logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Thalia

Thalia

Rarpe


Chapter 1 Prolog

Drt.. Drt... Drt...
Dering ponsel Thalia berbunyi, nomor tak dikenal berusaha memanggilnya.
'Nomor siapa ini,' herannya. Dengan santai ia pun mengakhiri panggilan.
“Salah sambung kali,” ucapnya
Tak lama kemudian, dering ponselnya kembali berbunyi.
Drt.. Drt.. Drt..
Nomor itu pun kembali muncul.
'Siapa sih ini orang ganggu deh,' decak kesal batinnya sembari menjawab panggilan.
“Halo? Ini siapa ya?!”
“Maaf dek! Nama kamu Thalia bukan? Anak dari Bu Nadia?” tanya panik seorang pemuda dari sebrang sana.
“Iya, saya anaknya, ada apa emang dengan mama saya, maaf sebelumnya ini siapa?!” tanya Thalia dengan penasaran.
“Nama saya gak penting! Tadi..”
“Gak penting gimana? Terus ngapain kamu telpon nanya nanya saya sama mama saya!” potong Thalia.
Pembicaraan mereka pun terdengar oleh siswa penjaga perpustakaan. “Maaf ini Perpustakaan dilarang berisik! Kalau sedang angkat telpon silakan keluar perpus dulu!” ucapnya.
'Tuh kan, kena marah lagi ini orang,' gerutunya dengan merapikan buku lalu bergegas pergi ke luar.
“Hallo! Gara-gara kamu, saya kena marah penjaga perpus! Emang ada apa sih sama mama saya?!” Kesalnya
“Maaf dek, makanya dengerin dulu saya bicara, tadi saya menemukan Ibu adek tergeletak di jalan jadi saya inisiatif membawanya ke Rumah sakit, beliau meminta saya menghubungi adek.” Ucap pemuda tersebut yang terhubung melalui sambungan telpon.
“Hah! Apa? Mama masuk RS?! Tolong kirimkan alamatnya, saya akan kesana sekarang!”
'Eh tunggu tunggu, ini serius atau bercanda,' curiga batinnya.
"Ini penipu ya!"
"Kalau adek tidak percaya, silahkan kemari dulu, saya tidak mungkin menipu, ngapain juga nipu adek harus kerumah sakit! kalau mau nipu, sekalian aja saya nyuruh adek kerumah kosong!"
'Bener juga, apa bener Mama di rumah sakit, kalau emang bener, aku harus ke sana sekarang!' batinnya.
Dengan cemas, Thalia segera mematikan telponnya. Thalia berlari dari perpustakaan sekolah saat mendengar mamanya berada di Rumah sakit, Nadia memang menderita penyakit asma tapi penyakit tersebut bisa dikontrol dengan baik olehnya agar penyakit tersebut tidak kambuh. Thalia berpikir, penyakit mamanya jarang sekali kambuh, 'mengapa ini bisa terjadi?'
Drt..
Pesan masuk dari seorang pemuda yang memberikan alamat Rumah sakit dan tempat ruangan di mana Nadia dirawat. Napas Thalia terengah-engah saat berlari dari gerbang sekolah menuju kendaraan umum. Ia sangat takut bila sesuatu terjadi pada mama, karena hanya mamanya lah yang ia punya, tak ada ayah ataupun sanak saudara yang menemani.
Tibanya di Rumah sakit Thalia langsung berlari menuju ruangan tempat mama dirawat.
'Ternyata bener itu Mama', batinnya
Ia melihat mama tertidur pulas dengan lemahnya, ia menghela nafas lalu menghampiri dan mengusap lembut mamanya.
“Ma..mama, mama baik-baik saja kan, ini Lia ma, mama kenapa bisa masuk Rumah sakit sih ma? Mama kan ngga kenapa-napa?” ucapnya sendu melihat mamanya berbaring. Thalia yang tak kuat menahan tangis nya, tetes air mata jatuh mengenai pipi Nadia dan membuatnya terbangun. Wanita tersebut tersenyum dan mengusap lembut kepala anaknya.
“Thalia anakku ... mama sudah bangun nak ... kamu kenapa menangis sayang.” Suara serak terdengar dari mulut Nadia.
“MAMA ... mama kenapa jadi begini sih ma,”-Thalia langsung memeluk Nadia-“Lia takut mama kenapa-napa!”
“Mama gak apa-apa cuma kelelahan aja, jangan menangisi mama sayang, mama gak apa-apa.”
“Mama bohong, masa kelelahan sampai ke Rumah sakit gini! Pasti ada apa-apa sama mama, mama jujur sama Lia, mama kenapa?” Thalia terus menangis dan memeluk mamanya lebih erat.
Nadia memang sengaja tak memberitahu Thalia tentang penyakit yang ia derita selain asma, ia hanya menjelaskan bahwa tadi saat dia pingsan ada seorang pemuda yang menolongnya dan membawanya ke Rumah sakit padahal ia hanya meminta diantar ke rumah, tapi pemuda itu bersikeras membawanya ke Rumah sakit. Kemudian, setelah memberi kabar pada Thalia, pemuda tersebut langsung pergi meninggalkan Rumah sakit. Ia memberitahu bahwa seorang pemuda itu sangat baik hati dan membayar seluruh pengobatan nya, tapi pemuda itu tak memberitahu siapa nama nya. Cerita mama membuat Thalia terharu karena ada seseorang yang baik yang mau menolong mama. Tapi Thalia pun merutuki dirinya sendiri, karena telah memarahi pria tersebut. 'Duh bodoh nya aku ini, terus gimana dong, apalagi biaya RS ditanggung dia, haduh malunya akuu.'
Thalia kembali memeluk mamanya yang sedang berbaring.
“Ma, tapi... tadi Lia marahin orang itu ma, kirain Lia dia orang iseng ma, apalagi dia ngomong tentang mama, jadi lia takut,” rasa bersalahnya.
Nadia hanya tersenyum melihat kelakuan anaknya.
“Lain kali jangan diulangi lagi ya, siapa tau orang yang gak kamu kenal, itu yang jadi penolong kamu, berfikir positif dulu aja ke orang lain ya,” ucap Nadia
“Hmmm, iya ma”
'Bagaimana caraku berterimakasih pada penolongku, apa chat dia aja ya, tapi malu duh,' batin Thalia.
Tak lama kemudian, Nadia berusaha untuk berbicara.
“Lia sayang ... Lia yang sabar ya nak kalau mama udh gak ada.”
“Ih apaan sih ma, ngomong nya gitu,”sanggah Lia
Nadia pun tersenyum, “Lia harus tetap semangat menjalani hidup,” ucap Nadia dengan terbata-bata.
“Mama ngomong apa sih ma, mama jangan bercanda sama Lia ma, ini gak lucu! Mama kan baik-baik aja, mama harus sehat ma, biar kita selalu bisa bersama,” rengek Thalia dengan cairan bening yang terus mengalir membasahi pipinya. Thalia tak henti-hentinya memeluk Mama.
“Ini buat Lia.” Nadia memberikan secarik kertas kepada anaknya.
“Ini apa ma?” Tanya Thalia kebingungan.
Nadia hanya tersenyum sebari mengusap pipi anaknya. Namun seketika tangan Nadia terjatuh, matanya mulai terpejam.
“Ma!”
“MAMA!”
“MAMA BANGUN MA! MAMA BANGUN!” teriaknya dengan mengguncangkan bahu Nadia.
Tangisnya pecah mengisi seluruh ruangan dengan panik ia langsung bergegas memanggil dokter, ia takut sesuatu yang ia pikirkan terjadi.
“DOK! DOKTER!!!” celingak celinguk mencari keberadaan dokter, melihat perawat yang menghampirinya, ia pun langsung menarik tangan perawat.
“Suster, ini gimana sus, mama saya kenapa?!”
Setelah perawat tersebut melihat kondisi Nadia, ia langsung pamit untuk memberitahukan pada dokter. Dokter pun segera memasuki ruangan Nadia dirawat dan memeriksanya.
“Dok, bagaimana keadaan mama saya?” Tanya Thalia dengan cemas.
“Mungkin ini sudah takdir ilahi, kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi takdir berkata lain. Bu Nadia sudah tidak bisa di selamatkan. Kami turut beruduka karena Bu Nadia sudah meninggal dunia, mungkin nona ingin berpamitan dengan nya untuk terakhir kalinya sebelum kami merapikan jenazah Bu Nadia.”
Matanya melotot tak percaya dengan ucapan dokter,“Dok! Tadi mama gak baik-baik aja dok! Tolong mama dok! TOLONG MAMA! Dia Cuma kelelahan dok! Kenapa jadi kaya gini?!” isak Thalia.
“Nyonya Nadia memiliki riwayat penyakit jantung sejak lama, beliau meninggal karena serangan jantung, dan komplikasi di ginjalnya sudah membuat tubuh nyonya tak bisa menyaring darah secara normal.”
Seketika Thalia lemas dan ambruk di hadapan jenazah ibunya, ternyata mama menyembunyikan penyakitnya selama ini darinya. Tapi, mama tak pernah mengeluhkan rasa sakit di hadapannya, makanya ia begitu tenang.
“Hah? Apa? Serangan Jantung dok?” ucap nya lemas tak berdaya
“Dok, tolong bantu saya... tolong bangunkan mama saya dok, saya mau mama saya kembali dok,” sambungnya lemas.
“Maaf dek, urusan maut, itu urusan Yang Maha Kuasa, kita hanya bisa mengikhlaskan kepergiannya agar Bu Nadia tenang di alam sana,” ucap dokter
“Ikhlas? Kalian mana mau mengerti, KALIAN YANG MASIH PUNYA KELUARGA MANA MAU MENGERTI!!”
“MAMA—! Mama jangan pergi maaa, mama jahat, mama bohong sama Lia, katanya mama baik-baik aja... mama ayo bangun ma, mama kan sayang Lia kenapa mama pergi, sekarang siapa yang akan menemani Lia menjalani hidup ini ma, cuma mama yang Lia punya, Mama jangan tinggalin Lia maaa...” Derai air mata memasahi pipinya, ia tak kuasa melihat mama yang berbaring tak bernyawa.
***
Thalia merasa menyesal karena tak dapat meminta maaf langsung dari nya.
"Mama, Thalia minta maaf ya ma, karena Thalia belum bisa ngebahagiain mama, Thalia sayang mama," ucap Thalia dengan mencium batu nisan yang bertuliskan Nadia Arnata.
Thalia tak ingin meninggalkan pemakaman Nadia, karena ia tak ingin mamanya kesepian di sana. Tiba-tiba, ia teringat akan sesuatu yaitu surat yang ditinggalkan mamanya. Mengharuskan ia pulang dan segera membacanya.
...
Dibuka nya amplop tersebut, terdapat selembar kertas dan sebuah foto di sana. Ia tak memperdulikan foto tersebut, karena ia tak mengenal siapa yang ada di foto itu.
Linangan air mata kembali membasahi pipinya, ia menangis sejadi-jadinya karena tak kuasa membaca surat dari mama.
*Thalia sayang,
Lia apa kamu tau, saat pertama kali kamu lahir itu lah hal sangat membuat hati mama senang. Mama memang tak punya siapa-siapa tapi saat kamu lahir, itu lah awal bahagia kehidupan mama. Maafkan mama ya karena selalu membohongi Lia, mama tak bermaksud begitu, mama hanya ingin yang terbaik buat Lia...
Mama juga ingin bilang sebenarnya papamu itu tidak meninggal dia masih hidup, karena keegoisan mama yang telah membuatmu menderita. Foto itu adalah foto papamu. Carilah papamu nak, semoga dia dapat membantumu, alamatnya tertera dibelakang foto itu ya nak. Maafkan mama karena telah memisahkan mu dari papamu, mungkin bila kamu hidup bersama nya kamu akan lebih bahagia.
Mama menyayangimu,
Nadia Arnata*
Mamaaa, sendunya
“Papa,” Thalia melihat foto itu dengan seksama, tertulis, ‘Ardian Wijaya’.
'Pa apa kamu mau menerimaku'
“Papa, aku akan mencarimu, semoga kau dapat menerimaku.”

Book Comment (25)

  • avatar
    Nur jazamalinahNur jazamalinah

    🤍🤍🤍🤍

    02/03/2023

      0
  • avatar
    FernandesAyub

    Sangat mempesona dan menarik ceritanya

    24/01/2023

      0
  • avatar
    AnnaimaAzzahra

    bagus

    22/10/2022

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters