran.
"Iya dia menemukan alat kontrasepsi bekas pakai ditong sampah kamarnya. Istrinya sudah ngaku kalau dia jual diri buat nyukupin kebutuhan selama Ulum nganggur." kata Tia.
"Wah kesempatan bagus dong buat kamu dekatin dia?" tanya Amalia.
"Pasti lah aku manfaatnya itu buat mengelabuhi Ulum. Nampaknya Ulum ngikutin saran aku deh." jawab Tia. ''Bahkan kita diam-diam menjalin hubungan. Tapi jangan sampai ada yang tahu ya." kata Tia.
"Kamu nekat juga Tia." kata Amalia.
"Buat apa nunggu lama kalau udah ada kesempatan." kata Tia.
"Ulum mau?" tanya Amalia.
"Awalnya dia keberatan tapi akhirnya mau juga karena aku pasang muka sedih dihadapan dia." jawab Tia. "Katanya dia takut aku disakiti sama Fatma. Aku yakinin dia terus akhirnya dia mau." tambah Tia.
"Kamu benar-benar berani Tia, padahal itu hal yang sangat beresiko loh." kata Amalia mengacungkan jempolnya pada Tia.
"Harus berani lah semua demi misiku." kata Tia. "Aku ingin mereka cepat hancur." tambah Tia.
"Kamu nggak takut Pak Samsul marah?" tanya Amalia.
"Papa sama Mama tahu semua kegiatan Misiku ini jadi aku nggak perlu takut." kata Tia. 
Saat mereka ngobrol tiba-tiba pintu diketuk. Mereka langsung terdiam," Iya silahkan masuk!" kata Tia.
Ulum muncul untuk membersihkan ruangan Tia.
"Tia aku balik dulu ya ke mejaku, jangan lupa dokumennya dicek." kata Amalia berdiri dan berjalan menuju pintu.

Book Comment (259)

  • avatar
    RidwanDeden

    good job

    09/08

      0
  • avatar
    MulianiFitri

    👍🏻

    28/07

      0
  • avatar
    HusnaDamia

    best

    28/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters