logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

a dream

Bak pasangan kekasih sedang berjalan-jalan di taman. Dipetiknya sebuah bunga yang cantik oleh Jovial dan diberikan kepada Gladys, "ini untukmu." Di luar dugaan, Gladys justru terdiam. Bagaimana tidak, pria yang ia kenal pendiam dan sangat misterius ini tiba-tiba bisa seromantis ini.
Gladys yang sangat penasaran pun memberanikan diri untuk bertanya. "Kenapa kamu menyukaiku? kenapa kamu berusaha memberikan apa yang aku inginkan?"
Jovial menatap Gladys dengan tatapan tak terbaca. Sementara Gladys menunggu jawaban darinya.
"Aku juga tidak tahu alasannya. Tetapi aku sangat menyukaimu." Jawab Jovial yang belum memiliki alasan atas apa yang dia lakukan kepada Gladys.
"Kamu jahat. Kamu bahkan tidak bisa menyebutkan satu alasanpun mengapa kamu menyukai aku." Sahut Gladys membuat Jovial tersenyum tipis, "Kalau suatu saat nanti ada yang lebih cantik dari aku pasti kamu akan meninggalkan aku." Lanjutnya sembari terus berjalan beriringan dengan bunga yang terus ia bawa. "Bagaimana bisa kamu bilang kamu menyukai ku jika kamu tak tahu alasannya?" Imbuhnya.
Jovial menghela napas. "Aku benar-benar tidak tahu alasannya. Sejak pertama melihat mu di bar, aku sangat suka memperhatikan mu. Entah kenapa?" Belum yakin dengan perasaannya.
"Kamu adalah pria pertama yang tak bisa memberiku alasan kenapa kamu mendekati ku. Aku hanya butuh alasan, kenapa kamu bisa menyukaiku? Sedangkan banyak sekali pria yang mendekati ku dengan beribu alasan." jelas Gladys.
"Baiklah, akan kucoba cari alasannya." Jovial mengangkat dagunya keatas mencoba berpikir dengan kedua tangan masuk kedalam masing-masing ke kantong celana. "Eum... karena kamu cantik, kamu punya suara yang indah, kulitmu halus, rambutmu lembut... Cukupkah alasan itu?"
Gladys mangguk-mangguk dengan bibir membentuk huruf O lalu bekrata. "Hanya itu..."
Jovial mengangkat kedua bahu-nya. Dalam benak Gladys terlintas mungkin saja Jovial tak terlalu ingin memilikinya, sebab Gladys sadar hal itu justru bisa membuatnya pergi dari ke hidupnya. Biarlah Gladys memendam perasaan ini sendirian. Bahkan Gladys tak masalah jika pun hanya dianggap sebagai seorang sahabat, karena ada di sampingnya saja sudah lebih dari cukup baginya. Mungkin Jovial masih belum yakin dengan apa yang dia rasakan sehingga dia memiliki alasan untuk ini. Mungkin saja Gladys hanya dianggap sebagai pelengkap selama liburan ini dan setelah itu pergi dan menghilang, tapi entah sampai kapan Gladys bisa bertahan seperti ini. Apakah hanya sampai liburan ini berakhir maka semua akan berakhir. Entahlah.
Tanpa ada komando, Jovial berhenti melangkah sambil meraih tangan kanan Gladys. Spontan Gladys menoleh kearah Jovial kemudian melihat tangannya yang beradavdalam genggaman Jovial.
"Gladys, aku percaya dengan takdir." Ucap Jovial begitu dalam sedangkan Gladys menunggu kalimat selanjutjya.
Apakah ini sebuah lamaran? Atau ini adalah ajakan untuk menikah?? Oh ya Tuhan, jantung Gladys berdebar sangat kencang bahkan darahnya mengalir begitu deras. Sungguh, rasanya seperti ingin medelak ketika menjawab 'Yes' Gladys sudah membayangkan semuanya.
"Setelah liburan ini berakhir. Kita akan kembali menjalani kehidupan kita masing-masing." Ujar Jovial membuat Gladys menganggukkan kepala untuk membenarkan.
"Kita pasti berpisah setelah itu." Jovial memberi jeda, sementara jauh dalam lubuk hati Gladys tak sabar untuk menerima lamaran ini.
"Jika setelah semua ini berakhir, dan kita ditakdirkan bertemu suatu hari nanti. Aku akan menikahi mu, jika kita masih sama-sama lajang." Jovial terlihat tidak main-main dengan ucapannya.
Sedangkan Gladys yang mendengar pernyataan Jovial terdiam mematung. Entah harus bahagia atau biasa saja san menganggap ini hanya bualan semata. Tidak ada yang tahu takdir kita kedepannya. Bagaimana bisa pernikahan ini dipercayakan dengan takdir, kenapa tidak langsung saja melamar Gladys sekarang dan menikah setelah liburan ini berakhir. Begitu saja, sangatlah mudah. Tidak perlu menunggu takdir. Perang batin Gladys yang tak mau menungguvlama menjadi nyonya Jovial.
"Maafkan aku Gladys, bukan maksud aku mempermainkan perasaan kamu. Aku butuh keyakinan jika jodoh itu diberikan oleh takdir." Jelas Jovial lagi.
"Oh begitu? Apa kamu mengatakan ini kepada semua wanita yang kamu temui?" Nada suara Gladys berubah sedikit sinis yang bisa dirasakan Jovial.
Mendengar nada suara itu, Jovial tersenyum tipis. "Maafkan aku sudah membuat mu kesal. Tetapi sebenarnya hanya kamu wanita yang membuat ku mengungkapkan semua ini." terangnya.
"Oh really??" Gladys masih tidak percaya.
"Ok, aku mengerti. Akan ku perjelas. Seperti yang sudah aku lakukan kepada mu." Jovial menepuk genggaman tangan Gladys. "Sebelum aku mendekati wanita, aku pasti memperhatikannya terlebih dulu. Tidak langsunh aku dekati saat itu juga. Kamu paham sampai sini?"
Gladys menganggukkan kepala. "Dan setelah aku tahu sifat aslinya sebelum dia mengenal ku, aku akan mempertimbangkannya. Seperti pertemuan kita keesokan harinya." Jovial memperjelas.
Mendengar penjelasan itu, barulah Gladys bisa tersenyum tersipu malu dan percaya dengan ucapan Jovial. "Jadi kamu sangat selektif dalam memilih pasangan."
Jovial menganggukkan kepala. "Banyak wanita yang kukenal menyembunyikan jati dirinya. Aku tidak suka. Jadi aku lakukan semua ini dengan cara ku."
Gladys terdiam, menelan saliva sebab ia merasa telah menyembunyikan jati dirinya kepada Jovial. Lalu bagaimana jika dia tahu jati diri sebenarnya tentang Gladys? Apakah Jovial akan mengakhiri hubungan ini? Ah, bagaimana ini? Apa harus jujur sekarang saja? Tidak. Jika jujur sekarang maka akan membuat canggung hubungan ini selama liburan. Sedangkan liburan masih panjang. Ah tidak. lebih baik biarkan saja begini, hingga takdir mempertemukam kita kembali. Janji Gladys.
*

Book Comment (225)

  • avatar
    Selamet Mujianto

    lanjutt

    3d

      0
  • avatar
    WibowoNayla ramadhina putri

    suka banget sama ceritanya

    3d

      0
  • avatar
    Fino Chipeng

    cinta ini

    7d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters