logo text
Add to Library
logo
logo-text

Download this book within the app

Bab 10 Penelepon mencurigakan

Seusai menunaikan kewajiban lima waktu empat rakaat di pukul tujuh malam, aku, mas Dani dan Dona bersenda gurau di kamar.
Bermain bersama Dona sebelum tidur.
Dona anak kami yang cantik itu kini makin cerdas saja. Kami makin gemas dan bangga padanya.
Tiba-tiba.
[ Dering Panggilan ]
Sebuah panggilan masuk terdengar dari gawai mas Dani.
"Mas, ada telepon masuk ke hp kamu," ucapku.
Dia langsung diam dan hengkang mengambil gawai barunya. Sebuah gawai yang sedang trendi dimasa kini.
Aku lihat gelagat dan gerak-geriknya.
Matanya menyorot ke arah sebuah nama yang tertampil di layar. Pandangannya nampak biasa saja namun seperti penting.
Alisku meninggi bersikap acuh saja. Toh itu panggilan untuknya.
Aku masih melanjutkan bercanda dengan Dona. Sekaligus mengajarkan Dona menghafal huruf ABC. Dona sangat tanggap sekali. Meskipun usianya masih tiga tahun, tapi dia telah menunjukkan kebisaannya dalam belajar dan menghafal. Walaupun ucapannya belum begitu jelas.
"Aku keluar dulu sebentar. Ada telepon dari rekan kerja."
Mas Dani tiba-tiba pamit keluar sebentar. Meminta izin padaku untuk keluar kamar.
Aku mengerti, kalau yang mereka bicarakan pasti sangat privasi sekali. Dengan anggapan demikian aku pun mengangguk dan membiarkannya pergi keluar.
Aku masih terus bermain dengan Dona mengajarkan Dona ini dan itu supaya Dona terampil kelak saat ia menginjak usia mulai masuk sekolah.
Aku kembali menoleh ke arah pintu.
Melihat sosok Mas Dani yang telah buru-buru keluar kamar.
Aku sempat menaruh rasa penasaran kenapa dia bicara di luar padahal menurutku di kamar saja enggak apa-apa, tapi mungkin itu semua sangat privasi sekali jadi ya lebih baik aku mencoba memaklumi saja.
Aku sempat ingin menyusulnya mendengarkan pembicaraannya tapi aku pikir rasanya tidak sopan. Seketika aku pun segera menghilangkan dan menghapus semua kecurigaan yang aku taruh pada diri Mas Dani.
Setelah beberapa menit kemudian rasanya Mas Dani belum juga kembali apa pembicaraannya akan selama itu? Aku sempat menaruh kecurigaan kembali. Namun Apakah kecurigaan ini harus datang kembali? Ah aku bingung sekali.
setelah setengah jam lebih Mas Dani tak kunjung kembali juga ke kamar bahkan Dona pun Sudah terlelap tidur aku mencoba memberikan Dona di ranjang menidurkannya supaya dia tak terganggu di pangkuanku sembari menidurkan Dona otakku terus menguntit Pikiranku terus saja muncul dan berniat untuk mencurigai kembali Mas Dani.
Aku pikir sih rasanya penguntitan ku kemarin belum cukup, karena aku hanya mengikutinya sampai adzan isya, sedangkan dia bisa pulang sampai larut malam bahkan sampai tengah malam.
Setelah menidurkan Dona Kini aku pun berniat menghampiri mas Dani yang sedang berbicara di telepon. Akuku segera keluar kamar dan menduga bahwa mas Dani sedang berbicara dengan seseorang di telepon di ruangan tengah, namun apa yang kulihat, aku sama sekali tak melihat mas Dani. Di mana dia?
Aku mencari-cari nya di sekitar ruangan namun mas dani tak juga kutemui, padahal dia tadi hanya menelpon seseorang.
Haruskah dia pergi sejauh itu? Kecurigaanku mulai muncul kembali di saat aku tidak melihat Mas Dani dimanapun. Padahal dia kan hanya menelpon saja.
Aduh aku harus menghentikan kecurigaan ini atau aku harus memulainya kembali?
Seketika pandanganku tertuju ke arah jendela luar rumah. Aku seperti melihat seseorang diluar tapi bukan hanya satu orang, terlihat gerak-geriknya itu seperti 2 orang.
Pintu rumah ditutup sedangkan aku tak bisa melihat jelas.
Siapa orang yang berada di luar?
Tapi aku yakin itu pasti Mas Dani. Tapi dengan siapa?
Aku Makin curiga dan kalaupun dia adalah seorang tamu Kenapa tidak disuruh masuk saja sekalian aku bisa buatkan minum untuk mereka.
Sampai detik itu kecurigaanku masih saja muncul kembali.
Aku penasaran dengan sosok orang yang sedang berbicara dengan Mas Dani.
Apa itu rekan bisnisnya?
Langkahku dengan sedikit ragu mulai menuju pintu yang tertutup. Berusaha mencari tahu dan membenarkan fikiran buruk ku tentang suamiku.
Aku mencoba terus mendekat ke arah pintu dan pelan-pelan membukanya.
Cekrek
Aku membuka pintu.
Namun setelah pintu terbuka tak ada orang satupun yang kulihat diluar.
Perasaan aku tadi benar-benar melihat ada orang berdua sedang berbicara, bahkan sepertinya serius sekali.
Tapi sama sekali aku tak melihat siapapun.
Mataku terus tertuju ke seluruh arah mencari-cari sosok seseorang yang tadi, tepat sekali berada di depan rumahku. Andai saja tidak terhalang oleh gorden mungkin aku jelas melihat siapa mereka.
Mataku terus menguntit kesana kemari melihat sosok seseorang yang tak aku temui sama sekali.
Di mana mereka?
Kini langkahku pelan-pelan maju terus maju dan maju. Walaupun kaki ini sedikit bergetar namun rasa penasaran di dalam hatiku lebih besar daripada rasa takutku.
Namun baru juga aku melangkah seseorang telah mengagetkanku dari belakang.
"Hei! Sayang kamu lagi ngapain?"
Aku pun terkejut.
"Mas Dani? Itu mas anu. Kamu dari mana?"
"Oh aku tadi dari luar."
Gelagatnya seperti mencurigakan.
"Dari luar dari mana? Bukannya kamu tadi menerima panggilan dari seseorang?" tanyaku menelaah.
"Iya memang aku tadi menerima telepon dari rekanku. Ya, dia hanya bilang tentang kemajuan bisnis kami. Nah setelah itu aku berniat mencari udara segar keluar dan aku ingin nyari cemilan hangat. Tapi Abang yang suka jualan di depan sana nggak ada," tungkasnya.
Segera fikiranku terhenti. Alisku meninggi dan bersikap biasa. Aku bersikap Acuh namun hati ini masih tetap memendam kecurigaan. Tapi lebih baik aku pura-pura diam saja. Padahal jelas-jelas aku melihat tadi ada dua orang di depan rumah yang sedang berbicara.
Aku Makin penasaran.
Mas Dani segera menggiringku masuk ke dalam rumah kedua tangannya memegang kedua pundak, tapi aku merasakan sedikit getaran di tangannya apa dia syok, terkejut ataukah dia gemetar karena kedinginan?
Wah aku jadi makin curiga.
Mas Dani menggiringku masuk langsung ke dalam kamar dan membaringkanku di ranjang.
Kami pun mulai bergegas tidur nampaknya dia tak ingin menggauliku.
Sepertinya dia capek sekali. Aku pun tak mengapa dengan sikapnya malam ini toh tidak harus setiap malam kami bercumbu.
Kini aku melihat kearah Mas Dani yang sudah mulai terbaring dan sepertinya dia mulai tertidur.
Aku Makin penasaran siapa sih tadi orang yang menelponnya.
"Dimana gawainya ya?"
Hatiku mulai menduga-duga, kalau yang menelepon Mas Dani itu adalah orang yang akan membuatku marah.
Aku Makin curiga dan aku memutuskan untuk mengambil gawainya dan berharap menemukan sebuah nama yang dapat menghentikan kecurigaanku ini.
Tapi aku tak melihat dimana gawainya. Sepertinya dia simpan di saku celana dan sampai tertindih.
Duh susah sekali. Kalau setiap malam aku merasakan kecurigaan seperti ini, aku bisa benar-benar gila!
Aku memastikan kalau Mas Dani benar-benar sudah tertidur pulas.
Menunggu sampai beberapa menit bahkan sampai setengah jam sampai Mas Dani benar-benar terlihat tidur sangat pulas.
Aku hengkang dari kasur menurunkan kedua kakiku dan berniat untuk melangkah mendekat ke arah Mas Dani yang sudah tertidur pulas.
Aku memainkan jari jemari ku di depan matanya. Maksudnya aku hanya ingin memastikan.
Apakah dia benar-benar sudah tertidur atau belum.
Aku juga sedikit berteriak memanggil namanya namun pelan, namun tak ada sedikitpun sahutan dari mas Dani, nampaknya dia benar-benar sudah tertidur pulas.
Aku pun segera melancarkan aksi untuk mengambil gawainya yang seperti tertindih olehnya. Aku bingung bagaimana caranya mengambil gawai itu?
Sedangkan gawainya berada di saku celana dan tertindih olehnya. Biasanya juga dia menyimpan gawai di meja tapi sekarang kok ia bawa-bawa di saku celana, kalau tertindih dan rusak bagaimana?
Aku pun makin kebingungan. Bagaimana caranya membawa gawai punyanya supaya dia tidak terbangun.
Namun seketika Mas Dani membalikan badannya. Alhamdulillah jadi ada kesempatan buatku mengambil apa yang kuinginkan.
Seketika Mas Dani membalikan badannya dan kini gawainya berada tepat di saku celana yang tidak tertindih ini adalah kesempatan ku untuk mengambil pelan gawai yang membuatku curiga dengan nama si penelpon tadi.
Pelan-pelan aku memasukkan jari ke saku celana Mas Dani.
Mengambil gawainya amat pelan sekali. Supaya ia tak terbangun.
Kini gawai tersebut telah ada di genggamanku.
Dengan cepat jari ini mencari nama orang yang terdaftar di panggilan masuk.
Mas Dani membiarkan gawainya tak terkunci, sehingga aku mudah untuk membukanya.
Kubuka sebuah log panggilan masuk.
Nama siapa yang tertera?
Ternyata, yang tertera di layar adalah nama bapak mertua. Ayah suamiku yang bernama pak Riyadi.
Teg!
Aku makin bingung. Kalau yang tadi diluar itu bapak, kenapa mas Dani tak membawanya masuk?
Penasaran, siapa tahu hanya namanya saja padahal nomornya berbeda.
Namun benar, nomor dan nama yang sama. Nomor telepon bapak mertua.
Mereka mencurigakan sekali. Hem jangan-jangan?
––

Book Comment (90)

  • avatar
    CirengitKomar

    bagus

    26/07

      0
  • avatar
    MbullGembull

    mantap

    10/06

      0
  • avatar
    rahardiShinta

    mantap

    21/05

      0
  • View All

Related Chapters

Latest Chapters