logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

6. Tentang Tuan Muda

Selepas menangis di dada bidang Jevras. Eve Jatuh tertidur membuat Jevras menggendongnya ke kamar pria itu.
Dengan hati-hati dia membaringkan tubuh penuh lembam itu. Dia mengembuskan napas dan duduk di tepi kasur. Menatap lekat wajah polos Eve.
Dia sebenarnya ragu untuk melangkah jauh, tetapi sesuatu dalam dirinya mendorong untuk menyingkap rok gadis itu.
Dia melihat banyak luka di sana saat berhasil menyingkapnya. Rahangnya mengeras. Tahu persis luka itu bukan luka akibat jatuh, tetapi itu luka pukulan.
"Siapa orang yang sudah berbuat keji seperti ini padamu?" tanya Jevras meski tidak didengar Eve. Dia menutup kembali rok Eve.
"Tenanglah, saya berjanji akan membuat dia merasakan 10 kali lipat dari rasa sakit ini." Dia mengelus pipi tirus Eve. Tampak sekali hidup gadis itu menyedihkan.
Dia meninggalkan kamar karena harus menghadap Mr. Waston atas sikapnya yang meninggalkan bandara dan mudahnya membatalkan penerbangannya yang tinggal beberapa jam lagi.
"Tuan Muda," sapa maid Harmonia.
Dia satu-satunya maid yang dipercaya Jevras untuk tinggal di kediamannya mengurus rumahnya ini.
"Iya, kau sudah datang rupanya. Baguslah."
"Iya, Tuan Muda. Atas perintah Anda saya langsung ke sini."
"Di dalam kamar saya ada anak remaja bernama Eve. Kau tolong urus dia dengan baik. Perlakukan dia seperti kau perlakukan saya."
Maid Harmonia mengangguk paham. Walau dalam hati wanita paruh baya itu penasaran dengan gadis yang dibawa Tuan Muda Jevras ke kediamannya. Dia tahu dulu sekali, hanya satu gadis yang dibawa Tuan Mudanya dan itupun tidak pernah lagi.
Maid Harmonia mengantar Tuan Mudanya ke depan. Lalu, masuk kembali menuju kamar Jevras. Dia melihat seorang remaja dalam kondisi memperihatinkan.
"Hanya memandangnya saja sungguh ironis," lirih maid Harmonia.
Dia duduk tidak jauh dari tempat Eve. Memandang gadis itu sampai terlihat kelopak matanya terbuka.
Wajahnya kaget melihat maid Harmonia. Dia bersingut mundur. Bertanya-tanya keberadaannya di mana dan mencari Jevras.
"Tenang, Nona. Saya Harmonia, maid di kediaman Tuan Muda Jevras. Saya diminta untuk menjaga Anda."
Barulah Eve bernapas lega. Dia takut berhadapan dengan orang karena banyangan-bayangan mereka memukulnya selalu terlintas.
"Apakah Anda lapar, Nona?" tanyanya mendekat. Dia mempertahankan senyum agar remaja di depannya tidak takut.
"Eve ... masih kenyang, Bibi," jawab Eve terbata-bata.
"Kalau begitu, apakah Anda ingin mengelilingi kediaman Tuan Muda?" tanya Harmonia.
Eve ragu, tetapi dia mengangguk. Di percaya kalau Jevras tidak akan memutus orang sembarangan untuknya.
Tampak wajahnya semeringah melihat banyak bunga di sana bermekaran. Dia mencoba mendekat dan mencium mawar merah di sana.
"Hati-hati, Nona. Jangan sampai Anda terluka," cemas Harmonia.
Dia takut jika Nona Mudanya tertusuk duri. Dia bisa saja mendapat kemarahan Tuan Mudanya. Dia tahu jika Jevras itu bisa baik dan bisa kejam sekaligus.
"Tenanglah, Bibi. Eve tidak akan mudah terluka karena durinya," jawabnya masih memperhatikan bunga-bunga itu.
"Itu adalah bunga pemberian dari Nyonya Besar Liora," ujar Harmonia.
Dia mengingat wanita yang menjadi Bos Tuan Mudanya datang ke diaman keluarga besar Jevras dan memberikan bunga kepada mommy Jevras.
Tentu sebagai pecinta berbagai jenis bunga. Mommy Jevras--Helie meminta putranya membawa juga kediamannya.
Jevras menolak keras. Namun, Helie malah memberikan pada Harmonia agar menanamnya. Begitulah terjadinya taman ini karena keinginan Helie.
"Nyonya Besar Liora?" tanya Eve.
Bibi Harmonia menarik tangan Eve. Mereka duduk di kursi taman. Lantas wanita paruh baya itu menceritakan sosok Liora Smith Waston.
Eve sampai kagum dibuatnya. Dia ingin sekali bertemu dengan orang hebat seperti wanita yang diceritakan Bibi Harmonia.
"Apakah Mrs. Waston kejam, Bi?" tanyanya.
"Nyonya Besar Liora selalu baik, tetapi pada yang pantas mendapatkannya." Bibir wanita paruh baya itu terangkat mengingat sosok wanita yang telah diceritakannya.
"Bibi akan mengajak Nona ke sana apabila Tuan Muda mengizinkan. Lusa, Bibi harus ke sana mengantar kue pemberian Nyonya Besar Helie kepada Nyonya Besar Liora."
Eve menatap Bibi Harmonia dengan tatapan berbinar. Dia ingin ikut ke sana.
"Eve ingin ikut, Bibi," rengeknya tanpa sengaja.
Bibi Harmoni tersenyum geli melihat Eve. Dia tahu bahwa Eve masih remaja yang pasti masih butuh kebebasan dan ingin dimanja.
"Ayo kita pikirkan. Apakah Nona bisa ikut?" Wajah Bibi Harmonia tampak berpikir membuat bibir Eve mengerucut.
"Bibi ...," rengeknya. Dia sudah memasang puppy eyes miliknya.
Tawa Bibi Harmonia pecah." Baiklah, tetapi izin dulu dengan Tuan Muda."
Eve mengangguk semangat. Lalu, mereka lanjut bercerita. Banyak hal yang diceritakan Bibi Harmonia, tentu minus tentang siapa Tuan Mudanya yang sebenarnya.
Suara deru mesin mobil menghentikan obrolan mereka. Sepertinya Jevras sudah kembali. Apalagi sudah sore. Mereka tidak sadar karena asyik bercerita.
"Tuan muda sudah kembali. Bibi harus memasak sekarang. Bibi hampir lupa, Nona," ujar wanita itu sambil mengajak Eve masuk.
"Eve akan membantu, Bibi," tawar Eve membuat Bibi Harmonia menolaknya.
"Tidak perlu, Nona. Temui Tua Muda dan ingat untuk pergi bersama Bibi harus mendapat izinnya," ujar Bibi Harmonia mengingatkan.
Eve mengangkat jempolnya. Dia berlari kecil sesekali melompat membuat Bibi Harmonia tersenyum.
"Anak itu polos sekali. Semoga Nona dan Tuan Muda bisa bahagia bersama," batinnya.
***
Jevras masuk ke dalam kamar mandi. Dia membersihkan dirinya dan keluar dengan handuk melilit sebatas pinggang.
Tubuhnya tersentak kaget melihat Eve duduk di atas kasur sambil menopang dagu dengan bantal menatapnya polos.
"Kyaaaaaa! Om mesum!" jerit Eve setelah tersadar dari keterpukauannya.
"Ck, saya bahkan saat masuk di sini kamu tidak ada." Jevras melengos masuk ke dalam walking close bajunya.
Dia keluar di sana sudah lengkap dengan kemeja merah maron dipadukan dengan jas hitam. Celana kain berbahan lembut dipadukan dengan sepatu hancock warna senada. Dan, terkahir di balik saku jasnya tersimpan rapi sebuah senjata api MP-412 Rex.
Eve mengatur napasnya saat bayangan tubuh Jevras melintas terus. Dia memeluk tubuhnya yang dibanjiri keringat dingin.
Di samping bayangan tubuh Jevras muncul, tubuh lain muncul juga dalam bayangannya. Tubuh yang menindihnya malam itu.
Setetes air mata keluar dari kelopak matanya. Membuat Jevras yang baru keluar terdiam.
"Apa karena melihatku tidak memakai baju membuatnya takut?" batin Jevras.
Dia mendekat mengusap air mata Eve dengan jempol tangannya.
"Kau tidak boleh menangis lagi," ujarnya.
"Om," panggil Eve parau.
"Iya?" Jevras membelai lembut Surai Eve. Berharap ketakutan Eve Pudar.
"Jangan lagi tidak memakai baju," pintanya membuat hari Jevras mencolos.
"Saya janji." Dengan mudah dia mengatakannya. Entahlah, baginya apapun yang bisa membuat Eve nyaman akan dia lakukan.
"Kamu sudah makan dan minum obat?" tanya Jevras.
Eve menggelengkan kepalanya. Membuat dahi pria itu terlipat ke dalam.
"Apa Bibi Harmonia tidak memberimu makanan?" tanyanya marah.
Eve panik. Dia tidak mau Jevras memarahi Bibi Harmonia. Padahal dia sendiri yang sudah kekenyangan.
"Tidak! Bibi sangat baik pada Eve. Bibi mengajak Eve jalan-jalan melihat taman bunga, Om," ujar Eve.
"Lalu? Kau melupakan makan?" Jevras tidak tahu kenapa dia tidak suka Eve terlambat makan.
Tubuh kurus gadis itu membuatnya memperhatikan pola makan Eve secara protektif. Dia menjadi posesif.
"Eve masih kenyang, Om. Oh, ya, Om. Bisakah Eve ikut Bibi ke rumah Nyonya Besar Liora?" tanya Eve.
Jevras sejenak berpikir saat Eve menyebut nama Nyonya Bos-nya. Namun, dia percaya pada Bibi Harmonia tidak akan melewati batas dalam bercerita. Dia sangat kenal wanita pengasuhnya itu.
"Boleh, tetapi ada syaratnya."
"Apa, Om?"
"Luka di seluruh tubuhmu harus kita obati," ujar Jevras.
Eve takut, tetapi sebagai remaja yang masih memiliki obsesi keinginantahuannya mengenai Liora. Dia terpaksa menyetujui.
"Baiklah, Om. Akan tetapi, sekarang Eve harus pulang," ujarnya cemas.
Dia takut kalau harus terlambat pulang akan dimarahi oleh Bibi Eloise. Ini saja sudah sangat terlambat. Kemungkinan dia akan mendapat pukulan lagi.
"Baiklah. Saya akan mengatarmu jika sudah makan," ujar Jevras.
"Tidak perlu, Om. Om tolong saja berikan Eve makanan untuk dibungkus. Eve Ingin memberikan pada adik-adik Eve," ujar Eve.
"Baik."
Mereka keluar dari kamar. Menghampiri Bibi Harmonia yang sedang memasak.
"Kau berikan dia makanan banyak. Dibungkus," titah Jevras.
"Baik, Tuan Muda."
Eve menatap Jevras dengan tatapan protes membuat pria itu menatapnya balik.
"Ada apa?"
"Om, kamu sangat tidak sopan dengan Bibi memanggilnya begitu kasar," protesnya.
Bibi Harmonia yang sedang membungkus makanan untuk Eve berhenti sejenak. Dia tersenyum tipis.
"Sepertinya Tuan Muda memang mendapat gadis yang cocok untuknya," batinnya.
Jevras menjadi kikuk. Seumur hidup tidak pernah ada yang menegurnya memanggil pengasuhnya begitu. Namun, di depannya sudah berdiri gadis remaja melayangkan tatapan tidak suka lengkap dengan protesnya.
"Baiklah, saya harus memanggilnya dengan sebutan apa?"
"Panggil dia Bibi Harmonia. Bibi sudah bekerja keras membuatkan makanan. Pekerjaannya sangat mulia," ujar Eve menyanjung Bibi Harmonia.
"Ah, gadis ini mengingatkanku pada Nona Alana. Hanya saja Nona Eve jauh lebih lugu dan polos," batin Bibi Harmonia.
"Baiklah. Bibi apakah sudah selesai?" tanya Jevras mengikuti keinginan Eve.
"Sudah, Tuan Muda."
Eve Langsung memasang wajah senang. Dia menerima bungkusan begitu banyak dari Bibi Harmonia.
"Terima kasih, Om, Bi," ucapnya tulus.
"Sama-sama."
Eve pamit kepada Bibi Harmonia. Lalu, mengikuti Jevras menuju ke garasi mobil. Dia naik ke bangku dekat kemudi.
"Om, bisa antar Eve dulu ke tempat adik-adik Eve?" tanya Eve.
"Saya akan mengantarmu sampai ke rumahmu, termasuk ke tempat-tempat yang ingin kamu kunjungi," balas Jevras sambil menyalakan mesin mobil.
Mereka menuju ke tempat gubuk Ibu Brenda. Selama perjalanan, Eve menatap setiap bangunan yang dilewatinya dengan kagum.
Dia terbiasa tinggal di gang sempit. Kompleks yang sederhana dan tempatnya selalu berada di tempat kumuh.
Melihat lampu jalanan berkelap-kelip dan Bangunan mewah bertingkat membuatnya seperti melihat sesuatu yang begitu menakjubkan.
"Bagaimana rasanya tinggal di rumah semewah itu? Di rumah Om Jev saja, kasurnya sangat empuk membuatku nyaman tidur," batinnya.
"Apakah suatu hari nanti aku bisa membeli rumah semewah itu untuk membawa Ibu Brenda dan adik-adikku tinggal bersama?" batinnya.
Dia mengetuk-ngetuk pintu mobil. Lalu, melukis di sana walau pada akhirnya tidak ada gambar sama sekali.
Jevras sesekali mencuri pandang ke arah Eve. Dia memperhatikan gerak-gerik gadis itu.
"Om, Eve memetik satu bunga di taman Om." Eve tiba-tiba berbalik dan mengeluarkannya dari tas.
Dia telah menyimpannya di atas keras putih yang dibentuk menyerupai bentuk pembungkus bunga mahal.
Di depan kertas itu tertulis dengan tulisan pena.
'Untuk Om Jevras.'
'Terima kasih Malaikat Pelindungku.'
Jevras menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dia mengambil bunga itu dan tersenyum.
"Gadis yang baik," ujar Jevras membuat Eve melebarkan senyumnya.
Tanpa diduga-duga Jevras menarik tubuh Eve ke dalam pelukannya.
"Bersabarlah, deritamu akan berakhir," bisik Jevras.
***
TBC
Jangan lupa difollow 🙏

Book Comment (436)

  • avatar
    SusantoDinar

    pinjam uang dana

    6d

      0
  • avatar
    LawatiSusi

    membaca sekilas sudah seru

    6d

      0
  • avatar
    FirdausMuhammad

    cerita yang sangat menarik dan saya amat menyukainya

    9d

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters