logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 2 SETUJU

Seperti biasa, pagi ini Ambar bersiap berangkat ke kantor. dia keluar dari kamarnya, berjalan menuruni anak tangga menuju meja makan, duduk dan memakan roti yang sudah di siapkan oleh Bi Mar.
Dengan tergesa-gesa Axel datang menuruni tiap anak tangga, berjalan cepat menuju meja makan, dia duduk di sebelah Ambar.
"Mah, maafin aku. Mah, aku minta maaf, Mamah." Axel menggenggam tangan Ambar, merasa tidak ada respon Axel menggeser kursi tempat dia duduk, memberi sedikit ruang kosong di sekitarnya.
Axel menumpukan kedua lututnya ke lantai, untuk menopang tubuhnya, dia menghadap Ambar dengan tangan yang di tumpukan di atas lutut Ambar.
Raut wajahnya sedih dan menyesal dengan mata yang sudah memerah. Kepalanya menunduk, dia menumpukan dahi di atas lutut Ambar.
"Mah, maafin aku. Aku gak bermaksud buat bentak Mamah, Aku salah Mah.”
Melihat apa yang dilakukan oleh Axel hati Ambar mencair, dia menoleh ke arah Axel, mengusap rambut putra kesayangannya itu dengan lembut karena pada akhirnya dia tidak tega.
Dia tau tidak mungkin Axel punya niat untuk membentaknya, karena putranya itu sangat menghargai dan menyayangi dia.
"Sudah, Mamah udah maafin kamu. Ayo berdiri kamu duduk di kursi, kita sarapan, nanti kamu telat ke kampus."
Mendengar ucapan itu, Axel mendongakkan kepala, menatap untuk menatap Mamahnya itu.
"Mamah serius? Mamah udah maafin aku?" Seketika mata Axel berbinar melihat Ambar menganggukkan kepalanya.
"Iya, ayo duduk, kamu sarapan."
Axel berdiri menyeimbangkan tubuhnya dengah Ambar yang duduk di kursi lalu memeluk Mamah dengan erat.
"Makasih mah, makasih. Aku janji gak akan ngulangin hal itu lagi." Axel melepaskan pelukannya, dan duduk di sebelah Ambar.
Mereka menikmati sarapan dalam hening, seketika pria itu membuka suara.
"Mah, soal yang tadi malam. Aku-“
"Sudah jangan dibahas lagi. Anggap aja Mamah gak pernah ngomong gitu." Ambar berusaha mengalihkan obrolan mereka, karena dia tahu Axel tidak akan setuju.
Mendengar ucapannya di potong, Axel menatap wajah Ambar yang menyimpan kesedihan.
"Aku belum selesai ngomong mah."
"Mamah tau, kamu gak akan nerima pertunangan ini kan. Mamah ngerti kok." Ambar menyesap teh miliknya, dia mencoba untuk tetap tenang.
"Bukan mah, aku nerima pertunangan ini, dan aku akan menikah dengan putri sahabat Papah itu."
Ambar mengerutkan kening, dia meletakkan tehnya di atas meja dan menatap Axel dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan, aAntara bahagia dan bingung.
"Kamu serius Xel?"
"Iya Mah, aku serius. Tapi ini, aku lakuin demi Mamah,” ucap pria itu dengan sangat yakin.
Detik kemudian, Ambar langsung memeluk putranya itu.
"Makasih sayang. Makasih, kamu udah nurutin permintaan terakhir Papah."
"Iya Mamah, sama-sama." Ambar melepaskan pelukannya lalu menatap Axel dengan penuh haru. Berbeda dengan Axel ekspresi bahagianya itu seperti sangat di paksakan.
Merasa semua masalah sudah selesai, Ambar menyeka mulutnya menggunakan tissue lalu berdiri.
"Mamah berangkat ke kantor ya."
Axel menganggukkan kepala, dia masih tersenyum tapi itu hanya pengalihan agar Mamah menganggap dia juga bahagia sekarang.
"Hati-hati mah."
Ambar meraih tasnya dari atas kursi, dia berjalan sedikit dan berhenti lalu berbalik sesaat.
"O iya Xel, besok keluarga Om Tian akan datang bersama putrinya, dan kemungkinan besok lusa pertunangan kalian akan dilaksanakan. Jadi kamu harus udah siap ya."
Tanpa menunggu jawaban dar putranya itu, Ambar tersenyum dan berjalan menuju pintu. Dia segera berangkat ke kantor.
Menyadari dan mendengar apa yang diucapkan Mamahnya, Axel hanya cengo, seperti orang idiot. Dia tidak bisa berkata apa-apa sekarang.
"Secepat itu?" tanyanya dalam hati.
Menyadari ekspresi aneh dari putra majikannya itu, Bi Mar datang mendekati dia sambil membawa sebuah lap di tangannya.
"Den, Aden kenapa?"
Suara Bi Mar menariknya ke dunia nyata. Axel segeran mengalihkan pandangan kepada Bi Mar yang kini sudah berdiri di pinggir meja.
"Eh! Ng-gak. Gak apa-apa Bi,” ucap Axel pada akhirnya, “ya udah, saya berangkat ke kampus dulu Bi." Axel beranjak dan meraih tasnya yang tergeletak di atas lantai.
"Aden, calon tunangan Aden cantik loh. Kemarin Nyonya tunjukin fotonya sama Bibi."
Mendengar ucapan Bi Mar, langkah Axel terhenti. Dia memutar tubuhnya ke belakang.
"Saya gak peduli Bi, secantik apapun dia. Saya gak tertarik!” ucapnya dengan tegas dan melanjutkan langkahnya.
"Aden-aden, nanti nyesal tau rasa, wong calon tunangannya cantik begitu kok,” gumam Bi Mar sambil menggelengkan kepalanya sambil merapikan meja makan.
**
Axel POV
Aku benar benar sangat benci dengan keadaan saat ini.
Argh!
Rasanya aku ingin teriak sepuas-puasnya. Aku benar-benar tidak percaya apa yang akan aku alami saat ini.
Bertunangan?
Menikah?
Niat saja belum ada!
Dan Dengan orang yang tidak kukenal? Astaga,apa arti semua ini?
Ingin rasanya aku menolak, tapi melihat Mamah, wanita yang aku sayang menangis dan sedih, aku merasa seperti Malin Kundang saja.
Aku tidak ingin Mamah menangis dan bersedih lagi, cukup kejadian menyakitkan itu yang menguras air mata Mamah.
Aku menyayangi Mamah, aku ingin dia bahagia.
Tak pernah kulihat raut wajah bahagia Mamah seperti tadi pagi, setelah kepergian Papah dan saudara kembarku 7 tahun lalu.
Kejadian yang begitu menyakitkan bagi kami, sejak saat itu aku berjanji akan selalu membuat Mamah bahagia, apapun caranya. Aku menerima pertunangan ini,hanya karena Mamah, garis bawahi itu.
Akh! Sudahlah!
Sibuk dengan pikiranku sendiri, aku tidak menyadari kalau aku sudah sampai di sebuah gapura yang bertuliskan nama Universitas yang cukup terkenal di kota ini.
Aku memarkirkan mobil lalu keluar dari mobil dengan wajah yang masih kesal. Menerima keadaan yang tidak kuinginkan itu sangat sulit. Tapi bagaimana, aku bahkan sudah berjanji pada Mamah.
Tidak kupedulikan orang orang yang menyapaku lagi, tidak sedikit orang yang menghormatiku di sini dan di kagumi hampir semua mahasiswi-mahasiswi di kampus ini.
Eentahlah aku tidak mengerti.Tapi mungkin benar apa yang di katakan oleh Alex, itu semua karena aku adalah putra dari pemilik Yayasan ini.
Dan ucapan Albert yang kadang membuatku jengkel, ‘ya, mungkin karena kegantengan lu di atas rata-rata men.’
Apa-apaan coba! Dia pikir aku ini nilai UN begitu? Di atas rata-rata? Kalau bukan sahabatku sudah kutenggelamkan dia.
Aku berjalan menyusuri koridor kampus, dengan sapaan dan pujian yang tiada henti kudengar.
‘Axel biarpun dingin tapi kegantengannya gak luntur.’
‘Ya Tuhan Axel, lihat ke sini dong!’
‘Axel kapan kamu jadi milikku!’
Dan masih banyak lagi pujian-pujian aneh lainnya.
Terus terang aku tidak suka dengan wanita-wanita seperti itu. Terlalu agresif menurutku. Aku menyukai seorang gadis yang kalem dan lembut.
Aku terus berjalan menuju kantin, di sana pasti sudah ada dua anak curut yang sedang menungguku. Tepat seperti dugaanku, mereka berdua sedang duduk di pojok kantin.
Aku menghampiri mereka, menarik kursi yang ada dihadapan mereka dan mendudukinya.
"Kenapa tuh muka datar banget?" Aku tidak menjawab pertanyaan Albert.
"Emang pernah muka dia ada lekukannya? Bukan Axel kalau wajahnya ada ekspresi."
Mendengar pernyataan Alex, aku menatap tajam ke arahnya.
"Iya bener lu bro. Kalau wajah dia ada ekspresi pasti karena kesambet penunggu toilet."
Aku mengalihkan pandanganku dari Alex kepada Albert dengan datar.
"Hahaha!”
Detik kemdian aku mendengar gelak tawa dari bibir mereka berdua. Sialan. Tapi memang benar sih, aku tidak pernah senyum pada siapapun kecuali pada Mamah, Pak Deni supir pribadi Mamah, dan Bi Mar.
Kali ini aku tidak ada mood untuk berdebat dengan mereka. Dan tidak ada tenaga untuk melemparkan tissue atau apalah yang bisa dilemparkan.
Aku pusing dengan apa yang menimpaku dan lebih memilih untuk diam saja.
***

Book Comment (100)

  • avatar
    HutabaratElisawati

    Trimkh,msih ada penulis novel yg mengajak pembcanya utk belajar utk bisa mengampuni masa lalu dan menerima kekurangan org laintanpa kesan mengajari atau panatik dlm suatu agama tertentu,membacanya seperti melihat alur cerita nyata bkn seperti novel2 yg lain yg mengutamakan hayalan tingkat tinggi yg kadang keluar dr fakta kehidupan

    18/01/2022

      0
  • avatar
    Siti Mardina Musa

    baru mulai baca udah tertarik 😊

    1d

      0
  • avatar
    Jaku.Reza

    Mantap

    4d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters