logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Minta ditalak

Aku tak habis fikir, suami yang selama ini menjadi imam hidupku telah tega melakukan hal bejad di belakangku.
Aku menangis di samping Dona. Meratapi nasibnya yang memiliki ayah sebejad suamiku.
Tidak, aku tidak bisa hidup lama-lama dengan laki-laki dan keluarga macam mereka.
Dada ini makin lama makin sesak.
Itulah pekerjaan suamiku setiap keluar malam. Menjadi santapan para wanita-wanita kaya kesepian.
Bodohnya aku selama ini.
Bisa-bisanya aku tertipu olehnya. Pasti mas Dani sudah sedari dulu menjadi laki-laki jalang seperti itu.
Astaghfirullah, kenapa batinku terus menerus berkecamuk membayangkan sikap suamiku yang sudah benar-benar tak pantas untuk ditangisi dan dirindukan lagi.
Sifatnya macam hewan saja. Benar-benar diluar nalar.
Tubuh ini benar-benar makin lemas, apalagi saat kedua bola mataku meneteskan air mata di samping Dona yang sedang terlelap tidur.
Kuusap dengan penuh emosi air mata yang sudah terjatuh dan terus terjatuh lagi. Rasanya air mata ini tak pantas lagi jika harus terus-menerus keluar.
Terus kuusap air mata meskipun masih terus saja tumpah bagaikan air laut yang tak juga habis bila dikuras.
Hu hu hu
Hatiku benar-benar sakit.
Hancur sudah semua harapan dan impian untuk terus hidup bahagia bersama keluarga kecilku.
Impianku hingga hari tua bersama jelas pupus sudah. Tak tahan lagi rasanya.
Ibu dan bapak yang selama ini kuhormatai jelas sudah ternoda. Tak sudi lagi aku menyebut mereka sebagai orangtua yang baik dan bijak.
Mereka amat membuat emosiku memuncak.
Hilang sudah rasa hormatku pada mereka. Orangtua yang selama ini kupuja dan kusanjung. Kenapa mereka tega sekali.
Berarti waktu itu, ketika ibu menyuruhku membuntuti mas Dani memang mereka sudah berkomplot.
Aku yakin, saat itu ibu dan mas Dani sengaja mempermainkanku.
Lalu kenapa mas Dani masih mempertahankanku?
Apa aku hanya dijadikan pembantu saja di rumah?
Kepala ini tak berhenti menggeleng-geleng tak karuan dengan campuran emosi.
Ya Tuhan, uang yang selama ini kumakan benar-benar menjijikan sekali. Uang-uang hasil dari kegilaan suamiku telah mengalir di aliran darahku juga anakku.
Selama ini aku telah memakan uang haram. Uang hasil ... aarkh!
Kalian semua kejam.
Tak henti hati ini meratapi nasib yang benar-benar gila. Benar-benar diluar akal sehatku selama ini.
Namun tiba-tiba kudengar suara pintu membuka lalu menutup kembali.
Segera kuhapus air mata yang masih terus mengalir deras meskipun sudah kuhapus beberapa kali.
Aku segera duduk di ranjang berbalik arah.
Emosi iya, ingin mengamuk pun iya.
Aku benar-benar geram sekali. Aku tak pernah membayangkan hal semacam itu akan terjadi pada suamiku.
Ah, ini benar-benar sangat gila.
Jeda setelah aku duduk.
Berpura-pura terdiam seakan tak ada sesuatu yang terjadi.
"Diandra, kamu terbangun dari tidur kamu?" tanya mas Dani padaku yang nampak sedang duduk membelakangi arah pintu masuk.
Dia pasti tidak tahu kenapa aku duduk seperti itu.
Dia mendekat ke arahku.
Benar-benar ingin ku gaplok dan ku tampol wajahnya sampai terlempar ke ujung langit.
Tangan ini dua-duanya mengepal.
Desiran langkah kakinya sangat nyaring di telinga karena menggunakan sendal jepit yang saling bergoresan dengan lantai berkramik.
Aku rasanya mual untuk membalik badan dan melihat wajah kotornya. Batin ini mengamuk tak karuan. Benar-benar mengamuk dan makin memuncak.
Air mata masih tetap membendung. Namun tetap kutahan supaya tak keluar lagi. Tak menangisi lagi laki-laki sial*n dan tak punya hati itu.
Dia makin mendekat dan kini berada di sampingku.
"Kamu kenapa Sayang?" tanyanya lagi lebih sigap.
Cwuih! Jijik sekali aku mendengar kata sayang yang ia lontarkan padaku.
Selama ini perhatiannya sama sekali tak berkurang padaku. Apalagi uang harian dan uang bulanan.
Cinta dan kasih sayang yang ia berikan pula tak membuatku curiga sedikitpun. Kami sering menghabiskan waktu bersama selama ini.
Tapi, arkh!
Semua itu benar-benar palsu.
Kenapa juga dia menjadi pembohong yang sangat buruk seperti itu. Aktingnya benar-benar sempurna.
Kenapa pula dia menginginkan diriku untuk menikah dengannya kalau dia hanya akan menyakitiku bahkan lebih dari yang kuduga.
Kini telapak tangannya meraih pundakku.
"Diandra, kok kamu diam saja. Aku tadi habis dari toilet. Buang air besar," jelasnya santai tanpa dosa.
Pintar sekali dia.
Sungguh dia benar-benar seperti aktor film dengan honor selangit.
Heuh, dada ini kembali sesak dan sangat sesak sekali.
Seluruh kekuatan batin seakan berkumpul di satu titik kepalan tangan.
Seketika mulutku mulai menganga karena benar-benar tak tahan menahan emosi yang makin menggebu-gebu.
Sontak aku membuang pegangan tangannya dari pundakku.
"Ih, lepas!"
Badanku sontak membalik ke arahnya.
Wajah mas Dani syok berat.
Kedua matanya membulat sempurna dengan wajah panik dan heran.
Kedua tangannya bergerak salah tingkah. "Lho! Kamu kenapa? Kamu mimpi ya?"
"Iya, aku tadi bermimpi. Dan mimpinya benar-benar sangat buruk, Mas!" cecarku.
Mengepal kedua tangan dengan erat sekali.
Dia makin terlihat bingung dan wajahnya memerah.
"Memang kamu mimpi a-apa?" gagapnya.
Wajahnya makin bingung.
Mukaku terpasang seperti anjing galak yang menyalak melihat mangsanya.
Ekspresi wajah kemarahan dan kekecewaan itu belum ia sadari sama sekali. Dasar laki-laki tidak tahu malu.
"Lebih baik sekarang kamu tidur lagi ya, Sayang," katanya meraih kedua bahuku.
"Lepaskan aku! Aku tak sud* diraba oleh tangan lelaki kotor seperti kamu!" bentakku lagi.
Benar-benar emosiku makin memuncak.
"Detik ini juga aku minta cerai dari kamu Mas Dani! Aku tak sud* lagi jika harus tinggal satu atap dengan laki-laki macam kamu!" gertakku.
Emosi ini sudah memenuhi ubun-ubun.
Dia makin kelabakan.
Memegangi kepalanya dengan kedua tangan.
Dia masih pusing dan bingung.
"A-apa maksud kamu? Aku tak mengerti sama sekali kenapa kamu jadi begini Diandra!" Dia bicara dengan menaikan nadanya satu oktaf dari kalimatnya tadi.
Mulutku makin erat menutup dengan gigi yang makin menggigit.
Plak!
Tamparanku melandas di pipi yang selama ini tak pernah sedikitpun kubebani dengan rasa amarah.
Pipi yang hanya diraba oleh bibir manisku kini rasanya sangat jijik lagi.
Aku benar-benar marah dan naik darah.
Darahku bukan naik lagi, tapi sudah mendidih.
Dia meringis dan syok dengan tamparan yang kulandaskan di pipi putih berseri merah itu.
Tak kusangka, pipi putih dan terasa manis itu kini bukan hanya aku yang memilikinya.
Cwuih! Aku benar-benar jijik sama kamu mas Dani.
"Ke-kenapa ...?"
"Pokoknya aku minta cerai detik ini juga! Aku tak mau tinggal bersama lagi dengan laki-laki beja* macam kamu! Aku sudah tahu semuanya. Karena aku tadi mendengar sendiri dan membuntuti kamu pergi ke rumah ibu dan bapak kamu!"
Sontak wajahnya kembali memerah dan gugup mendengar luapan kalimat yang kukeluarkan.
"A-a-apa- ma-?"
"Kamu benar-benar lelaki tak tahu malu! Selama ini kamu, arkh!"
Aku tak sanggup berkata lebih banyak lagi.
Aku benar-benar syok berat tapi emosi di hatiku terus saja menggebu-gebu.
Air mataku malah keluar kembali.
Meskipun aku sudah menanhannya tapi apa daya. Hati ini rasanya sakit dan tak bisa dibendung lagi.
Mas Dani terlihat kalap dan bingung.
Dia terus berkilah dan mencoba meyakinkanku kalau yang aku dengar itu salah.
Bod*h sekali aku selama ini.
Aku mau dinikahi dan mengorbankan semuanya hanya demi laki-laki seburuk dia.
Lututku benar-benar lemas.
Aku terjatuh dilantai. Dengan tangisan yang tak bisa kusembunyikan lagi.

Book Comment (90)

  • avatar
    CirengitKomar

    bagus

    26/07

      0
  • avatar
    MbullGembull

    mantap

    10/06

      0
  • avatar
    rahardiShinta

    mantap

    21/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters