logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 6 menuju perpisahan

Pagi ini aku berencana untuk pergi ke pengadilan agama. Aku ingin segera mengurus perpisahan ku dan mas Danang. Pagi ini berjalan normal tanpa ada drama,entah rengekan mas Danang yang tak mau pisah ataupun rengekan kedua putriku. Aku bisa bernafas sedikit lega.
Siang itu aku memaju mobilku secara perlahan. tiba tiba hpku berbunyi,rupanya ada pesan dari aplikasi si hijau. Aku menepikan mobil,berniat membukanya siapa tau penting.
085xxxxx
mbak bisa ketemu sekarang?
Karin.
Ada apa lagi ini Karin? Pikirku. Kemudian aku mulai mengetik balasan
iya... Ada apa? Aku sedang perjalanan ke pengadilan. Mungkin kita bisa ketemu setelahnya
Tak berapa lama hpku berbunyi lagi. Cepat sekali? apa ada sesuatu yang penting?
085xxxx
tidak mbak,aku mau sebelum dari pengadilan.Penting mb.
Kemudian aku menjawab
iya. Aku tunggu di kafe cempaka 5menit lagi.
Aku kembali melajukan mobilku. Tak berapa lama sampailah di kafe tujuanku. Aku mengedarkan pandanga. ke sekliling ruangan,siapa tau Karin sudah sampai. Dan ternyata belum. Aku kemudia. melangkah ke sudut belakang pojok,tempat duduk yang tidak terlalu mencolok. Setelah aku memesan minum tak lama Karin datang. Aku melambaikan tangan tanda memberitau keberadaanku,Karin membalas lambaian lu dan kemudian mendekat.
"Ada apa?"Tanyaku tanpa basabasi.
"Mbak,aku menolak menikah dengan mas Danang kalau mbak dan mas Danang akan bercerai. Biarlah aku yang pergi mbak." Ucapnya penuh keyakinan.
"Kamu mau menikah atau tidak,itu bukan urusanku. yang kelas perpisahan ini akan tetap terjadi." semua terdiam.
"Apa kamu nggak mikir dengan nasib anakmu,kalau dia lahir tanpa ayah?" tanyaku lagi.
Kali ini ia terdiam raut mukanya rampak kacau rak laruan.
"Aku akan mengugurkannya mbak. Mumpung masih muda."jawabnya membuatku tersedak dan melonggo.
"Gila kamu???? Hatimu terbuat dari apa? ingin membunuh bayi tak berdosa itu."semua terdiam
"kamu harus bertanggungjawab atas apa yang kamu perbuat."Sambungku
"Tapi mbak,bagaimana kuliahku?"
"Ambillah cuti kalau kehamilanmu sudah tua." jawabku. Ia hanya terdiam.
"Masalah ini sudah tidak bisa di tawar. lebih baik kamu ikuti saja takdir dari yang kuasa." Kemudian aku berdiri.
"Kamu ikiut ke pengadilan?"Ajakku tetapi ia dengan cepat menggelengkan kapala,tanda penolakan.
" Ya sudah aku pergi." Aku melangkah keluar kafe,kembali memacu mobilku dengan kecepatan sedang.
Di dalam mobil kembali aku mempertimbangkan keputusanku. lagi lagi mentok. Aku rasa ini adalah keputusan terbaik.
ya semoga saja.
Di dalam kantor pengadilan semuanya berjalan lancar. Mungkin 2 atau 3 minggu lagi aku menjalani sidang. Aku ingin semuanya segera berahir
Dan Mas Danang bisa segera menikahi Karin. sebelum perutnya semakin membesar.
Seminggu kemudian.
Aku menjalani proses sidang untuk pertama kalinya. Aku menghadirkan Karin sebagai saksi,supaya semuanya segera berahir. Dengan kehadiran Karin sebagai saksi,tentu sangat membantu. Tanpa proses lebih berbelit belit sudah resmilah aku menhadi janda,hanya tinggal menunggu surat cerainya keluar. Aku melihat tak ada gurat kebahagiaan di dalam wajah Karin,Ia tampak datar. Apa ia tak bahagia dengan perpisahan kami?
"Karin. Kenapa kamu tak bahagia?" Tanyaku.
"Bagaimana aku mau bahagia mbak? Kalau aku menghancurkan kebahagiaan yang lain?" ucapnya.
"Aku sungguh tak menginginkan ini mbak. Kenapa cita ciraku malah menghancurkan banyak kebahagiaan.?" Terlihat wajah penuh penyesalan di dalam wajah Karin.
kami terdiam,sibuk dengan pikiran masing masing.
"Sudahlah. Tak usah kau sesali semua tak usah kau ratapi terus menerus. Anggaplah ini ujian dari cita citamu. Kau harus memikah dengan Mas Danang untuk terus bisa membiayai kuliahmu." ujapku sembari beranjak dari tempat duduk.
"Ayo. aku antar kau pulang." Ajakku kemudian. Karin hanya mengguk dan berjalan mengikutiku dari belakang.Di sepanjang perjalanan aku Dan Karin banyak terdiam. Kami memilih untuk tidak lagi membahas apa yang telah terjadi.
sesampainya di rumah Karin aku di sambut oleh ayah dan ibunya tak lupa adik kesayangannya Sofia.
"Selamat datang nduk. Gimana kabarmu?" Tanya bapak penuk keramahan.
"Baik pak. Alhamdulillah" ucapku sembari tersenyum.
"Ayo masuk dulu nduk. Ibu sudah buatkan camilan untuk teman ngobrol." Ajak ibu sembari mengandeng tanganku,membuatku tak enak hati ingin menolaknya. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Pak,buk.... Maaf sebelumnya. Jangan dikira aku menceraikan mas Danang dengan alasan Karin. Dengan atau tanpa Karin menikah dengan Mas Danang aku tetap bercerai bu."Ucapku sembari menggengam tangan seorang ibu yang sedang menangis di hadapanku. Ia hanya mengangguk.
"Saya hanya tidak bisa menerima penghianatan ini pak. Saya bukan tipe orang yang benci pologami. Jauh sebelum ini saya sudah pernah menawarkan kalau ia ingin menikah lagi boleh. Tapi bukan untuk selingkuh." terangku.
"Kamu wanita kuat nak." puji bapak padaku.
Aku hanya tersenyum.
"Apa mbak nggak mau memperjuangkan Mas Danang? Kenapa mbak melepaskannya begitu saja?"tanya Sofia.Aku tersenyum.
"Sof,laki laki itu ibarat pasir. Kita genggam erat maka ia akan mencaari celah jari kita untuk kabur. Dan kalau pasir itu tak kita genggam maka ia akan habis tersapu angin."terangku.
"Ngak ngerti mbak." Ucapnya sambil nyengir dan mengaruk kepalanya yang tak gatal.
"Untuk apa kita mempertahankan orang yang telah membohongi kita? Tak ada jaminan ia tak akan berbohong lagi." terangku sambil tersenyum. Karin dan Sofia tersenyum,tetapi senyum yang ia keluarkan adalah senyum kepedihan.
"Mbak. Apa nanti setelah aku menikah,mas Danang juga akan membohongiku?" Tanya Karin dengan raut was was.
"Nggak ada jaminan dia nggak bihongin kamu. Tapi juga tidak menutup kemungkinan ia sudah tobat. Berdoa saja" ucapku kemudian.
"Sepertinya aku harus pulang dulu pak,bu.. Sekalian mau beres beres rumah. sementara aku dan mas Danang harus hidup terpisah dulu. Sedangkan mas Danang belum bisa tinggal di sini."
"Baik ndul. hati hati. Semoga Allah membalas semua deritamu dengan kebahagiaan yang tak henti. nak." Ucap bapak. Aku ha ya mengangguk. Kemudian aku berpamitan.
#####
Di rumah.
Sore ini aku sibuk mengemas barang barangku dan anak anak. Aku berencana untuk pindah ke rumah ayahku yang ada di sebrang komplek. Untuk sementara biarlah rumah ini di tempati mas Danang.
"Kamu serius?" kata mas Danang tiba tiba muncul dari balik pintu.
"Iya. sekarang kita sudah bukan suami istri. jadi aku sementara akan keluar dari rumah ini. Pas kamu sudah menikah nanti kamu akan tinggal di rumah Karin,dan aku akan kembali ke rumah ini." Terangku.
"Baiklah kalau itu maumu. Aku yang akan pergi dari sini. Biar aku mencari kontrakan untuk sementara."
"terserah kamu kalau itu mas." Ucapku sembari meletakkan kembali tas ku dalam lemari.
"Kalau begitu cepatlah berkemas. Kita sudah bukan muhrim lagi." Kataku sembari mendorongnya pelan untuk keluar dari rumah.
#####
POV Danang
Aku keluar dari kamar Nadia dengan langkah gontai. Aku berjalan menuju kamar anak anak yang selama ini sempai aku abaikan. Aku membuka pintu pelan,ku dapati kedua putriku sedang asik bermain.
"Sayangnya papa." Tegurku
"Ada apa?" Tanya Putri.
"Putri,Lintang. Papa mau pergi. kalian tinggal dengan mama ya,jangan nakal." Kataku
"Papa mau ke tempat mama
baru?"Tanya Putri.
dek
kenapa anak ini tau? Ternyata Nadia memang sudah mempersiapka. semuanya. Bahkan mental anak anakpun sudah ia siapkan. Sebegitu mudahnyakah kamu berpisah dariku Nadia. Kemudian aku beranjak dari dudukku,aku melangkah pergi.
#####
#####
bersambung dulu ya mak...
Mohon krisannya. dan tinggalkan jejak d comen n like ya mak.

Book Comment (64)

  • avatar
    WahyuningsihNita

    Bagus👍

    04/06

      0
  • avatar
    AwaliahAdilah

    sukaaa mnarikk

    27/05

      0
  • avatar
    nur annisa

    saya suka dengan cerita ni

    22/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters