logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

part 23

Mobil yang membawa ku dan bu Joko keluar dari kecamatan tempat tinggal ku. Bu Joko tak melepaskan genggaman tanganya padaku. Begitu hangat rasanya walaupun bibir ini masih biru.
"Kamu kedinginan ndok?"tanya bu Joko.
"Udah ndak bu. Matur nuwun bantuanya,"jawab ku.
"Jangan sungkan cah ayu! Ini, pakek syal ibu saja buat selimut."ucap bu Joko lagi.
Aku diam saja saat bu Joko menyelimutkan syal itu pada tubuhku. Senang sekali di perhatikan seperti ini.
"Bu. Apakah tawaran ibu untuk jadi anak masih berlaku, bu?"tanya ku sambil menunduk dan meremas-remas ujung baju ku.
"Tentu saja, ndok. Ibu kan pernah bilang. Ibu akan tunggu sampai kamu siap jawab,"ucap bu Joko.
"Tania mau bu."ucap ku masih dalam kondisi menunduk.
"Alhamdulillah. Makasih ya, ndok"ucap bu Joko gembira kemudian menghujani ku dengan ciuman.
Aku membalas pelukan beliau dengan sayang. Hujan di luar masih terus berlangsung. Bahkan petir makin keras memekak kan telinga yang mendengar nya. Bu Joko meminta pak sopir mampir ke swalayan 24 jam untuk membelikan ku teh panas.
Setelah meminum teh itu, aku pun tanpa sadar tertidur masih dalam pelukan bu Joko. Ku rasakan belaian lembut pada rambut ku ketika hampir terbuai mimpi.
Bu Joko membangun kan aku ketika kami sudah sampai di rumah beliau. Rumah beliau lebih besar dari rumah yang sebelumnya pernah beliau tinggali.
"Sudah sampai ndok. Ayo turun!"ucap beliau lembut.
Kami turun dari mobil. Aku terpukau melihat keindahan bangunan rumah bu Joko. Seperti melihat istana di negeri dongeng.
Rumah 2 lantai dengan pilar tinggi di setiap sisi nya. Balkon yang luas. Dan indahnya taman bunga di halaman. Tak ketinggalan ornamen berwarna emas yang menjadi penghias besi yang ada pada palang balkonya. Kusen jendela dan pintu yang aku yakini dari jati asli. Besar pintunya dan ketinggian nya.
Semua nya membuat ku kagum hingga tak mampu berkata-kata. Bu Joko mengajak ku masuk ke dalam rumah. Ada asisten rumah tangga yang membukakan pintu untuk kami.
"Mbok. Kenalkan! Ini Tania. Dia akan menjadi penghuni baru rumah ini. Anak saya,"ucap bu Joko memperkenalkan ku.
"Selamat datang neng Tania. Saya mbok Birah, pembantu nyonya di sini."ucap perempuan itu padaku.
Aku menjabat tangan mbok Birah dan mencium dengan takzim. Mbok Birah pun terkejut bukan main sampai menarik tangan nya tanpa sengaja.
"Ngga pa pa mbok. Anggap Tania cucu mbok sendiri,"ucap bu Joko.
Aku pun tersenyum mendengar penuturan bu Joko. Mbok Birah pun akhirnya ikut tersenyum.
"Biar mbok bantu bawa tas nya, neng"ucap mbok Birah sambil meraih tas ku, namun ku cegah.
"Ngga usah mbok. Terima kasih. Ini ringan kok,"ucap ku halus.
Kami menuju lantai atas. Bu Joko berjalan di depanku sedangkan mbok Birah mengekor kami hingga lantai atas. Bu Joko menunjuk kamar satu persatu.
"Ini kamar Bondan ndok. Mas mu. Tapi sekarang dia di pondok sambil kuliah. Jadi jarang pulang kecuali ada hal istimewa. Ini kamar mbak Cantika, adik bapak. Ini kamar bapak dan ibu. Setelahnya, kamar mu ndok. Ayo masuk!"ucap beliau lagi.
Kami masuk ke dalam. Aku terpana begitu masuk. Kamar ini begitu luas. Tiga kali lipat lebih luat dari ruang tamu kami di kampung. Bed nya empuk dan besar. Lemari nya besar. Bahkan ruangan ini lebih mirip rumah untuk ku. Aku duduk di tepi ranjang.
"Sengaja ibu mengosongkan kamar ini. Karena pemandangan nya bagus. Begitu buka jendela, langsung terlihat pemandangan indah kolam renang. Kamu juga bisa santai di balkon nya ndok. Jadi kalo bosen atau apa, kamu bisa duduk-duduk melihat pemandangan."ucap bu Joko sambil menyibak gorden dan aku mengikuti nya.
Aku terpana untuk kedua kalinya. Rasa mimpi ini sungguh nyata. Begitu banyak fasilitas di rumah ini.
"Hari sudah malam. Kamu berani tidur sendiri ndok?"tanya bu Joko padaku.
Aku hanya diam tak berani menjawab. Karena sejujurnya, semua ini masih begitu asing untuk ku.
"Yawes begini saja. Malam ini kamu tidur sama ibu dulu. Bapaka di luar negeri jadi ibu tidur sendiri. Sekarang kamu taruh tas mu di sini saja. Biar mbok Birah yang bereskan. Dan mbok, besok sepertinya saya akan berangkat buru-buru. Jadi tolong kenalkan Tania pada lingkungan rumah dan juga para pegawai ya."ucap bu Joko pada mbok Birah.
"Baik nyonya"ucap mbok Birah.
"Bagus. Ayo ndok! Ibu masih punya waktu 3 jam untuk nemenin kamu tidur malam ini,"ajak bu Joko.
Aku menurut, mengekor di belakang bu Joko. Kami masuk ke dalam kamar di samping kamar ku. Aku terpana lagi dan lagi.
Kamar ibu benar-benar luas. Kamar ini tak ubahnya rumah ku dalam versi lain. Bahkan lemari nya saja sampai muat 3. Entah apa saja isinya. Ada tv dan juga tempat merias diri.
Bu Joko membuka salah satu lemari nya dan mengeluarkan 2 baju tidur. Di serahkan nya satu baju tidur padaku.
"Pakai ini ndok! Memang kebesaran untuk mu. Besok ibu belikan yang sesuai ukuran mu."ucapnya kemudian.
"Jangan repot-repot bu! Tania biasanya pakai baju yang masih melekat di badan saat tidur. Nanti uang ibu habis,"ucap ku pelan yang di sambut tawa bu Joko.
"Kamu ini sekarang anak inu, ndok. Uang habis kalo buat anak itu ngga ada rugi nya. Sudah. Sana ganti! Kamar mandi ada di samping almari itu," ucap beliau sambil menunjuk sebuah pintu.
Aku berjalan menuju pintu itu dan segera mengganti baju. Namun aku memperlambat gerakan ku karena saking terpana nya melihat isi dalam kamar mandi yang seperti kolam renang ini. Hingga kemudian aku keluar. Berganti bu Joko yang masuk ke dalam dan berganti pakaian.
"Ayo tidur!"ucap bu Joko menarik ku dalam pelukan nya dan menyelimuti ku.
Aku terdiam di dalam pelukan nya. Beliau membelai lembut rambut ku.
"Bu. Terima kasih ya,"ucap ku sambil terpejam.
"Buat apa ndok?"tanya bu Joko.
"Ibu mau mengangkat saya sebagai anak. Padahal saya orang miskin,"ucap ku lagi.
"Kamu berharga buat ibu ndok. Suatu saat kamu akan tau alasan ibu. Sudah ayo tidur!" ucap bu Joko.
Kami pun kemudian terlelap sambil berpelukan di dalam selimut tebal dan halus itu. Membuat ku tidur dalam kenyamanan.
◇◇◇◇◇
Pagi ini di rumah baru. Suasana yang asing namun membuat nyaman melebihi di rumah sendiri. Aku terbangun setelah sinar matahari pagi masuk melewati jendela kamar ini.
"Selamat pagi, ndok!"sapa bu Joko sambil membelai lembut rambut ku.
"Astaghfirullah! Tania kelewat sholat subuh buk,"ucap ku kaget dan bergegas ke kamar mandi.
Aku berdiam lama di kamar mandi hingga sebuah tepukan menyadarkan bahwa ini bukan rumah ku.
"Ayo ibu ajak ke musholla!"ucap bu Joko lembut.
Kami menuruni tangga. Di bawah banyak sekali ruangan. Hingga bu Joko membawa ku ke sebuah ruangan yang sejuk di samping kolam renang. Di sana ada tempat wudhu beserta keperluan sholat seperti musholla.
"Sholat lah, ndok! Ibu tunggu di meja makan ya. Tepat setelah dapur,"ucap bu Joko.
Tania pun sholat dengan khusu'nya. Rasa damai mulai menjalar dalam hati nya. Namun ada rasa tak enak karena dia bangun kesiangan di rumah ini.
Setelah selesai sholat, dia keluar dari mushola dan menuju ke arah tangga. Bingung dia akan letak meja makan di rumah ini walaupun bu Joko sudah memberi tau di sebelah dapur tempatnya. Namun bahkan dapurnya saja dia tak tau. Hingga ada seorang ibu-ibu yang mengajak nya ke tempat bu Joko berada.
"Ayo duduk sarapan ndok!"ucap bu Joko dan aku menurutinya.
"Maaf nggeh bu. Saya bangun kesiangan,"ucap ku pelan.
"Ngga pa pa ndok. Ibu ngerti. Kamu pasti sangat lelah. Ayo sarapan! Ouw iya. Tapi maaf, ibu ngga bisa nemenin kamu sarapan ngga pa pa ya. Ibu ada meeting jam 8 di kantor. Belum lagi ibu harus ke toko buat check laporan. Kamu di rumah sama mbok Birah dulu ya,"
"Nggeh. Ngga pa pa bu. Tania ngerti,"
"Ya sudah. Ibu berangkat ya. Assalamu'alaikum,"pamit bu Joko setelah Tania mendekat dan mencium tangan nya.
"Wa'alaikum salam. Hati-hati ya, bu!"ucap Tania.
"Iya. Mbok. Saya nitip Tania ya!"teriaknya pada ART nya.
"Iya nyah,"jawab mbok Birah sambil tergopoh-gopoh mendekat.
Bu Joko pun melangkah pergi setelah mencium pucuk kepala ku. Senyum selalu ia sunggingkan padaku.
Kini hanya ada aku di meja makan. Dengan sepiring nasi dan segelas susu coklat. Aku makan dengan lahap dan setelahnya, ku bawa ke dapur untuk ku cuci.
"Ya Allah neng! Biar mbok aja yang cuci,"ucap mbok Birah yang entah datang darimana tergopoh-gopoh mendekati ku.
"Ngga pa pa mbok."ucap ku sambil terus ku bilas.
"Jangan neng! Ini tugas mbok. Nanti nyonya marah,"ucapnya sambil memaksa mengambil gelas yang penuh sabun.
"Si mbok ini ada-ada saja. Tania kan cuman nyuci piring bekas makan sendiri mbok. Ibu ngga akan marah,"ucap ku sambil terkekeh.
Mbok Birah tersenyum dan menggelengkan kepala nya. Aku duduk di kursi meja makan yang ada di dapur.
"Mbok. Rumah ini ada berapa orang mbok?"tanya ku.
"Ada banyak neng. Ouw iya. Bibik kenalin sama pegawai yang lain dulu ya neng. Nanti bibik lanjut jelaskan yang lain. Perhatian semua kariyawan. Kumpul-kumpul!" teriak mbok Birah keras.
Tak lama, muncul banyak orang berlarian mendekat ke arah kami. Ada yang masih memegang kemoceng, sapu, alat pel, bahkan lap.
"Nach, mbok mau ngenalin majikan kita yang baru. Namanya neng Tania. Neng Tania ini anak dari nyonya Joko,"ucap mbok Birah.
"Hallo semuanya. Saya Tania,"ucap Tania sambil tersenyum.
"Hallo neng,"ucap semua serempak.
"Nach, neng. Ini mbak Tari. Ini buk Jum. Ini Lastri yang paling muda. Mereka adalah asisten rumah tangga sama kayak mbok. Kerjanya di dalam rumah. Kalo ini, namanya mang Husein. Kemaren yang nganterin neng sama nyonya pulang kan. Beliau sopir di sini. Ini Joni dan Paijo hari ini bertugas, mereka sopir juga. Bergantian setiap waktu tergantung keadaan. Sedangkan ini mang Asep. Tukang kebun sekaligus petugas kebersihan dan kerapian luar rumah. Kalo ini, namanya pak Yus. Satpam rumah kita yang berjaga 24 jam."ucap mbok Birah mengenalkan mereka satu-satu.
Setelah acara perkenalan dan basa-basi, mereka pun bubar dengan instruksi mbok Birah juga. Kemudian mbok Birah mengajak ku berkeliling rumah.
"Neng pasti sudah tau soal kamar kan. Semalem sudah di jelaskan nyonya. Ini ruang mushola. Untuk sembahyang dan mengaji. Jarang di pakek kecuali kami para ART yang sholat. Ini arah ke dapur langsung dari ruang tamu. Kalo ini lurus langsung ke taman belakang dan tempat jemuran. Bisa langsung memutar menuju kolam renang, tapi mbok akan tunjukan arah nya lewat dalam saja. Ini ruang kerja tuan, sampingnya ruang kerja nyonya. Ini kamar tamu 2 sebelahan. Kita langsung ke kolam neng. Ini ruang olah raga sama santai. Dekat kolam renang. Terus ini jalan langsung ke halaman depan lewat samping rumah. Sebelah kiri ini garasi bawah tanah. Atas nya ruang serba guna. Biasanya buat nyonya nge teh atau ngopi pagi karena pemandangan langsung halaman depan. Bisa juga buat jadi ruang baca karena banyak nya buku. Ouw iya neng. Di atas juga ada 2 kamar kosong. Biasanya kalo mertua nyonya datang, mereka tidur di sana. Kamar pembantu ada di samping garasi mobil. Sedangkan kamar sopir di belakang pos satpam. Tukang kebun pulang cuman sampek sore aja. Ouw iya neng. Di belakang ada rumah paviliun. Seperti rumah, tapi kecil bentuk nya."ucap mbok Birah menjelaskan secara detail.
Aku mendengarkan penjelasan mbok Birah dengan cermat. Ku lihat mbok Birah kelelahan. Aku mengajak nya duduk di dekat kolam renang.
"Capek ya, mbok. Keliling rumah ini, udah kayak tamasya aja rasanya."ucap ku sambil tertawa.
"Rumah nyonya itu ada banyak neng. Ini rumah induk. Yang selalu di tinggali dan jarang di biarkan tanpa penghuni."jelas simbok sambil duduk di belakang ku yang main air di pinggir kolam.
"Iya mbok. Ouw iya. Mbok sudah tau saya ini anak seperti apa?"tanya ku penasaran.
"Simbok sebenarnya kurang paham neng. Soalnya yang simbok tau anak nyonya cuma mas bondan saja. Tapi simbok sering mendengar cerita tentang neng Tania di rumah ini. Nyonya sering sekali bergumam sendiri seolah neng ada di sini,"ucap simbok.
"Saya ini anak angkat mbok. Ibu sudah meminta saya untuk menjadi anak angkatnya sejak saya masih sangat kecil. Baru usia ini saya mengerti dengan benar apa itu artinya anak angkat. Dulu saya pikir, anak angkat adalah orang yang di anggap anak namun tak harus tinggal bersama. Yach, pemikiran sangat lugu memang,"ucap ku kemudian sambil menerawang jauh ke depan.
"Maaf neng. Tapi sebenarnya, neng ini siapa nya nyonya?"ucap mbok Birah ragu.
"Saya dulu adalah ART sama kayak simbok. Bantu ibuk nyuci maupun ngepel di usia 7 tahun. Istilahnya, anak pembantu,"ucap ku.
Mbok Birah diam tak menimpali. Mungkin kaget mengetahui bahwa aku adalah orang rendahan sama sepertinya.
"Mbok. Kalo saya minta tolong, boleh?"tanya ku.
"Tentu boleh neng,"
"Mbok di sini kan sudah lama. Saya ingin tau apa yang membuat ibu begitu menginginkan saya menjadi anak angkatnya. Saya merasakan sesuatu yang aneh. Apalagi, ibu selalu menyebut saya adalah anak yang berharga,"ucapku sambil ku tatap penuh harap orang tau di samping ku itu.
"Iya neng. Tapi, mbok ngga janji ya. Mbok hanya bisa mencuri dengar saja bila kebetulan nyonya membicarakan nya."ucap nya sambil menunduk.
"Makasih ya mbok"ucap ku dengan bahagia.
Aku bertekat harus tau alasan ibu begitu menginginkan ku. Siapa aku sebenarnya untuk ibu. Apalagi jika ingat kata-kata ibu bahwa aku sangat berarti.
♤♤♤♤

Book Comment (70)

  • avatar
    RiahMariah

    mantap ❤️

    14d

      0
  • avatar
    ComunitiAfif

    tapi

    27/07

      0
  • avatar
    VitalokaBunga

    aku malas baca

    01/07

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters