logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Chapter 3 Kucing Liar

Saat hendak pergi Thalia menghentikan pemuda tersebut. “Ehh tunggu.”
“Ada apa?” tanya pemuda tersebut.
“Kamu kan udah tahu namaku, masa aku gak tahu nama kamu sih,” ucap Thalia.
“Oh iya lupa, nama aku Darel, Darel Wijaya, salam kenal.” Darel mengulurkan tangan dengan melebarkan senyumannya.
Deg ...
Thalia terkejut mendengar nama itu, ia merasa familiar dengan nama tersebut tapi ia lupa pernah melihatnya dimana. Thalia hanya memandangi pemuda itu dengan tatapan kosong.
“Ehem ... kamu kenapa?” tanya Darel.
“Eh, aku ... gak, gak apa-apa.” Thalia terbangun dari lamunannya.
“Kenapa menatapku seperti itu?” selidik darel “Aku ganteng ya?” godanya.
“Percaya diri amat.” Thalia memalingkan wajahnya.
“Mana ada orang yang tidak terpesona saat melihat ketampananku ini.” Ucap Darel kembali menggoda Thalia dengan merapikan rambutnya hingga membuat wajah Thalia merona.
‘Dih najis, PD banget anjir’ sebal Thalia. Tanpa menjawab Thalia langsung mendorong Darel keluar dari kamar dan menutup pintunya.
“Apaan sih tuh orang narsis amat, sabar Thalia sabar, untung dia dan keluarganya baik.”
“Sekarang waktunya merapikan barangku,” ujar Thalia penuh semangat.
***
Di luar kamar.
“Hais, lucu sekali anak itu, baru digoda segitu saja sudah merona wajahnya,” ucap Darel yang sedang memandang pintu kamar Thalia dengan melebarkan senyuman jahilnya.
***
Saat merapikan barang, Thalia mengeluarkan foto mama yang membuatnya teringat mamanya.
“Mama... Mama tahu tidak, Thalia bertemu dengan orang baik ma, yang mau menerima Thalia padahal kami baru kenal ma... mama mau tahu tidak siapa? Namanya Darel ma, dia punya omah, omahnya sangat baik sekali sama Thalia ma, waktu Thalia lihat Omah, Thalia jadi ingat sama mama... Oh iya ma, Thalia lupa bilang, tadi Thalia ke rumah papa, tapi papa tidak ada di rumahnya, doakan Thalia ya ma semoga papa cepat pulang, jadi Thalia bisa tinggal bersamanya, Thalia tidak mau menjadi beban di keluarga Omah. Sudah dulu ya ma, ceritanya dilanjut nanti oke.” Thalia mengusap foto mendiang mamanya.
Setelah selesai merapikan semua barangnya, Thalia keluar kamar dan berniat mencari Omah, tapi malah bertemu dengan Darel yang sedang menuju dapur.
“Sedang apa kamu disini?” tanya Darel.
Thalia menghiraukan pertanyaan dari Darel, kepalanya celingak-celinguk, menengok kanan kiri seperti sedang mencari sesuatu.
“Kau sedang apa sih di sini?” tanya Darel keheranan.
“Oh ... Kamu lapar ya?” imbuhnya.
“Aku kan tadi sudah makan, aku kemari mencari omah,” ujar Thalia.
“Tapi karena rumahnya besar sekali sih, jadi aku tidak menemukan Omah, hehehe...” Thalia menggaruk kepalanya kerena bingung.
Darel hanya tersenyum karena melihat tingkah konyol gadis ini.
“Omah sekarang berada di kamarnya, kamu kekamarnya saja,” ucapnya.
“Ya kalau aku tahu kamarnya aku langsung ke sana, aku tahu kamar omah juga tidak,” gerutu Thalia.
“Ya udah kalau gitu tunggu saja di dapur, nanti juga omah kemari buat masak,” ujar Darel.
“Hm … baiklah.” Thalia pun mendudukkan tubuhnya di kursi meja makan.
Darel melewati Thalia dan berjalan menghampiri kulkas. “Memangnya,”-Darel membuka pintu kulkas-“kamu ada perlu ada sama omah?”
“Kamu ini cerewet sekali ya!” jawab Thalia dengan mengerutkan dahi.
“Lah, emang apa salahnya bertanya?” Darel menaikkan satu alisnya.
Thalia hanya melirik Darel dan menghela napasnya.
Darel terlihat mengeluarkan kotak susu dari kulkas.
“Kamu mau susu?” tanyanya.
“Tidak usah, aku sudah punya,” gumamnya dengan melirik ke arah lain.
“Hah kamu bilang apa aku tidak dengar?”
“Aku bilang tidak, aku sudah kenyang!” Thalia mengusap-usap perutnya yang membuat Darel terkekeh melihatnya.
Disela perbincangan mereka, Omah pun datang.
“Ehh ada apa ini ... kok kelihatanya ribut.”
Mereka pun sontak melihat ke arah suara itu.
“Eh omahhh.” Spontan mereka mengucapkan secara bersamaan.
“Kalian ini kompak sekali, jodoh kali ya di masa depan.” Omah terkekeh melihat kelakuan mereka berdua.
Thalia dan Darel langsung melemparkan pandang seraya mengangkatkan ke dua bahunya, ‘Hah, itu tidak mungkin’.
“Omah ini ada-ada saja, Thalia tadi mencari Omah, jadi aku menyuruhnya menunggu disini,” ujar Darel.
“Kamu benar mencari Omah?” tanya Omah pada Thalia.
“Iya omah, Thalia mau ngomong sesuatu sama omah.”
“Ada apa memangnya?”
Thalia ragu berbicara lalu melihat kearah Darel. Untungnya Omah mengerti apa yang Thalia maksud, Omah pun menatap Darel seperti mengisyaratkan untuk pergi.
“Iya iya aku pergi!”
Darel lalu pergi meningalkan mereka berdua dengan membawa segelas susu.
“Apa sih yang mau dia bicarain, aku kan jadi kepo, aku menguping di sini saja deh,” gumam Darel.
Thalia yang ingin membicarakan sesuatu malah mendapati Darel yang sedang jongkok seperti sedang menguping di luar tembok dapur.
“Omah, Darel,” bisiknya pada omah dengan menunjuk ke arah luar tembok.
“Darel sedang apa kamu di situ?!”
Sontak Darel terkejut hingga menumpahkan sedikit susunya. Spontan Darel menjawab hal aneh.
“I..ini omah sendoknya loncat, eh, eh lompat dari gelas, Darel lagi nyari sendoknya di lantai tapi gak ketemu.”
Darel langsung buru-buru pergi ke kamarnya karena ketahuan menguping. Omah yang melihatnya hanya menggelengkan kepala. Setelah melihat Darel pergi, Thalia pun baru berbicara.
“Omah ... Thalia kan sudah diberi izin tinggal di sini, tapi ... Thalia punya syaratnya.”
“Loh, kamu yang mau tinggal di sini, kamu juga yang ngasih syarat,” senyum Omah. “Kalau boleh tau,apa itu?” tanya Omah heran.
“Thalia tidak mau tinggal di sini secara gratis, mungkin Thalia tidak bisa membayarnya dengan uang, tapi Thalia bisa ganti dengan bekerja di sini, Thalia tidak mau menjadi beban di keluarga ini omah,” pinta Thalia.
“Kamu memang anak yang berbakti ya,”-Omah mengelus kepala Thalia-“Ibumu pasti sangat bangga memiliki anak sepertimu, tapi Omah menolak syarat yang kamu berikan, bagaimana kalau kamu ganti dengan membantu omah memasak di dapur?” ucap Omah.
“Boleh Omah, tapi kalau Thalia tidak bisa kerja di sini … um, Thalia mau cari kerja ke tempat lain, buat uang saku Thalia sebelum papa pulang,” pintanya kembali.
“Kalau masalah uang sakumu, nanti tiap Thalia berangkat sekolah akan Omah beri.”
“Omah, untuk syarat yang ini, Omah tidak boleh melarang Thalia ya, Thalia gak mau menjadi beban buat Omah.” Thalia mengatakan itu dengan tulus.
“Ya sudah, kalau kamu niatnya seperti itu apa boleh buat, tapi kamu kan masih kecil jangan melakukan pekerjaan yang berat-berat!”
‘Haduh selalu saja seperti ini, badanku ini emang bener-bener kecil ya’ ucap hatinya datar.
“Iya Omah Thalia mengerti, tapi Omah, Thalia ini bukan anak kecil lagi, usia Thalia udah 17 tahun loh Omah, mau 18 tahun, masa masih di sebut anak kecil sih,” jelas Thalia cemberut.
“Loh sama kaya Darel ya, Darel juga udah 18 tahun, seumuran ternyata kalian, kirain omah kamu masih anak SMP,” canda Omah.
'Ohhhh badankuuuuuu, perasaan badanku itu molek loh, ya walaupun ngga tinggi’ sedih batin Thalia.
‘Mengapa aku tidak merasa canggung dengan anak ini yang bukan cucuku,’ batin Omah.
Setelah selesai perbincangan yang panjang mereka pun memasak bersama untuk menyiapkan makan malam.
***
Kamar Darel.
“Mereka berbicara apa sih lama sekali, kalau aku menguping nanti ketahuan Omah lagi.”
“Hais, bodo amat ah, ke sananya nanti aja deh waktu makan malam.”
Drt …
Dering ponsel Darel berbunyi, ada pesan masuk dari temannya.
*~Gerar ( Rel, masih idup? )
~Darel ( Bangs*t, sini lo! )
~Gerar ( Di mana? )
~Darel ( Rumah Omah, seperti biasa )
~Gerar ( Meluncur! )
~Darel ( Kalau mau nebeng rumah, bawa peralatan sendiri! )
~Gerar ( Bagi sesama yang nebeng jangan menggurui! )
~Darel ( Bangk* lo, gue nebeng di rumah omah gue! )
~Gerar read*
“Iya! Bagus! Read aja terus!,” gerutunya.
***
“Omah, ini ikan pesmolnya sudah beres, coba omah cicipi enak tidak?” Pinta Thalia dengan menyodorkan sendok.
“Ehmm ini enak sekali, ternyata kamu ini pintar masak juga ya,” ucap omah dengan mengelus kepala Thalia.
“Iya Omah, Thalia kan suka belajar masak dengan mama, jadi Thalia pasti pintar masak dong.” Dengan bangga Thalia memuji dirinya sendiri.
“Kamu ini seperti Darel ya,”-Omah mencubit pipi Thalia-“suka memuji diri sendiri.”
“Ih Omah.”
Gelak tawa menghangatkan ruangan tersebut, tawa mereka terpecah saat suara bel rumah berbunyi.
Ting ... Tong ...
“Bentar ya,Omah ke depan dulu.”
“Omah di sini saja, biar Thalia yang membuka pintunya,” pinta Thalia.
Omah mengiyakan keinginannya, kemudian Thalia membukakan pintu tersebut.
Ternyata itu Gerar.
Seketika Gerar terkejut dan keheranan, karena yang membuka kan pintu adalah seorang gadis cantik dan bukan Omah.
“Kakak mau mencari siapa ya?” tanya Thalia.
“Darel,” jawabnya singkat dengan wajah datar.
“Oh iya kak, silakan masuk dulu, biar saya panggilkan Darelnya.” Thalia tersenyum manis.
Gerar pun tak segan masuk ke rumah itu, karena ia dan Darel sering main bersama, tapi ia heran karena ada seorang gadis di rumah ini, pikirnya adalah pembantu baru yang menetap. Gerar pun langsung mencari omah.
***
Tok … Tok ... Tok ...
“Darel, itu ada yang mencarimu!” seru Thalia.
“Cepat amat anak itu datang.” Darel langsung keluar menghampiri Thalia.
“Di mana dia?” tanya Darel.
“Ruang tamu.”
Lalu mereka menuju ruang tamu bersama.
***
Saat di ruang tamu, Gerar tak ada di sana, ternyata ia sedang menemui Omah di dapur.
“Gerar—!,” teriak Darel dengan menepuk keras pundak sahabatnya itu.
“Sakit sialan!” seru Gerar dengan menjitak kepala Darel. “Panggil gue abang!”
“Abang abang, sok tua lo ya, beda 2 tahun belagu amat!” Darel tak peduli dengan itu.
“Ya begitulah,” jawab Gerar dengan menaikan ke dua alisnya.
“Sudah sudah, kalian ini selalu saja berdebat!” tukas Omah.
“Sekarang sudah waktunya makan malam, ayo kita makan dulu!” ajaknya pada semua.
Semua mengiyakan permintaan Omah.
“Thalia, ayo ikut omah, kita bereskan dulu meja makannya,” sambung Omah.
Omah dan Thalia menuju ruang makan, tetapi Darel dan Gerar masih berbincang di depan dapur. Gerar merasa nama Thalia tidak asing di telinganya, tapi ia tak peduli dengan itu.
“Siapa dia? Pembantu baru?” Tanya Gerar.
“Bukan, tadi aku menemukan dia di jalan, karena kasihan, aku bawa dia kemari,” jawab Darel.
“Sekarang kau jadi suka membawa kucing liar kemari,” ucap Gerar dengan menyunggingkan bibir.
“Berisik kau, gadis cantik seperti itu masa disebut kucing liar!” sewot Darel.
“Kucing liar ya tetap kucing liar,” ucapnya.
“Kalau kau tidak tahu masalahnya ya diam saja, sudahlah sekarang kita makan dulu!” ajak Darel demi menyudahi pertanyaan tentang Thalia. ‘Beruntungnya aku dapet kucing liar secantik itu” bangga hatinya.
Mereka makan malam bersama, tapi Thalia risih dengan kehadiran Gerar yang terus menatapnya seakan-akan menyuruhnya pergi dari rumah ini. Thalia hanya menundukan kepalanya saat makan. Melihat kelakuan sahabatnya pada Thalia, membuat Darel menendang-nendang kaki Gerar.
Gerar menatap tajam Darel, 'Sialan! mengapa kau menendangku?!’
Darel pun menatap tajam Gerar lalu melirik ke arah Thalia, ‘Kau jangan menatap Thalia seperti itu sepertinya dia takut padamu’! Darel melahap makanannya dengan kesal.
“Omah, masakan ini enak omah,” ujar Darel demi mecairkan suasana.
“Bukan omah yang buat loh, tapi Thalia, dia itu jago masak,” ucap Omah.
“Kamu ini ternyata pintar memasak juga ya,” ucap Darel dengan penuh semangat demi menenangkan suasana hati Thalia.
“Terima kasih Darel, nanti akan ku buatkan masakan yang lainnya,” senyum Thalia melebar di wajahnya.
Mendengar ucapan Thalia, Darel merasa lega, karena suasana hati Thalia sudah tidak seperti tadi.
“Kalau lagi makan sebaiknya jangan berisik.” Tatap Gerar pada Thalia dengan menajamkan alisnya.
Darel menjadi kesal karena kelakuan sahabatnya ini, membuat ia menendang kaki Gerar kembali dengan keras dan membuat mereka saling bertatap dan menajamkan kedua alisnya.
‘Dasar br*ngs*k, kakiku sakit tau kau tendang terus!’ Kesal batin Gerar.
‘Kau yang br*ngs*k, mengapa kau berkata seperti itu,’ geram hati Darel.
“Sudah sudah, kalian itu kenapa sih tidak ada habisnya kalau ribut,” ujar Omah.
Mereka berdua saling bertatapan kesal.
“Thalia, nanti kalau sudah selesai, bantu Omah membereskannya ya,” lanjut Omah.
“Baik, Omah.” Thalia pun mengiyakan perintah Omah.
Makan malam telah selesai, semua piring telah bersih dan tertata dengan baik, Omah telah kembali ke ke kamarnya begitu pun Darel. Hanya Thalia dan Gerar yang belum masuk kamar. Gerar berada di ruang tamu sementara Thalia masih barada di dapur.
‘Itu orang kenapa masih di sana sih,’ waswas batin Thalia.
Saat Thalia ingin pergi ke kamar langkahnya terhenti karena tangannya ditarik Gerar dan mendorongnya ke tembok. Mereka saling beradu pandang dan Gerar mendekatkan wajahnya ke hadapan Thalia membuat hati Thalia berdebar karena perlakuan Gerar.
‘Anjirrrrrr, ini jantung lagi olah raga apa?! Deg degan bengetttt, serasa nonton film horor,’ keringat seketika meluncur dari dahinya. “Kak, tolong jangan kaya gini!”

Book Comment (25)

  • avatar
    Nur jazamalinahNur jazamalinah

    🤍🤍🤍🤍

    02/03/2023

      0
  • avatar
    FernandesAyub

    Sangat mempesona dan menarik ceritanya

    24/01/2023

      0
  • avatar
    AnnaimaAzzahra

    bagus

    22/10/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters