logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

part 7

Aku senang sekali ayah di rumah 3 hari ini. Rasanya seperti di beri hadiah yang banyak oleh seseorang. Betapa tidak. Ayah ku sudah 2 minggu ini tidak pulang. Aku hanya mampu mendengar suaranya saja saat menguping ibu bertelfon dengan ayah.
Hari ini ibu ke rumah bu Joko sendirian. Sedangkan aku dan Sandi berada di rumah dengan ayah. Sandi bermain di halaman rumah di temani ayah dan aku. Kami bermain istana pasir. Halaman kami masih berupa tanah. Di sinilah biasanya aku dan adik ku ini bermain.
Sedang asyik-asyiknya bermain, ada teman ku datang. Dia adalah Dina.
"Tania. Ini aku bawakan tugas besok untuk mu. Aku sudah selesai mengerjakanya tadi. Kini giliran mu. Ini buku paketnya"ucapnya seraya menyerahkan buku tebal padaku.
"Makasih ya, Din. Maaf aku lupa jika hari ini aku harusnya kerumah mu untuk tanya tugas. Mungkin karena saking senang nya ayah ku ada di rumah"ucap ku merasa bersalah.
"Ach, ngga papa Tan. Aku bisa ngerti kok. Ya udah aku pulang duluan ya. Ibu ku di rumah sendirian"pamitnya padaku.
"Ok. Makasih ya"ucapku lagi.
Dia pun juga berpamitan pada ayah ku. Aku masuk ke dalam kamar dan menyimpan dahulu buku itu. Kemudian aku kembali bergabung dengan ayah dan adik ku.
"Kamu sudah pergi njenguk bu lik Dinar ndok?"tanya ayah ketika aku sudah di sampingnya .
Bu lik Dinar adalah ibu nya Dina, istri nya pak Bambang teman ayah.
"Sudah yah. Waktu itu sambil tanya tugas"ucapku.
"Ouw ya sudah. Ouw ya. Kamu berati sekarang sekolahnya gimana ndok? Kok tiba-tiba di kasih tugas gitu. Padahal sekolah libur to?"tanya ayah lagi.
"Jadi sekarang gini yah. Tiap 2 hari sekali, bu guru akan mengirim tugas lewat wa maupun sms. Tugas iti di kumpulkan di sekolah dengan bantuan foto yah. Jadi setelah tugasnya selesai, harus di foto dan di kirim kan ke bu guru. Gitu yah!"jelas ku ringan.
"Ouw gitu. Jadi yang kirim tugas mu Dina?"
"Iya yah. Kan Tania ngga punya hp"ucapku lagi sambil membalik mangkok yang sudah ku isi dengan tanaha padat agar menjadi sepertj tempurung.
Ayah hanya diam tak bertanya lagi.
◇◇◇◇
Ayah berangkat kerja kembali pagi ini. Aku akan di tinggalkan ayah lagi untuk waktu yang lama.
"Ndok. Ini uang saku mu selama seminggu. Semoga cukup ya!"ucap ayah sambil menyerahkan beberapa lembar uang berwarna hijau padaku.
"Insya Allah cukup kok, yah"ucapku sambil tersenyum.
Ayah mengusap lembut rambut ku. Kami semua berpamitan dengan ayah di halaman rumah. Rasanya hati ku berat. Namun mau bagaimana lagi. Ini sudah takdir ku.
Akhirnya. Ku lihat ayah menjauh dari pandanganku. Kini, tinggalah aku hanya bertiga dengan ibu dan adik ku lagi.
◇◇◇◇
Hari berganti, bulan dan tahun pun demikian. Kini aku sudah berusia 11 tahun. Sudah kelas 4 SD. Sekolah pun sudah mulai masuk seperti biasa. Bersyukur sekali aku karena tak harus susah payah merepotkan teman untuk mengirim tugas sekolah ku.
Haŕi ini adalah jumat. Sekolah ku pulang pagi karena ada rapat antar guru sekecamatan katanya. Aku berpikir untuk langsung pulang saja daripada harus menunggu Sandi di sekolahnya.
Ya. Adik ku kini sudah bersekolah. Dia sudah kelas 1 SD karena usia nya yang tak tepat jadwal penerimaan siswa baru. Aku dan dia terpaut 3 tingkat kelas.
Sekolah kami berbeda. Adiku berada di sekolah SD negeri 1 sedangkan aku berada di SD negeri 2. Jarak tempuh sekolah kami juga tak jauh beda. Beda nya adalah adik ku berangkat dengan bersepeda sedangkan aku berjalan kaki.
Terkadang aku sengaja menunggu nya agar bisa pulang bersama. Syukurnya, adik ku sekarang sudah berubah. Dia tidak membenci ku seperti ibu memperlakukan ku. Setidaknya, itulah yang aku rasakan.
Hari ini aku sampai di rumah lebih dulu. Mungkin Sandi tak kebagian masuk pagi. Ku lihat ibu sedang mengunci pintu saat aku sampai di halaman.
'Mau kemana ibu?'batin ku saat itu
"Heh Tania. Cepat masuk! Setelah itu ikut ke rumah bu Joko untuk bantu-bantu di sana!"perintah ibu.
"Baik bu" jawab ku pelan.
Ibu segera berlalu sedangkan aku masuk ke dalam rumah dan segera berganti pakaian. Setelahnya aku menuju rumah bu Joko seorang diri.
Di rumah bu Joko kulihat ada 2 truk besar. Truk itu membawa kasur dan juga sofa yang biasa aku lihat di rumah bu Joko.
'Mau kemana mereka?'batin ku berucap.
Aku segera masuk ke dalam rumah. Ku lihat ibu dan bik Marni sedang memasuk- masukan perkakas dapur ke dalam sebuah kardus. Sedangkan pak Dirman mengangkat kardus-kardus lain ke truk besar di halaman bersama beberapa orang laki-laki yang tak ku kenal.
"Tania. Kamu datang ndok?"ucap bu Joko di ujung anak tangga.
"Nggeh buk."ucap ku.
"Ayo bantu ibuk ngepack baju!. Ibu kesusahan ngepack sendirian"ajak bu Joko.
Aku menoleh pada ibu yang kulihat sangat sibuk dan akhirnya mengangguk pada bu Joko dan segera membuntutinya. Di kamar, bu Joko dan aku segera menata beberapa buku dan juga beberapa barang yang ada di sana untuk di masuk kan ke dalam kardus besar. Tiba-tiba hati ku merasa sedih sekali melihat ini.
"Ibu mau ke mana?"tanya ku pelan.
Bu Joko memandang ku sejenak. Kemudian beliau duduk di atas kasurnya dan menyuruhku duduk di sebelahnya pula.
"Tania. Ibuk mau pindah. Suami ibuk di pindah tugas kan di kota. Kebetulan, ibu juga sudah buka cabang usaha di sana. Anak ibu juga kuliah di sana. Jadi ibu putuskan untuk pindah rumah saja ke sana. Rumah ini akan ibuk jual pada orang lain"jelas bu Joko sambil menggenggam tangan ku.
Tak terasa aku menangis. Entah kenapa hati ini merasa sangat kehilangan. Bu Joko mengusap air mataku.
"Jangan sedih ndok!"ucapnya padaku.
"Apa ibuk tidak ingin di sini saja?"tanya ku ringan.
"Ibuk harus ambil keputusan ini ndok. Kamu jangan sedih! Ibuk masih bisa menemui kamu kalau ibuk lagi kunjungan ke toko ibuk yang di sini.(kami terdiam sejenak) Apa kamu mau ikut ibuk saja?"tanya bu Joko tiba-tiba.
Aku menatap nya lekat. Ingin mulut ini berkata iya, tapi bagaimana dengan ayah? Aku tidak ingin berpisah dari ayah. Teman ku pernah bercerita bahwa jika menjadi anak angkat berati menjadi milik orang itu sepenuhnya. Dan itu berati aku bukan anak ayah lagi.
"Mau ya ikut ibuk?"tanya nya lagi.
"Maaf buk! Tania ngga bisa ninggalin ayah"jawab ku sambil menunduk.
Bu Joko memeluk ku. Entah kenapa justru tangis ku pecah. Air mata ku tak dapat berhenti mengalir. Aku merasa sangat kehilangan.
"Ya sudah ngga papa. Ibu pasti merindukan mu ndok"ucap bu Joko sambil memeluk ku.
Setelah beliau melepas pelukannya, beliau mengusap kembali sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya sebagai tanda aku tak boleh sedih. Kemudian beliau menuju almari baju nya. Beliau membawa sebuah kotak kayu.
"Mungkin ini ngga seberapa ndok. Tapi ini kenang-kenangan dari ibuk buat kamu"kata bu Joko sambil menyerahkan sebuah kalung emas padaku yang berbandul seperti tetesan air.
"Jangan buk! Ini terlalu mahal untuk saya"tolak ku halus.
"Kalau begitu, anggap ibuk nitip ini sama kamu. Biar kamu ingey ibuk terus" ucap bu Joko sambil menggenggamkan kalung itu pada tangan ku.
Aku pun memeluk bu Joko dan terisak di pelukan nya. Hati ini sungguh sakit Tuhan. Aku merasa akan sendirian. Siapa lagi yang akan membantu ku untuk memberi kebahagiaan. Kebahagiaan yang bu Joko berikan, adalah merasa punya ibu. Siapa lagi yang akan memberikan kebahagiaan sebesar itu.
"Sudah jangan sedih! Sekarang, kamu simpan itu. Jaga baik-baik! Setelah itu bantu ibuk untuk mengemas barang-barang ini ya!"ucap bu Joko melepas pelukanya.
Aku hanya mampu mengangguk pasrah dan mulai bekerja. Meskipun dengan hati yang seperti pecahan kaca.
Sepulang nya dari rumah bu Joko, aku lebih banyak diam. Seolah semangat ku pun hilang entah kemana. Aku begitu kehilangan.
◇◇◇◇
Ini sudah 6 bulan sejak kepindahan bu Joko. Ayah hari ini pulang dan kembali berkumpul dengan kami. Hatiku sedikit terobati walaupun tidak sepenuhnya. Ibu sudah tidak ada pekerjaan lagi. Bik Marni dan pak Dirman pun kini sudah pindah ke majikan yang baru.
Ibu sekarang lebih banyak di rumah dan hanya sibuk mengurus Sandi saja. Sedangkan aku, seperti biasa di anggap tiada. Setidaknya itulah perasaan ku.
Ayah mengajak kami jalan-jalan hari ini. Tak jauh dari rumah kami, ada sebuah taman di baru saja di buka. Ayah mengajak kami ke sana. Di taman sangat banyak wahan bermain. Sandi bahkan tak henti nya mencoba satu persatu permainan yang ada di temani ibu. Sedangkan aku dan ayah hanya duduk sambil menikmati semangkuk bakso dan juga es jeruk.
"Kamu kenapa ndok?"tanya ayah tiba-tiba.
"Aku ngga papa yah"ucap ku.
"Kamu menyesal ya ndok. Tidak menerima tawaran bu Joko untuk menjadi anak angkat nya?"tanya ayah kemudian.
"Tidak ayah. Aku ngga mau ninggalin ayah hanya untuk melanjutkan sekolah dan cita-cita. Aku hanya kadang merasa rindu saja pada bu Joko" ucap ku ber api-api.
Bapak menghela nafas dan tersenyum, lalu membelai lembut rambut ku. Percakapan kami pun harus usai karena ibu dan Sandi sudah mendekat ke arah kami.
Hari ini sangat membahagiakan sekali. Dapat berkumpul dengan keluarga lengkap. Walaupun aku masih merasa kurang lengkap. Tapi sudahlah. Setidaknya aku masih punya ayah yang tak ada hentinya memberikan cinta untuk ku. Dan juga adik yang walaupun kadang membuat ku jengkel, tapi sangat aku sayangi.

Book Comment (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    16d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters